Sosok Feature

Nostalgia - Rogerio Ceni, Kiper dengan Torehan Gol Terbanyak yang Hampir Diaborsi

Johan Kristiandi - Senin, 14 Oktober 2019

BolaSkor.com - Pandangan mata tertuju ke laga akbar antara Sao Paulo melawan Corinthians, 27 Maret 2011. Sao Paulo yang menjadi tuan rumah ketika itu bermimpi memutus hasil minor melawan Time do Povo. Beruntung, Tricolor punya kiper sekaligus mesin gol, Rogerio Ceni.

Sao Paulo melangkah ke pertandingan tersebut dengan naungan awan hitam. Dari 11 pertandingan terakhir, Sao Paulo tidak pernah mengalahkan Corinthians. Padahal, laga Sao Paulo dan Corinthians adalah satu di antara persaingan paling bergengsi di sepak bola Amerika Selatan.

Asa Sao Paulo melesat tinggi usai Dagoberto mencetak gol indah pada babak pertama. Pemain kelahiran 1983 itu melepaskan tembakan keras dari luar kotak penalti.

Baca juga:

Mengenang Tragedi Robert Enke dan Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

Claudio Marchisio, Pangeran Kecil yang Pensiun dengan Dua Penyesalan Terbesar

Rogerio Ceni
Rogerio Ceni

Pada awal babak kedua, Sao Paulo mendapatkan tendangan bebas usai Fernandinho dijatuhkan dekat kotak penalti. Itu merupakan kesempatan emas menjauh dari tim tamu.

Ketegangan jelas terasa menyelimuti Arena Barueri. Pemain yang melangkah mengambil tendangan bebas adalah abdi paling setia di Sao Paulo dan idola bagi semua suporter.

Sang eksekutor meletakan bola ke titik yang sudah ditentukan. Ia berjalan beberapa langkah untuk mengintip apakah ada celah yang bisa ditembus.

Para suporter di belakang gawang sudah bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya. Mereka sering melihat sosok di balik jersey lengan panjang itu melepaskan bola melengkung melewati pagar betis yang kemudian berujung dengan begetarnya jala gawang lawan.

Namun tetap saja, tekanan meraih kemenangan membuat suporter menahan napas jelang tendangan bebas dieksekusi. Mereka berharap akan ada ledakan suka cita usai tendangan tersebut.

Ternyata, harapan suporter Sao Paulo menjadi kenyataan. Bola melengkung indah menuju sisi kanan gawang. Seketika, seisi stadion langsung bergemuruh.

Pemain yang mengambil tendangan bebas tersebut langsung berlari merayakan gol sembari membuka jerseynya. Ia langsung dikerumuni pemain Sao Paulo. Namun, dari kejauhan pun masih terlihat jelas jika sang pahlawan adalah Rogerio Ceni.

Pada saat itu, sang goleiro artilheiro sudah berusia 38 tahun. Namun, ia masih punya tampil dalam performa tertinggi selama empat setengah tahun berikutnya. Ceni baru gantung sarung tangan pada akhir 2015.

Rogerio Ceni menghabiskan waktu 25 tahun di Sao Paulo usai menunjukkan batang hidung untuk pertama kali pada usia 17 tahun. Hebatnya, ia menutup buku dalam catatan emas 1.238 penampilan dengan mencetak 132 gol.

Meski berperan sebagai kiper, Ceni memang sangat produktif. Ia mengkreasikan 61 gol dari tendangan bebas, 70 gol dari penalti, dan satu lainnya melalui permainan terbuka.

Raihan tersebut membuat Ceni menjadi pemain Brasil dengan penampilan terbanyak bersama satu klub. Bahkan, jumlah 1.238 penampilan milik Ceni masih lebih masif dari legenda Brasil, Pele.

Selama karier yang luar biasa tersebut, Ceni juga memenangi banyak gelar untuk Tricolour. Beberapa titel bergengsi yang diraih adalah Serie A Brasil, Copa Sudamericana, Copa Libertadores, Intercontinental Cup, hingga Piala Dunia Antarklub.

Meski demikian, di balik perjalanan yang luar biasa tersebut, terselip cerita miris. Bahkan, sang kiper sempat mengalami masalah ketika proses kelahiran - jarak antara kematian dan kehidupan hanya segaris.

Ketika Ceni dalam kandungan, dokter menyarankan kepada Hertha (ibu Ceni) untuk mengugurkan. Sebab, kehamilan tersebut berisiko tinggi bagi sang ibu dan buah hati.

Namun, berkat dukungan dari sang suami, Eurydes, Hertha tetap kukuh mempertahankan kandungan. Ia yakin bisa melewati perkara yang sedang menimpa.

Keyakinan tersebut berbuah manis. Pada 22 Januari 1973, Rogerio Ceni akhirnya lahir di negara bagian Parana, Brasil Selatan.

Rogerio Ceni
Rogerio Ceni

Rogerio Ceni merintis karier sebagai pesepak bola dengan memperkuat klub lokal di Mato Grosso, Sinop FC. Eurydes terus membimbing dan menemani pada perjalanan awal sang anak di dunia kulit bundar.

Awalnya, Ceni kerap bermain pada dua posisi yakni kiper dan bek sayap. Namun, karena pengaruh dari sang ayah, Ceni memantapkan diri memilih bertugas di bawah mistar gawang.

Pada 1986, ketika Ceni baru berusia 16 tahun, manajer Sinop meminta izin pada Eurydes untuk membawa sang anak sebagai kiper ketiga dalam kompetisi domestik. Sayangnya, permintaan tersebut ditolak.

