3 Alasan Mengapa Sulit Mempertahankan Gelar Juara Premier League
BolaSkor.com - Mempertahankan gelar juara lebih sulit ketimbang merebutnya. Ungkapan tersebut sudah sering terdengar. Untuk Premier League, ungkapan tersebut sangatlah relevan.
Sejak dibentuk pada 1992, baru ada dua klub yang sukses mempertahankan titel juara Premier League. Dua klub tersebut adalah Manchester United (enam kali) dan Chelsea (sekali). Setan Merah menjadi klub terakhir yang bisa melakukannya, dan itu terjadi satu dekade silam.
Kampiun musim lalu, Manchester City sebelumnya sudah dua kali merebut trofi Premier League, 2011-12 dan 2013-14. Dalam dua kesempatan tersebut The Citizens gagal mempertahankan gelar mereka.
Kini, manajer Pep Guardiola kembali menghadapi tantangan serupa yang sebelumnya gagal dilakukan pendahulunya, Manuel Pellegrini dan Roberto Mancini.
Mengapa sulit untuk mempertahankan gelar juara di Premier League? Berikut BolaSkor.com mengurai 3 alasannya.
1. Sulitnya Menjaga Motivasi
Jose Mourinho merupakan satu-satunya manajer selain Sir Alex Ferguson yang sukses mempertahankan titel di Premier League. Namun, Mourinho juga hanya bisa melakukannya sekali. Mourinho mengetahui secara pasti bagaimana sulitnya menjadi juara Premier League dua usim beruntun. Saat gagal melakukannya pada 2015 bersama Chelsea, Mourinho menjadikan masalah mental sebagai kambing hitam.
"Ada dua tipe juara. Mereka yang juara setelah memenangi sesuatu - banyak yang seperti ini. Tapi ada juga juara yang memenangi dua, tiga, empat, lima, sepuluh atau lebih titel. Di klub ini, kami memiliki 25 juara, tapi berapa yang merupakan juara berseri?" ujar Mournho kala itu.
"Tentu tidak mudah untuk menjadi kampiun tiap musim, terutama di Premier League. Tapi Anda bisa menjadi juara berseri dalam bagaimana Anda bersikap. Ini adalah soal mentalitas."
Tantangan ini yang saat ini dihadapi Man City. Masih belum terjawab apakah Guardiola mampu menciptakan City sebagai juara berseri. Pasalnya, menurunnya motivasi setelah meraup sukses besar merupakan hal yang alami. Sudah menjadi tugas Guardiola untuk menjaga pasukannya tetap lapar dan termotivasi.
2. Kualitas Pesaing Meningkat
Saat juara bertahan berjuang membangkitkan motivasi, para pesaing terpacu untuk memperbaiki diri dan semakin berambisi mengalahkan mereka.
Semua tim ingin menjadi penakluk sang juara. Para rival bakal tampil lebih ganas tiap kali menghadapi sang juara. Sedangkan tim lain berambisi membuat kejutan.
Di samping itu, para pesaing memiliki keunggulan yang tidak dimiliki sang juara bertahan. Klub rival justru lebih mengetahui apa yang harus dilakukan. Pasalnya mereka akan mencari tahu cetak biru kesuksesan sang juara.
Dengan demikian, pada pesaing acap sudah memiliki cara bagaimana menghentikan sang juara di musim baru. Hal ini sudah terjadi pada Leicester City dan Chelsea yang menjadi juara pada 2015-16 dan 2016-17.
Setelah Leicester menjadi juara, semua tim tahu permainan yang menjadi andalan sang kampiun. Leicester dikenal mematikan lewat serangan balik yang mengandalkan kecepatan pemainnya. Hasilnya, semua tim melakukan pendekatan berbeda saat menghadapi Leicester. Senjata andalan Leicester pun tidak lagi membahayakan.
Pun dengan Chelsea yang menjadi juara setelah Antonio Conte mengejutkan Premier League dengan menggunakan tiga bek tengah dan lima gelandang. Namun, pada musim berikutnya, banyak tim yang mengadopsi permainan serupa. Lawan Chelsea sudah belajar bagaimana menghadapi mereka. Chelsea pun tidak lagi memiliki elemen kejutan.
3. Dilema Bursa Transfer
Mendapatkan pemain baru untuk menutupi kelemahan pada musim sebelumnya merupakan alasan utama sebuah klub aktif di bursa transfer pemain. Kondisi ini acap menjadi dilema bagi juara bertahan.
Tantangan juara bertahan adalah bagaimana menemukan keseimbangan antara memperkuat skuat dan mempertahankan harmoni di ruang ganti. Namun, tidak ada jawaban yang pasti terkait hal ini.
Pada 2000-01, Manchester United mempertahankan gelar juara Premier League tanpa mendatangkan pemain baru. Namun semusim kemudian, Setan Merah finis di peringkat tiga meski sangat aktif di bursa transfer dengan mendatangkan pemain besar macam Juan Sebastian Veron, Diego Forlan, dan Ruud van Nistelrooy.
Para pemain baru tersebut tentu didatangkan sebagai upaya mereka mempertahankan gelar. Namun yang didapat justru sebaliknya.
Di sisi lain, mempertahankan skuat yang sudah berhasil merebut trofi juga tidak selalu menjadi jawaban terbaik. Terlebih tim-tim lain berlomba menggaet pemain baru untuk menambah kekuatan.
Dalam urusan mendatangkan pemain baru, juara bertahan harus berhati-hati. Meski tidak mudah mendapatkan pemain baru yang bisa memperkuat tim yang sudah kuat, bukan berarti itu mustahil dilakukan.
Contohnya usai menjadi juara pada 2006/07, Manchester United merekrut Carlos Tevez, Owen Hargreaves, Luis Nani, dan Anderson. Para pemain baru berhasil membuat Man Utd makin kokoh dan melanjutkan dominasi mereka di Premier League.
Saat ini Manchester City sudah mendatangkan Riyad Mahrez sebagai suntikan pemain baru. Menarik ditunggu bagaimana peran dan kontribusi eks Leicester City untuk The Citizens.