Sosok Feature Timnas Liga Indonesia Indonesia

Kisah Kurniawan Dwi Yulianto Bagian II: Sukses bersama PSM dan Persebaya, Timnas Indonesia, dan Cita-cita

Tengku Sufiyanto - Senin, 13 Juli 2020

BolaSkor.com - Legenda Timnas Indonesia, Kurniawan Dwi Yulianto, pernah berkisah kepada BolaSkor.com tentang karier, momen krusial, hingga cita-citanya. BolaSkor.com sudah memuat artikel pertama tentang Si Kurus dengan judul "Kisah Kurniawan Dwi Yulianto Bagian I : Sebutan Si Kurus, Sampdoria Melawan Juventus, hingga FC Luzern".

Kini, BolaSkor.com di hari lahirnya ke-44 tahun, Senin (13/7), melanjutkan kisah perjuangan Kurniawan sebagai pesepak bola profesional setelah mendapat kontrak dari klub kasta tertinggi kompetisi Swiss, FC Luzern. Di sana, Kurniawan merasakan betul-betul menjadi pesepak bola profesional. Sikap disiplin yang ketat kelas Eropa hingga endorsment dalam hal perlengkapan menjadi hal awam bagi dirinya.

Gol Perdana di FC Luzern

Kurniawan langsung tampil memikat. Ia berhasil mencetak gol ketika FC Luzern mengalahkan Basel 2-1 pada laga lanjutan kasta tertinggi kompetisi sepak bola Swiss di tahun 1995.

“Sepatu pertama saat karier profesional, saya dapat sepatu gratis karena FC Luzern disponsori Adidas. Waktu itu sepatunya Adidas Copa Mundial. Kami tidak membeli. Kami dapat bebas, tinggal ambil di tokonya. Gaji pertama di FC Luzern adalah 3 ribu Swiss Franc (saat ini sekitar Rp40 juta lebih). Saat itu, gaji sama bonus malah lebih besar bonus,” ungkap Kurniawan kepada BolaSkor.com.

“Saat itu (1995) saya main. Kemudian saya mencetak gol kemenangan untuk tim saya di derby Swiss yang luar biasa.Saya menjadi orang Indonesia pertama yang bisa bisa mencetak gol di liga Eropa resmi, bukan trial dan saya benar-benar dikontrak,” tambahnya.

Baca Juga:

Mengenang Tony Dunne, Legenda Manchester United yang Dikagumi Rekan Setimnya

Nostalgia - Ketika Paul Ince Jadi Kapten Kulit Hitam Pertama Timnas Inggris, 27 Tahun Silam

Kurniawan Dwi Yulianto
Pelatih Sabah FA, Kurniawan Dwi Yulianto. (BolaSkor.com/Kristian Joan)

Kurniawan akhirnya mendapat panggilan Timnas Indonesia Senior ketika masih berumur 18 tahun pada tahu 1995. Ia sangat beruntung bertemu pemain senior yang dapat membimbingnya.

"Jadi waktu saya di Swiss itu pertama kali dipanggil saat saya umur 18 tahun tahun 1995 Timnas Indonesia Senior di Ciang Mai (SEAGames 1995 Thailand). Itu pengalaman berharga untuk saya. Saya harus bergabung dengan coach Fakhri (Husaini), Aji (Santoso), Jaya (Hartono), Robby (Darwis), itu saya sempat minder juga, tapi saya punya pikiran minder akan kacau saya cuek, dan alhamdulillah senior bisa bantu saya," ujarnya.

Kepopuleran Kurniawan membuatnya agak terperosok ke lubang hitam. Ia diduga menggunakan obat-obatan terlarang. Kurniawan bangkit dengan nasihat sang ibunda yang selalu terngiang di telinganya.

"Ya di Swiss tuh menguji mental saya antar hidup dan mati, kalau saya lemah wasalam. Saya dihujat sana-sini. Ibu selalu mendukung saya dengan jawab cacian dengan prestasi. Mereka akan diam ketika saya berprestasi, akhirnya diam, ini jadi buat pelajaran hidup saya," kata Kurniawan.