"Ceni sudah bekerja di Bank of Brasil dan kejuaraan tersebut berlangsung selam empat bulan. Mereka ingin dia meninggalkan bank untuk menjadi penjaga gawang ketiga dan saya tidak menyetujuinya. Apa yang akan dilakukan setelahnya?" terang Eurydes dalam film dokumenter mengenai Ceni pada 2013.

Penolakan Eurydes memang bisa dipahami. Ketika itu, tidak jaminan ketika mengambil pilihan sebagai pesepak bola di Brasil. Upah murah dan pengangguran jangka panjang menjadi cerita yang acap ditemukan.

Akan tetapi, pada satu tahun berselang, pekerjaan Ceni di bank tidak berjalan dengan lancar. Tak heran, ketika manajer Sinop kembali menghubungi, lampu hijau langsung diberikan.

Pada awalnya, Ceni hanya menjadi pilihan ketiga sehingga tidak masuk dalam daftar skuat ketika bertanding. Namun, cedera serius yang dialami penjaga gawang utama, Marilia, memberikan harapan bagi Ceni. Ia mulai duduk di bangku cadangan ketika memasuki pertengahan musim.

Nasib seakan berpihak pada Ceni usai penjaga gawang kedua mengalami patah tulang. Pada saat yang bersamaan, Ceni berhasil meyakinkan sang manajer tidak perlu mencari penjaga gawang tambahan guna menambal lubang usai dua kiper senior cedera.

Kesempatan tersebut tak lancut. Ia berhasil membendung tendangan penalti pada laga yang memastikan Sinop meraih gelar kompetisi di Mato Grosso untuk pertama kalinya.

Ayah Rogerio Ceni terus mendorong anaknya untuk meruak. Melalui satu di antara direktur Sinop, Ceni mendapatkan kesempatan berlatih di Sao Paulo.

Usaha tersebut tak berakhir mengecewakan. Para pelatih kiper Sao Paulo terkesan dengan kemampuan Ceni. Sang kiper pun meneken kontrak untuk bermain bersama Tricolour U-20.

Selama empat setengah tahun pertama, Ceni menimba ilmu bersama tim junior. Ceni tinggal dengan pemain lainnya di dekat Stadion Morumbi.

"Saya sangat senang. Saya akan bangun pukul 05.00 pagi untuk naik lift ke tempat latihan bersama staf kebersihan dan petugas makanan. Saya akan duduk di sofa dan menunggu latihan pukul 08.30," jelas Ceni.

"Biasanya, saya memulai latihan tepat jam 08.00 kerena Tele Santana (manajer Sao Paulo saat itu) selalu mengatakan untuk memulai setegah jam lebih awal dari pemain lain," sambungnya.

Rogerio Ceni hanya menjadi penonton saat Sao Paulo memenangi gelar liga Brasil pada 1991 dan Copa Libertadores pada 1992. Ceni kalah bersaing dari Alexandre yang dianggap tampil lebih menjanjikan di tim akademi Sao Paulo.

Beberapa bulan berselang, Alexandre yang baru berusia 20 tahun mangkat karena kecelakaan mobil. Ceni mengakui jika kecelakaan tersebut tidak terjadi, ia mungkin tak akan memiliki peluang bersinar.

Lantas, bagaimana cerita di balik kemasyhuran Ceni dalam mengambil tendangan bebas?

Rogerio Ceni
Rogerio Ceni

Narasi bermula ketika Muricy Ramalho menjadi pelatih anyar Sao Paulo. Pada sesi latihan, Ramalho memperhatikan kemampuan Ceni menembak ke dalam gawang.

Ramalho menilai, Ceni bisa dipromosikan sebagai penendang pertama Sao Paulo ketika menghadapi bola mati. Berdasarkan kabar yang beredar, Ceni menjalani latihan intens selama enam bulan atau sekitar 15.000 tendangan untuk menagasah akurasi.

Satu yang pasti, pilihan Ramalho tersebut punya risiko. Seorang penjaga gawang yang biasanya pantang keluar dari kotak penalti, justru didorong 90 meter ke depan untuk menjadi spesialis bola mati.

Kesempatan yang ditunggu Ceni akhirnya tiba. Pada laga melawan Uniao Sao Joao, Sao Paulo mendapatkan tendangan bebas persis di depan kotak penalti. Para penonton terkejut ketika Ceni yang melangkah maju mengambil tedangan bebas tersebut.

Setelah mencermati situasi, pemain yang kini berusia 46 tahun tersebut melepaskan tembakan keras menyusur tanah. Hebatnya, bola malaju terarah ke sudut gawang tanpa mampu dihentikan. Sontak, penonton pun bersorak.

Kehebatan Ceni di Sao Paulo membuatnya masuk dalam skuat tim nasional Brasil di Piala Dunia 2002. Meski tidak menjadi bagian tim utama, namun Ceni menambah koleksi gelarnya dengan titel Piala Dunia.

Ricardo Kaka yang bermain bersama Ceni pada saat itu mengungkapkan pujian pada sang kiper. Menurutnya, Ceni adalah legenda di sepak bola Brasil.

"Ceni dianggap sebagai M1to (julukan Ceni di Brasil yang punya arti mitos) karena daya saing dan kapasitasnya untuk tetap memotivasi. Dia berlatih dengan senang hati karena benar-benar ingin memenangi setiap pertandingan," terang Kaka pada film dokumenter TV Globo berjudul The Construction of the Myth.

Saat ini, meski sudah pensiun, Rogerio Ceni masih berkecimpung di dunia sepa bola. Kini, ia berstatus sebagai manajer klub asal Brasil, Fortaleza.

Tak bisa ditampik, Rogerio Ceni adalah satu di antara penjaga gawang paling unik sepanjang sejarah sepak bola. Sebagai kiper, ia justru bisa menjadi mimpi buruk bagi kiper lainnya.

Bagikan

Baca Original Artikel