Nomor 1 di MotoGP, Antara Kutukan dan Branding Pembalap
BolaSkor.com - MotoGP telah mengumumkan line up untuk musim 2021. Menariknya, juara bertahan, Joan Mir, tidak akan menggunakan nomor satu pada motornya.
Seperti diketahui, Mir menggunakan nomor 36 sejak promosi ke MotoGP pada musim 2019. Nomor yang sama telah membawa keberuntungan untuknya dengan memenangi dua kejuaraan dunia.
Kali pertama Mir memenangi kejuaraan dunia adalah saat masih beraksi di kelas Moto3. Sama seperti saat ini, dia menggunakan nomor 36 di motornya.
Sejak baru memenangi MotoGP 2020, Mir telah mengindikasikan tidak ingin mengubah nomor motornya. Padahal, menurutnya Suzuki telah meminta untuk mengenakan nomor satu.
"Davide Brivio (petinggi Suzuki) meminta saya mengenakan nomor 1 meski dia tidak yakin. Saya memenangi dua kejuaraan dengan nomor 36 dan nomor itu memberikan saya keberuntungan," kata Mir.
Baca Juga:
Jadi Pengangguran, Tak Berarti Dovizioso Bebas Ongkang Kaki
Lorenzo Savadori dan Mendung yang Tak Kunjung Pergi dari Aprilia

Nyatanya, Mir bukan satu-satunya juara dunia yang enggan mengenakan nomor satu di motornya. Sebut saja Valentino Rossi dan Marc Marquez yang memilih mengenakan nomor mereka.
Rossi sudah akrab dengan nomor 46. Sementara Marquez tetap mengenakan nomor 93 di motornya meski menguasai MotoGP selama beberapa tahun terakhir.
Muncul anggapan dalam pencinta MotoGP, nomor satu membawa petaka bagi pemakainya. Pembalap yang memenangi musim sebelumnya dan mengenakan nomor satu dipercaya bakal gagal mempertahankan gelar.
Melihat fakta tersebut, rasanya sejak Mick Doohan memang tidak ada pembalap yang mampu mempertahankan gelarnya ketika memakai nomor satu. Hal itu yang membuat banyak pembalap kapok mengenakannya.
Setelah Doohan pensiun, hanya ada lima pembalap yang pernah mengenakan nomor satu. Kelimanya adalah Alex Criville, Kenny Roberts Jr., Nicky Hayden, Casey Stoner, dan Jorge Lorenzo.

Dari kelima nama tersebut, tidak ada satu pun yang sukses mempertahankan gelar dengan nomor satu. Hasilnya, nomor satu pun dianggap sebagai kutukan di MotoGP.
Berdasarkan rumor yang beredar, sejatinya Hayden dan Lorenzo pun enggan mengenakan nomor satu di motornya. Namun, terdapat paksaan dari pabrikan mereka.
Hayden mengakalinya dengan memasukkan banyak nomor 69 di angka satu miliknya. Sementara Lorenzo membuat angka satu dari huruf J dan L yang menjadi inisialnya.
Bahkan terdapat kabar Honda sempat marah ke Rossi karena enggan mengenakan nomor satu. Hal itu juga yang ditengarai menjadi alasan sebenarnya mereka berpisah.
Seperti para pendahulunya, Mir pun sejatinya mendapat tekanan dari Suzuki untuk menggunakan nomor satu. Beruntung, pembalap asal Spanyol itu masih memiliki kebebasan.
Kutukan atau Sekadar Tren Marketing?

Pada akhirnya, selain karena kutukan tersebut, ada alasan lain pembalap lebih senang mengenakan nomor mereka. Apalagi kalau bukan alasan marketing?
Di era MotoGP modern, selain dari gaji cara pembalap mencari tambahan cuan adalah dari penjualan merchandise. Dengan memiliki nomor spesial, hal tersebut seolah menjadi identitas mereka.
Fans Rossi contohnya, memiliki keterikatan tersendiri dengan nomor 46. Merchandise apa pun dari The Doctor pasti memiliki nomor tersebut.
Seperti juga penggemar Baby Alien yang akrab dengan nomor 93. Atau fans Lorenzo yang sempat dekat dengan nomor 99 atau nomor 26 bagi pendukung Dani Pedrosa.
Di sinilah muncul selisih kepentingan antara pembalap dengan pabrikan. Bagi pembalap, mempertahankan nomor mereka seperti self branding untuk para penggemarnya.

Sementara itu pabrikan memiliki pandangan lain. Mereka ingin menunjukkan kepada calon konsumen kalau motor yang mereka keluarkan digunakan oleh juara dunia.
Bagi pembalap yang memiliki fanbase kuat seperti Rossi atau Marquez, sulit rasanya untuk mengubah nomor mereka. Sementara pembalap yang 'belum punya nama' akan lebih mudah dikendalikan.
Coba bayangkan kalau Maverick Vinales, Franco Morbidelli, atau Fabio Quartararo yang memenangi MotoGP 2020. Yamaha bisa dipastikan bakal 'memaksa' mereka untuk mengenakan nomor satu.
Bisa dibilang, Mir beruntung dengan manajemen Suzuki yang cukup 'kekeluargaan'. Dengan demikian, dia bisa menghindari kutukan sekaligus memperbesar brand nya.
Pada era MotoGP modern, tidak dapat dipungkiri kalau nomor motor sudah menjadi identitas pembalap. Seperti pemain sepak bola atau basket dengan nomor punggung mereka.
Melihat tren saat ini, rasanya sulit untuk melihat motor dengan nomor satu beraksi di MotoGP dalam waktu dekat. Patut dinanti pemabalap yang berani menentang kutukan itu sekaligus membangun brand dengan nomor satu seperti era Doohan.