Anarki di Inggris Raya, Virus Corona, dan Nasib Pebulu Tangkis Indonesia di All England 2020
BolaSkor.com - "Anarchy for the UK, it's coming sometime and maybe. I give a wrong time, stop a traffic line. Cause I want to be anarchy, in the city."
Penggalan lirik Anarchy in the UK milik Sex Pistols tersebut rasanya menggambarkan apa yang sedang terjadi di Inggris Raya, terutama London saat ini.
Kekerasan, amarah, frustrasi, kebingungan, dan pengotakan sosial menjadi tema paling populer di Inggris periode 1970an. Pergolakan masal yang menyebabkan hampir terjadinya perang saudara menyebarkan ketakutan.
Ketika itulah Sex Pistols muncul dengan anarki dan kekerasan mereka. Menjadi pahlawan bagi kaum proletar, mungkin yang ada di pikiran mereka saat itu.
Baca Juga:
Kemenpora Sosialisasikan Pencegahan Virus Corona untuk Atlet Indonesia

Sayangnya, perwujudan pemberontakan serta amarah yang ditunjukkan Sid Vicious dan kawan-kawan justru menjadi contoh buruk. Kekerasan terjadi di Inggris, terutama London kala itu.
Atas nama kebebasan, mereka bilang. Bahkan Sex Pistols akhirnya sempat berkali-kali ditangkap sebelum akhirnya sampai bubar dua tahun setelah merilis Anarchy in the UK, tepatnya pada 1978.
Lewat sekitar 40 tahun pasca bubarnya Sex Pistols, anarki kembali terjadi di Inggris Raya, tepatnya London. Namun, kali ini dipicu oleh isu berbeda.
Adalah virus corona yang menjadi ancaman warga dunia, tidak terkecuali di London. Hingga tulisan ini dibuat, sudah ratusan ribu orang di seluruh dunia terpapar virus tersebut dan 3497 di antaranya meninggal dunia.

Beberapa hari lalu diketahui seorang warga Inggris Raya terjangkit virus corona. Alhasil, kekerasan mulai terjadi di London, kali ini dalam rangka pemukulan terhadap orang-orang Asia di sana.
Pasalnya, virus corona sendiri memang berasal dari Asia. Tepatnya di Kota Wuhan, China, yang menjadi tempat pertama penyebaran virus tersebut.
Xenophobia dan rasisme anti orang-orang Asia tengah menjangkiti Inggris Raya. Kaum sok katarsis itu menganggap pendatang dari Asia sebagai pembawa virus corona di negara mereka.
Seorang pelajar asal Asia Timur telah menjadi korban. Kepolisian di London sendiri sudah mulai menyelidiki kasus tersebut dan mencari pelaku pemukulan.

Alhasil, terjadi ketakutan bagi para pebulu tangkis yang berasal dari Asia untuk berlaga di All England 2020, termasuk Indonesia. Maklum, orang-orang Asia memang menjadi sasaran rasisme di sana.
Kondisi tersebut membuat Sekertaris Jenderal (Sekjen) PBSI, Achmad Budiharto, mengantisipasi hal tersebut. Budi berharap kasus rasisme di London tidak terbawa sampai ke tempat penyelenggaraan All England di Birmingham.
"Nanti kami antisipasi soal rasisme di Inggris ini. Para atlet jangan keluar Hotel sendirian agar aman. Kami juga meminta pengamanan dari penyelenggara," ujar Budi ketika ditemui BolaSkor.com di Pelatnas PBSI beberapa waktu lalu.
"Di All England itu dari hotel ke Arena Birmingham kan jalan kaki (tak ada shuttle). Rasisme-nya itu di London, karena itu memang daerah yang paling berimbas virus corona. Mudah-mudahan tidak (di Birmingham)," lanjutnya.
Semoga saja anarki di Inggris Raya yang disebarkan oleh Sex Pistols tidak berlanjut. Paling tidak sampai All England 2020 yang dihelat pada 11 hingga 15 Maret selesai.