Bangkit dan Suksesnya Kurniawan Dwi Yulianto

Si Kurus bangkit dan tetap menjadi langganan Timnas Indonesia di beberapa kejuaraan yang diikuti. Kemudian, ia melanjutkan kariernya di Liga Indonesia. Pelita Jaya menjadi klub pertamanya di Tanah Air pada tahun 1995-1999.

Kesuksean Kurniawan hadir ketika membela PSM Makassar. Ia berhasil membawa Juku Eja menjadi juara Liga Indonesia 1999/2000. Lalu kemudian Kurniawan mengukir kesuksesan bersama Persebaya Surabaya, dengan menjadi juara Liga Indonesia 2004.

"Dua tim ini memang pengalaman tidak pernah terlupakan. Artinya buat saya antara manajemen, pemain, suporter benar-benar sama-sama menciptakan situasi yang kondusif. Tidak ada intervesi ke dalam atau ngerecokin di jobdesk masing-masing. Kita fokus bagaimana latihan dan main, ini jadi kesatuan yang bagus," tambahnya.

Meski begitu, kesuksesan klub tak sebanding di Timnas Indonesia. Si Kurus hanya mampu membawa Timnas Indonesia dua kali runner-up Piala Tigers (AFF) pada 2002 dan 2004. Lalu satu kali medali perak SEA Games 1997.

Kurniawan Dwi Yulianto
Kurniawan Dwi Yulianto. (Istmewa)



Cita-cita Sang Legenda

Pensiun sebagai pesepak bola profesional, Kurniawan melanjutkan karier sebagai pelatih. Ia pernah mencicipi menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia Senior (Piala AFF 2018) dan U-23 (SEA Games 2019 dan Piala AFF U-22 2019).

"Sebenarnnya saya mempersiapakan diri (jadi pelatih) bukan baru, dari 2010 sudah ancang-ancang untuk lisensi kepelatihan. Jadi memang sangat menyukai sepak bola dan kepelatihan sangat cocok untuk saya, apapun untuk sepak bola saya sangat semangat," katannya.

"Ya kalau rasa jangan ditanya (saat jadi asisten pelatih Timnas Senior dan U-23), membela Timnas itu statusnya tak ternilai, cita-cita kita berada di Timnas, walaupun tidak semudah yang kita bayangkan. Rezeki ada di saya (jadi asisten), dari coach Bima (Sakti) dan Indra Sjafri percaya saya, ini sebuah kebanggaan," lanjutnya.

Kurniawan Dwi Yulianto
Kurniawan bersama Kurnia Sandy dan Bima Sakti. (Instagram Kurniawan)



Meski begitu, ia belum mau ditunjuk sebagai pelatih Timnas Indonesia Senior. Ia masih ingin membuktikan kualitasnya sebelum mencapai tahap tertinggi.

Kurniawan sangat menghargai proses. Saat ini, ia fokus menangani klub Liga Super Malaysia, Sabah FA.

"Karena saya A Pro AFC di Malaysia, diharuskan menjalani karier dulu di Malaysia. Regulasi (Liga Super Malaysia) memakai pelatih A Pro. Agustus manajemen Sabah FA ingin bekerja sama dengan saya. Tapi kontrak saya di Timnas U-23 habis SEA Games. Selesai SEA Games, tidak ada panggilan (Timnas) saya akhirnya memutuskan ke Sabah FA," ujarnya.

"Cita-cita saya yang pasti ingin juara dengan tim yang saya latih di manapun itu berada," tegasnya.

Ia tak lupa memberikan pesan untuk sepak bola Indonesia, khususnya agar para striker lokal Indonesia bisa berkembang dan bersaing dengan penyerang asing. Ia ingin para striker lokal mendapat jam terbang yang bagus di kompetisi Tanah Air.

"Sehebat apapun pemain, karena ujian sesungguhnya adalah pada saat pertandingan. Pemain harus memutuskan di situ juga, diasah dengan jam terbang," ungkapnya.

Bagikan

Baca Original Artikel