Analisis Feature Inggris Berita

Menanti Amarah Ole Gunnar Solskjaer di Manchester United

Arief Hadi - Senin, 13 Mei 2019

BolaSkor.com - Manchester United benar-benar tahu cara mengecewakan fans mereka. Kekalahan 0-2 dari Cardiff City di pekan 38 Premier League yang berlangsung di Old Trafford, Minggu (12/5) malam WIB, seolah menggambarkan bagaimana perjalanan United musim ini.

Red Devils seyogyanya bermain tanpa tekanan, tanpa beban, saat melawan Cardiff karena mereka sudah tak punya target lagi untuk dikejar. Belum lagi United bermain di depan pendukungnya sendiri melawan tim yang sudah degradasi.

Namun, fakta menunjukkan realitas pahit kepada fans Man United. Nathaniel Mendez-Laing mencetak dua gol untuk Cardiff di menit 23 (penalti) dan 54. Man United kalah 0-2 tanpa mampu sekali pun mencetak gol ke gawang Cardiff yang dijaga Neil Etheridge.

Baca Juga:

Pengeluaran 400 Juta Poundsterling yang Tidak Mengubah Man United dari Era Moyes hingga Solskjaer

Ada Apa dengan Manchester United Musim Ini? (Video)

Dua Sisi Berbeda Manchester United sebelum dan sesudah Kontrak Permanen Solskjaer

26 percobaan tendangan, 74 persen penguasaan bola, dan 10 tendangan tepat sasaran United tidak berujung gol. Terlepas dari penampilan hebat Etheridge, kiper asal Filipina, mengamankan gawangnya, United bak kehabisan ide menjebol gawang Cardiff.

Lini depan dan tengah mereka tumpul, minim kreativitas, dan lini belakang mudah dipenetrasi. Begitulah gambaran perjalanan Man United sepanjang musim 2018-19, baik di kala masih dilatih Jose Mourinho atau kini bersama Ole Gunnar Solskjaer.

Ole Gunnar Solskjaer

"Kami sejauh ini tampil buruk. Kami kurang lebihnya menabrak tembok tebal (buntu) jelang akhir musim. Itu (kekalahan dari Cardiff) mengecewakan, tapi untungnya (sisi plusnya) musim telah berakhir," tutur Solskjaer, dilansir dari Goal.

"Kami bisa belajar darinya dan melangkah ke depan. Kami tahu kami terlalu jauh tertinggal dari tempat yang kami inginkan (papan atas klasemen). Para pemain telah melalui periode sulit."

"Mereka pemain-pemain bagus, tapi, jelang akhir musim, mereka kelelahan mental dan fisik. Normalnya (kala bertanding kontra Cardiff), dengan kepercayaan diri, Anda memenangi laga," tambahnya.

Solskjaer sampai bersyukur musim 2018/19 berakhir setelah melihat penampilan horor Man United di bawah asuhnnya. Kekalahan dari Cardiff mengartikan bahwa United tak pernah menang di enam laga beruntun di seluruh kompetisi - empat kekalahan dan dua hasil imbang.

Fans Man United sulit memercayai fakta bahwa mereka tim yang sudah menjuarai 20 titel Premier League, tim yang pernah berjaya di bawah asuhan Sir Alex Ferguson. Memang, skuat sudah berbeda jauh dari masa lalu, tapi, miris melihat kemunduran United saat ini.

Menanti Amarah Baby Face Assassin

Ole Gunnar Solskjaer

Etheridge mencatatkan 10 clean sheets di Premier League dan catatan itu sudah melebihi David De Gea, kiper Manchester United. Sekedar catatan, De Gea dalam beberapa tahun ini merupakan pemain terbaik Man United.

Menurunnya penampilan De Gea seakan mencerminkan penurunan performa tim secara kolektif musim ini. Pertahanan terbuka, tanpa pemimpin di ruang ganti pemain, lini tengah yang mudah ditembus lawan, dan lini depan yang kehilangan kepercayaan diri untuk mencetak gol.

Solskjaer, kala masih aktif bermain dikenal sebagai predator kotak penalti lawan dan super-sub terbaik di era Ferguson. Lelaki asal Norwegia juga dijuluki Baby Face Assassin atau pembunuh bermuka bayi karena mukanya yang 'dingin' kala mencetak gol.

Peraih enam titel Premier League, satu Liga Champions, dan dua Piala FA, tidak pernah terlihat marah atau berteriak lantang, baik itu saat masih aktif bermain atau melatih.

Solskjaer terus memercayai pemain dan suatu hasil positif ketika yang lain tidak berpikir demikian. Pertanyaannya "sampai kapan?".

Fans United masih menolerir tiap pembelaan dan ucapan yang dilakukan Solskjaer di tengah periode negatif klub, tapi, jika musim depan periode negatif itu masih berlanjut, bukan tidak mungkin fans berbalik kepadanya.

Statusnya sebagai legenda kala jadi pemain akan terus ada dan tidak lekang oleh waktu, namun, fans hanya menginginkan kesuksesan, trofi, atau setidaknya para pemain bermain dengan 'hati' dan determinasi tinggi.

Jika benar Solskjaer berkaca kepada metode kepelatihan Ferguson, maka ia juga harus tahu satu hal: Ferguson bisa merangkul pemain-pemainnya, namun, di beberapa momen ia juga tidak segan bersikap tegas dan marah ketika para pemain tidak mengerahkan segalanya.

Sir Alex Ferguson dan Ole Gunnar Solskjaer

Fans berharap Solskjaer bisa mengubah mode dari lelaki yang kalem menjadi sosok yang tegas (marah jika perlu). Skuat terkini butuh pemimpin dan jika pemimpin itu sulit ditemukan, sudah saatnya Solskjaer turun tangan.

"Saya sudah mengatakannya: saya ingin tim saya jadi yang paling kerja keras di liga. Begitulah kami di bawah Sir Alex. Kami sudah selalu seperti itu," imbuh Solskjaer.

"Giggsy (Ryan Giggs), Becks (David Beckham), Gary Neville, Dennis Irwin, siapa pun. (Terlepas dari) talenta yang Anda punya, Anda berlari lebih daripada yang lainnya. Setiap pekan Anda naik dan turun lapangan untuk teman-teman setim."

"Kami harus tetap bersatu sebagai tim. Kami tidak boleh mengubah seluruh skuat, tapi selangkah demi selangkah. Saya ingin sukses di sini dan ada pemain-pemain yang tidak akan jadi bagian dari tim sukses itu, tapi ada banyak dari mereka yang peduli," tegasnya.

Sudah saatnya Solksjaer mempraktikkan komitmennya itu: singkirkan pemain-pemain yang dirasa menjadi 'racun' di ruang ganti pemain, beli pemain dengan komitmen tinggi, dan pertahankan mereka yang siap 'mati' untuk klub.

Bagikan

Baca Original Artikel