Bulu Tangkis Sports Sosok Feature Berita

Nostalgia: Rudy Hartono yang Abadi di Buku Rekor All England

Budi Prasetyo Harsono - Senin, 24 Agustus 2020

BolaSkor.com - Tiga edisi pertama Piala Thomas selalu menjadi milik Malaya. Namun, segalanya berubah dalam perhelatan keempat yang dimenangi Indonesia. Kemenangan itu juga yang mengubah sejarah.

Dalam kompetisi yang berlangsung di Singapura pada 1958, Indonesia bersua dengan juara bertahan, Malaya. Namun, mereka tanpa andalannya, Wong Peng Soon, yang pensiun.

Tan Joe Hok dan kawan-kawan akhirnya menang 6-3 atas Malaya. Bahkan, Indonesia selalu menang dalam setiap laga tunggal. Esoknya, kemenangan di Piala Thomas mewarnai pewarta era tersebut.

Kemenangan Indonesia di Piala Thomas lah yang membuat seorang pemuda, Rudy Hartono, terkesan dengan bulu tangkis. Kebetulan sang ayah memberikan dukungan penuh.

"Sejujurnya saya tidak punya impian yang sebegitu tinggi, hanya mengikuti arahan ayah. Saya fokus, disiplin, dan tekun akhirnya saya bisa menjadi juara," kata Rudy saat diwawancarai BolaSkor.com.

Baca Juga:

Susy Susanti Anggap Pembinaan PBSI Sudah Membaik

Bulu Tangkis yang Menemani 75 Tahun Kemerdekaan Indonesia

Rudy Hartono

Sejak saat itu, Rudy berlatih di bawah bimbingan ayahnya. Total, selama lima sampai delapan tahun dia menekuni latihan keras bersama sang ayah.

Sampai akhirnya, 10 tahun berselang, Rudy lolos ke final All England. Rudy yang kala itu baru berusia 18 tahun berhadapan dengan pemain asal Malaya, Tan Aik Huang.

Hasilnya, Rudy sukses menang 15-12, 15-9. Saat itu, dunia dikejutkan dengan gaya bermain Rudy yang berbeda dengan pemain lain.

"Bulu tangkis ini berkembang, saat 1968 saya mengembangkan speed and power. Tidak perlu cantik, yang penting menang. Harus cepat dan akurat, sehingga permainan saya baru diimbangi setelah tiga tahun," kenang Rudy.

"Saya mendapat kesempatan untuk berhasil. Pemain lain hanya menunggu untuk mengejar saya. Keuntungan saya adalah bisa unggul. Pada zaman itu saya unggul atas saingan dan mendapat rekor dunia."

"Sudah pasti yang paling berkesan itu yang pertama. Lalu yang terakhir karena itu rekor. Kalau yang berturut-turut itu sampai sekarang belum ada yang bisa," lanjutnya.

Total, delapan kali Rudy memenangi All England dengan tujuh di antaranya beruntun. Banyak lawan hebat dia hadapi di final, seperti Svend Pri, Christian Hadinata, dan Punch Gunalan.

Catatan itu, yang membuat Rudy merasa bangga. Pria yang kini berusia 71 tahun tersebut bahkan percaya diri rekornya sulit untuk dipecahkan.

"Lin Dan, dia tidak berturut-turut. Kalau berturut-turut dan tidak itu berbeda, tidak gampang. Saya rasa tidak ada yang akan bisa melewatinya," ujar Rudy.

"Bagi saya dan Indonesia, itu sangat berarti selama tidak terpecahkan berturut-turut. Baik di dunia bulu tangkis modern atau belum, tetap itu rekor," imbuhnya.

Rudy Hartono

Rudy menyebut kalau All England merupakan ajang terbesar di bulu tangkis pada era dia bermain. Dia juga menyebut kesempatannya memenangi Kejuaraan Dunia tidak banyak karena tak setiap tahun.

Andai ada yang dia sesali, Rudy mengaku tidak sempat bermain di Olimpiade. Seperti diketahui, bulu tangkis baru resmi masuk ke ajang empat tahunan itu pada 1992, atau 10 tahun pasca ia pensiun.

"Sayangnya saya tidak berkesampatan tampil di Olimpiade karena bulu tangkis baru resmi setelah saya pensiun. Tetapi okelah, masing-masing sudah punya jatah," kata Rudy.

"Tidak bisa bilang saya lebih baik dari Lin Dan atau sebaliknya. Saya tidak pernah menang Olimpiade karena dulu tidak ada. Kalau saya balik lagi sekarang, siapa tahu bisa juara," pungkasnya sambil berkelakar.

Hingga saat ini, koleksi delapan gelar All England Rudy masih belum bisa terkejar. Paling mendekati adalah Lin Dan yang pensiun dengan enam gelar.

Total, Rudy Hartono memiliki dua rekor di All England, gelar terbanyak (delapan) dan kemenangan beruntun (tujuh kali). Sampai rekor itu pecah, rasanya nama Rudy akan abadi di All England.

Bagikan

Baca Original Artikel