Inggris

Leicester City di Peringkat Kedua Premier League Bukanlah Sebuah Kebetulan

Yusuf Abdillah - Kamis, 14 November 2019

BolaSkor.com - Belum genap satu tahun ditunjuk, Brendan Rodgers sudah mengubah Leicester City menjadi klub papan atas Premier League. Langganan papan tengah itu kini duduk di peringkat kedua Premier League, di atas sang juara bertahan Manchester City.

Setelah secara mengejutkan keluar sebagai kampiun Premier League 2015-16, Leicester seperti kembali ke habitat mereka di papan tengah. Satu musim setelah juara, klub berjulukan The Foxes tersebut hanya finis di posisi ke-12. Setelah itu mereka harus puas finis di tangga kesembilan dua musim beruntun.

Baca Juga:

Chelsea dan Leicester City Kandidat Kuat Penghuni Empat Besar Premier League

Leicester City, Semangat Khun Vichai, dan Kuda Hitam Perburuan Titel Premier League 2019-20

Tentu tidak sedikit yang mengatakan terlalu pagi untuk menyebut Leicester City sukses musim ini dan semua ini hanyalah kebetulan. Akan tetapi jika dilihat ke belakang, tepatnya sebelum musim dimulai, tanda-tanda ini sudah terlihat, diawali dengan menunjuk Brendan Rodgers sebagai manajer.

Saat ini sudah hampir sembilan bulan Rodgers menukangi Leicester. Dalam waktu singkat tersebut, eks manajer Liverpool tersebut mengubah total Leicester, dari sebuah tim yang medioker tanpa identitas menjadi skuat solid, fokus, ambisius, dan punya jatidiri.

Ketika di periode akhir era Claude Puel, Leicester seperti tidak memiliki arah. Rodgers berhasil mengembalikan kepercayaan diri dan mengangkat asa timnya. Semua itu dikombinasikan dengan rekrutmen pemain yang jelas dan terarah. Soal kualitas sebagai pelatih, Rodgers dikenal sebagai orang yang tepat untuk mengembangkan talenta pemain.

Sejak tiba di Leicester, Rodgers sudah punya rencana. Dia langsung bekerja intensif dan kemajuan dibuat. Rodgers melakukan penilaian dan mengeksplorasi ide-ide taktik yang berbeda untuk memperkaya opsi.

Saat pramusim, Rodgers meminta klub tidak banyak melakukan tur ke luar Inggris. Permintaan yang kemudian disetujui oleh direktur sepak bola Jon Rudkin.

"Kami berbicara untuk tetap berada sedekat mungkin dengan rumah sehingga bisa menyelesaikan sebanyak mungkin pekerjaan," kata Rodgers kepada Sky Sports.

"Saya telah banyak merasakan, ketika Anda bepergian akan ada banyak tuntutan komersial. Terutama ini pramusim pertama kami bersama, saya merasa akan sangat penting bagi kami untuk mengunci diri di fasilitas pelatihan."

Dampaknya sudah jelas. Saat ini Leicester terlihat seperti tim buatan Rodgers. Musim lalu, Leicester bermain tanpa identitas. Soal jumlah umpan, Leicester berada jauh jika dibandingkan klub-klub papan atas.

Kini Leicester tidak hanya menghuni papan atas, tapi mereka juga bermain seperti tim papan atas. Saat ini Leicester ada di urutan keenam dalam hal jumlah umpan beruntun di Premier League.

"Saya pikir itulah yang Anda lihat ketika bermain dari lini belakang. Anda boleh melihatnya sebagai peluang atau risiko," katanya.

"Ini bukan hal yang baru. Sudah seperti itu untuk waktu yang lama. Itu tergantung bagaimana Anda sebagai pelatih. Akan ada kesalahan di dalamnya, tetapi ada peluang besar dalam permainan modern, ketika Anda membangun permainan dari lebih dalam, tim memiliki area yang lebih luas untuk menekan."

Permainan pressing ala Rodgers di Leicester membuat Jamie Vardy dkk menjadi lawan yang lebih sulit. "Kami memiliki pertahanan yang sangat kuat," kata Rodgers.

Melihat statistik, apa yang dikatakan Rodgers benar adanya. Hanya dua klub di Premier League yang menerima temabakan lebih sedikit dibandingkan Leicester musim ini.

Mempertahankan bola dan kemudian memenangkannya kembali dengan cepat. Menjadi permainan Leicester di bawah Rodgers. Meski begitu Rodgers mengungkap dirinya masih dalam tahap membangun. "Mudah-mudahan kami bisa membangun sebuah struktur cara bermain, yaitu yang pertama harus bertahan dengan baik."

"Suporter mungkin telah melihat tim saya di Swansea, Liverpool, dan Celtic. Mereka akan mengenal betapa intensnya kami mencoba menekan," papar Rodgers.

Bisa dikatakan Rodgers terbilang para pemainnya di Leicester terbuka dengan perubahan yang ditawarkannya. Hal ini tidak lepas dari sosok pemain senior seperti Kasper Schmeichel, Jonny Evans, dan Jamie Vardy. "Mereka telah fantastis sejak saya masuk dan sangat penting dalam hal kepemimpinan di ruang ganti."

Para senior ini membuat tugas Rodgers memoles pemain muda menjadi mudah. Ya, Rodgers memiliki skuat muda di Leicester. Saat menghadapi Manchester United di Old Trafford, Ricardo Pereira, 25 tahun, adalah pemain selain trio senior yang berusia di atas usia 23.

Sisanya, Wilfred Ndidi yang memiliki peran penting di lini tengah, James Maddison playmaker tim, Ben Chilwell dan Harvey Barnes, serta Caglar Soyuncu sang pengganti Harry Maguire, semua di bawah 23 tahun.

Para pemain muda tersebut sangat ambisius. Yang terpenting, mereka semua menerima ide-ide baru dari sang manajer. Bagi Rodgers sendiri yang paling penting, mereka semua ingin belajar. "Syukurlah, kami memiliki pasukan di sini yang terus-menerus ingin brkembang," kata Rodgers kepada Sky Sports. "Mereka adalah pemain yang bisa dilatih dan lapar."

Di atas lapangan, pasukan Rodgers siap menjalankan strategi yang diterapkan Rodgers, apapun itu. Fleksibilitas permainan Leicester bisa dilihat saat melawan Wolverhampton. Dengan formasi dasar 4-3-3, Rodgers mengeksplor semua opsi, entah itu menyerang dengan penyerang sayap, bek di kedua sisi yang membantu serangan, hingga menempatkan Maddison menjadi di sisi kiri, yang kemudian berubah kembali menjadi playmaker di posisi 10.

Jika diperhatikan, secara taktik, Rodgers bisa dikatakan merupakan perkawinan Klopp dan Guardiola. Hal ini memberi Leicester gaya menyerang yang unik. Konsep Rodgers terlihat begitu mudah dipahami. Siapa saja yang menyaksikan Leicester bermain akan langsung melihat sistem yang dimainkan. Ini menjadi bukti kejernihan visi yang diberikan Rodgers kepada para pemainnya.

Leicester memang tidak mendominasi penguasaan bola seperti Man City. Begitu pula Maddison dan Tielemans tidak akan berada sangat maju tanpa suport Wilfried Ndidi di dasar lini tengah.

Dengan kata lain, Rodgers membuat Leicester memiliki identitas dan arah. Dua faktor yang bisa menjadi fondasi ke depannya. Dan pencapaian Leicester musim ini bukanlah sebuah kebetulan.

Bagikan

Baca Original Artikel