Jurgen Klopp, Formula Anti-Guardiola, dan Arti Kekalahan Manchester City
BolaSkor.com - Laju tak terkalahkan Manchester City akhirnya terhenti. Tak sedikit yang berucap siapa lagi yang bisa mengalahkan pasukan Pep Guardiola kalau bukan Jurgen Klopp. Dan, Manchester City pun akhirnya takluk 3-4 oleh Liverpool di Anfield.
Jurgen Klopp memang merupakan lawan yang paling sering mengalahkan Pep Guardiola. Ini merupakan kemenangan keenam pelatih asal Jerman itu atas Guardiola, satu kemenangan lewat adu penalti. Guardiola sendiri pernah mengatakan selalu kesulitan melawan klub yang dipegang Klopp, yang tak henti menekan dan menyerang.
Tak sedikit yang berpendapat bahwa Klopp sejatinya bisa menuai hasil ini lebih cepat, yaitu pada pertemuan pertama. Namun, skenario Klopp yang sempat berjalan baik, buyar setelah Sadio Mane diusir wasit. Liverpool kalah telak 0-5.
Kekalahan dari Liverpool sendiri seharusnya tak begitu berpengaruh pada The Citizens. Kekalahan bukan berarti City saat ini sedang bermasalah dan dalam posisi terancam. Namun, City tetap harus mengambil pelajaran dari hasil di Anfield.
Pasalnya Liverpool sudah memperlihatkan apa yang bisa terjadi saat City, yang tak tampil optimal, meladeni lawan yang memiliki energi besar, memainkan tekanan tinggi, dan mau mengambil risiko. Liverpool menunjukkan bahwa tekanan berhasil memaksa pemain Manchester City kewalahan, gagal mengembangkan permainan, dan akhirnya membuat kesalahan.
Kemenangan Liverpool merupakan buah langsung dari sukses mereka merebut bola di area berbahaya yang kemudian dimaksimalkan lewat serangan cepat dan mematikan. Di sini Klopp yang memiliki nyali untuk bermain seperti itu. Hal yang tak dimiliki kebanyakan pelatih di Premier League yang memilih bertahan saat melawan armada Guardiola.
Tapi sekali lagi, keberanian Klopp ini tak lepas dari rekornya menghadapi Guardiola. Artinya boleh jadi Klopp memang memiliki apa yang disebut formula anti-Guardiola.
Musim ini tak sedikit manajer di Premier League yang mencari cara menahan Manchester City. Berulang kali kita lihat sebuah tim mengubah pola dan cara bermain yang biasa diusung saat melawan City. Beberapa nyaris sukses. Dari beberapa yang nyaris sukses itu sekilas tampil seperti yang biasa ditampilkan Klopp dengan bermain menekan sejak area pertahanan lawan.
Bedanya, tim lain hanya sekadar menekan tanpa memberi gangguan berarti dan akhirya kehabisan tenaga. Pada akhirnya di ujung laga Manchester City melibas mereka yang sudah kehilangan konsentrasi dan tenaga karena selalu mengejar bola.
Saat di Anfield, City tatap menampilkan permainan mereka seperti biasa. Bahkan dari sisi penguasaan bola mereka unggul dari tuan rumah. Namun, Liverpool terus menekan dan menekan. Pemain City tak diberikan ruang dan waktu untuk menyusun serangan.
Bermain dari belakang yang selama ini jadi keunggulan City berubah menjadi kelemahan. Ini karena seringnya pemain City kehilangan bola. Berbeda dengan tim lain, Liverpool melakukan tekanan secara efektif dan terus menerus karena memiliki kecepatan.
Klopp selama ini memang menuntut para pemainnya selalu dalam kondisi fit. Banyak yang menyebut permainan Klopp sangat menguras tenaga pemainnya. Karena itu dia memilih pemain yang dalam kondisi benar-benar fit untuk laga ini. Klopp tak memainkan Adam Lallana dan memilih Georginio Wijnaldum, Emre Can, dan Alex Oxlade-Chamberlain yang lebih bertenaga.
Liverpool memadatkan lapangan di area pertahanan City dan lini tengah. Tekanan membuat pemain belakang City, yang menjadi awal permainan, tak nyaman. Mereka harus mengatasi tekanan sekaligus kesulitan mencari sasaran umpan di lini tengah.
Lalu, apa arti dari kekalahan Manchester City ini? Akankah tim berikut tak lagi sulit meladeni pasukan Guardiola? Sejatinya secara teori, untuk mematahkan permainan dominan Manchester City adalah dengan menekan di area pertahanan dan memadatkan lini tengah. Namun itu hanya teori karena tak semua tim bisa melakukannya secara sempurna.
Banyak tim tak memilih itu dan memutuskan untuk mengambil cara lain, kebanyakan dengan menumpuk pemain di lini pertahanan dan membiarkan City menguasai bola sembari menanti peluang serangan balik.
Salah satu alasan mengapa Liverpool bisa mengalahkan City adalah mereka sangat berbahaya di depan gawang. Liverpool adalah tim paling subur kedua di Premier League musim ini di belakang City. Saat laga di malam tahun baru, City kesulitan menghadapi Crystal Palace.
Crystal Palace berhasil meredam City dengan menekan sejak area pertahanan. Pemain depan dan tengah Palace selalu mengganggu pemain belakang City yang berusaha mengalirkan bola. Namun, saat sukses merebut bola Palace tak bisa memanfaatkannya secara maksimal. Ini bedanya dengan Liverpool yang bisa membuat tiga gol dari tiga kesalahan yang dibuat pemain belakang City.
Sekali lagi, tak banyak tim di Premier League yang punya energi dan kecepatan seperti Liverpool. Tak semua tim tampil penuh energi dan kecepatan seperti Borussia Dortmund saat dipegang Klopp. dan yang terpenting, hanya Liverpool yang memiliki Roberto Firmino, Sadio Mane, dan Mohamed Salah di lini depan.
City akan tetap tampil seperti yang mereka mainkan karena mereka memang hebat. Tapi jika sebuah tim memiliki kekuatan, energi, kecepatan, dan lini depan mematikan, City bisa dihentikan. Meski demikian dibutuhkan pula keberanian. Buktinya Manchester United memiliki itu semua namun memilih bermain bertahan.