Efek Positif

Sandro Mazzola. (Thesefootballtimes)

Dengan ciri khas kumis tebal dan rambut yang sedikit mengembang, tentu tidak akan sulit untuk mengenali Sandro Mazzola, legenda Inter Milan sekaligus anak dari korban tragedi Superga, Valentino Mazzola.

Sandro Mazzola lahir di Turin pada 8 November 1942, satu pekan setelah ayahnya meneken kontrak dengan Torino. Terbiasa melihat Mazzola senior beraksi di lapangan hijau, Mazzola junior berambisi untuk mengikuti jejak karier sang ayah.

Duo Mazzola tersebut memiliki gaya permainan yang berbeda. Pergerakan Valentino Mazzola memancarkan ketenangan di lapangan. Melesat melewati pemain lawan dan mendominasi permainan dengan cara khas pemain Italia kala itu. Valentino Mazzola adalah cerminan dari filosofi calcio. Hingga ajal menjemput, Valentino Mazzola mendulang 118 gol dalam 195 penampilan untuk Il Granata.

Bagi Sandro, Valentino adalah sosok ayah yang jauh di mata namun dekat di hati. Sebab, Valentino memutuskan untuk bercerai dengan sang istri pada 1946. Namun, hal tersebut tidak menjadi halangan bagi Valentino untuk membagi ilmu sepak bolanya kepada sang anak.

"Ayah saya mengajari hal-hal mendasar dalam dunia sepak bola. Untuk itu, saya selalu berutang kepadanya. Saya membangun karier bermodalkan kemampuan yang diajarkan olehnya," ujar Sandro Mazzola kepada Gazzetta Dello Sport.

"Tidak ada pilihan lain, saya harus menemukan kedamaian di lapangan dan berusaha menjalin ikatan dengan ayah saya. Kami hanya memiliki waktu yang sedikit untuk bersama-sama," kata sang legenda.

Valentino Mazzola (Thesefootballtimes)

Kisah cinta tanpa akhir antara Sandro Mazzola dan Inter Milan bermula ketika penyerang La Beneamata, