Cerita Traveling ke Kota Turin: Rivalitas Juventus-Torino hingga Kebencian-Kepopuleran terhadap Indonesia
BolaSkor.com - Lembah Po di kaki Pegunungan Alpen merupakan tempat matahari tenggelam di Kota Turin. Kastil-kastil bergaya barok peninggalan abad ke-17 dan 18 tampak mencolok sekaligus mempercantik Ibukota Regional Piedmonte tersebut.
Hutan, pegunungan, dan lembah merupakan pemandangan alam yang disinggahi ketika menginjakkan kaki di Turin. Anda bosan melihat hal yang sama setelah beberapa hari di sana? Pantai Liguria yang hanya berjarak dua jam dari Turin bisa menjadi alternatif.
Ya, meski terkenal sebagai kota industri nomor satu di Italia, Kota Turin tetap memiliki pemandangan yang indah. Arsitektur klasik dipadu dengan bangunan batu Antonelliana yang kerap disebut Menara Eiffel-nya Turin membuatnya tidak kalah dari kota-kota lain di Italia.
Kota Torino merupakan rumah untuk raksasa otomotif asal Italia, FIAT. Tidak heran apabila kota yang berada dekat dengan perbatasan Prancis itu memiliki museum mobil kuno, Museo dell'Automobile, yang mengoleksi sekitar 150 kendaraan klasik.
Baca Juga:
Major, Anjing Penyelamat Manchester United dari Kebangkrutan
Anschluss Osterreichs, Awal Tampilnya Nazi di Piala Dunia 1938

Markas FIAT di Kota Turin
Wajar juga apabila akhirnya sebagian besar warga Kota Turin bekerja pada industri otomotif. Hampir separuh populasi kota itu menjadi pegawai di pabrik FIAT.
Di tengah kepenatan setelah seharian bekerja di pabrik otomotif, sepak bola menjadi hiburan utama orang-orang yang tinggal di Kota Turin. Kebetulan, mereka memiliki dua klub hebat, Torino dan Juventus.
Prestasi Juventus pada kancah sepak bola tidak perlu diragukan lagi. Pengoleksi gelar Scudetto dan Copa Italia terbanyak, serta dua kali memenangi Liga Champions cukup untuk membuat I Bianconeri menjadi salah satu klub raksasa Eropa.

Sementara itu, meski saat ini tengah terseok-seok, Torino sempat menjadi kesebelasan yang disegani di Italia. Il Toro sempat merajai Italia pada dekade 1940an.
Masyarakat Kota Turin seolah terbelah ketika Juventus berhadapan dengan Torino. La Vecchia Signora kerap dianggap sebagai simbol kaum borjuis, sementara I Granata merupakan perlambang kebanggaan penduduk lokal Turin.
Makanya tidak mengherankan apabila pertemuan kedua kesebelasan selalu berlangsung panas. Derby della Mole, begitu laga antara Juventus dengan Torino biasa dijuluki, merupakan pertemuan antarklub dalam satu kota tertua di tanah Italia.
(Bersambung ke halaman berikutnya mengenai sejarah Derby della Molle)
Merunut sejarah, Derby della Mole telah berlangsung sejak 13 Januari 1907. Perpecahan di kubu Juventus yang melahirkan Torino menjadi awal mula perseteruan kedua kesebelasan.

Menariknya, meski unggul rekor pertemuan, Juventus tidak berdaya pada awal Derby della Mole. Dalam 15 pertemuan perdana kedua kesebelasan, I Bianconeri hanya mampu meraih dua kemenangan.
Sayangnya Tragedi Superga melemahkan Torino. Hampir tujuh dekade setelah tragedi yang merenggut sebagian besar penggawa I Granata itu, mereka belum berhasil bangkit dari keterpurukan.
Secara tidak langsung Tragedi Superga juga menjadi awal dominasi Juventus di sepak bola Italia. Setelah 69 tahun, Le Zebre menjelma menjadi salah satu kesebelasan paling dikenal di dunia dengan penggemar yang tidak sekadar berbasis di Kota Turin, termasuk dari Indonesia.
Baca Juga:
Nostalgia - Force Majeure dalam Sejarah Sepak Bola Tanah Air
Bambang Pamungkas Hadirkan Starting XI Pemain Asing Persija Jakarta Terfavorit
Kondisi tersebut menciptakan kesenjangan antara Juventus dengan Torino. Satu merupakan tim yang terkenal dengan segudang prestasinya, sementara yang lain adalah kesebelasan semenjana di Italia.
Seorang warga Indonesia, Pranata Ginting, menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke Kota Turin sekitar dua tahun silam. Menurut Pranata, kesenjangan antara Juventus dan Torino bisa dilihat dari hal sederhana, stadion.

"Saya ke Turin pada 2016 setelah Piala Eropa 2016 untuk melihat Allianz Stadium (saat itu masih bernama J Stadium) dan Olimpico Turin. Di sana, saya melihat perbedaan menonjol antara kedua tim," kata Pranata ketika dihubungi oleh BolaSkor.com.
"Menurut saya, Olimpico Turin seperti stadion klasik dengan nuansa kuno, seperti tidak terurus apabila tak ada pertandingan. Berbanding terbalik dengan J Stadium, yang dari jauh saja saya sudah bisa melihat kemegahannya," pria berusia 25 tahun itu melanjutkan.
Pranata mengaku bisa merasakan rivalitas antara Juventus dengan Torino meski liga sedang libur. Coretan ejekan antar pendukung kedua kesebelasan menghiasi bangunan-bangunan di Kota Turin.
(Halaman selanjutnya masih menceritakan pengalaman Pranata di Kota Turin)
Meski begitu, rupanya rivalitas di Kota Turin termasuk yang sehat. Menurut seorang warga di sana, pertandingan akan berjalan panas di atas lapangan, tetapi setelah laga usai, semua kembali berjalan normal.
Kondisi itu tentunya berbeda dengan rivalitas lain semacam Boca Juniors dengan River Plate, Manchester United kontra Manchester City, Inter Milan melawan AC Milan, hingga West Ham United dan Milwall yang melegenda.

Pranata menjadi saksi Derby della Mole bukan menjunjung rivalitas kelewat batas seperti laga yang disebutkan sebelumnya. Cerita berawal ketika penggila Manchester United itu tiba di Kota Turin dan ingin mengunjungi Olimpico Turin yang notabene kandang Torino.
Menurut Pranata, dirinya sempat bertanya kepada warga lokal mengenai lokasi Olimpico Turin. Saat itu, dia ditanya apakah fans Juventus atau Torino oleh warga tersebut. Sempat mengobrol, warga Kota Turin itu mengantarkannya hingga sampai di Olimpico Turin.

"Dia bertanya kepada saya, kenapa ke Olimpico Turin, bukan J Stadium? Saya pun menjelaskan bukan fans Torino atau Juventus, tetapi Manchester United yang senang dengan sepak bola, termasuk klub asal Kota Turin," ungkap Pranata.
Rupanya, orang yang mengantarkan Pranata sampai ke Olimpico Turin itu merupakan pendukung Juventus. Pria asal Sumatera Utara itu menganggap pengalaman tersebut sangat luar biasa karena tidak menyangka penggemar I Bianconeri mau mengantarkan ke stadion rival.
(Selanjutnya halaman terakhir, ada nama Indonesia di antara Derby della Mole)
Sesampainya di Olimpico Turin, Pranata menemui pemandangan yang cukup ganjil. Sekitar 200 meter dari stadion, terdapat tulisan 'Drughi Indonesia' yang huruf S-nya diganti dengan lambang uang.
Rupanya, fans Juventus asal Indonesia cukup populer di Kota Turin. Para penggemar La Vecchia Signora mengagumi fanatisme mereka, sementara pendukung Torino begitu membenci fans yang berasal dari Indonesia.

"Setelah dari Olimpico Turin, saya ke J Stadium. Di sana saya sempat mengobrol dengan penjaga toko. Dia mengagumi antusiasme fans asal Indonesia yang sering memesan produk dari J Store di Turin," kenang Pranata.
>Baca Juga:
href="../../post/read/leonardo-bonucci-tak-keberatan-anaknya-gabung-torino" target="_blank">Leonardo Bonucci Tak Keberatan Anaknya Gabung Torino
Nostalgia - Force Majeure dalam Sejarah Sepak Bola Tanah Air
Hal yang sama rupanya menjadi akar kebencian para pendukung Torino terhadap fans Juventus asal Indonesia. Mereka menganggap fans asal Indonesia menyumbangkan pundi-pundi uang besar kepada rival abadi mereka.
Sementara itu, para pendukung Torino sangat membanggakan kearifan lokal yang menjadi basis suporter mereka. Maklum, sebagian besar penggemar Il Toro merupakan orang-orang asli Kota Turin.

Contohnya adalah putra bek Juventus, Leonardo Bonucci. Meski ayahnya membela I Bianconeri, dia mendukung Torino dan menjadikan penyerang I Granata, Andrea Belotti, sebagai pesepak bola favorit.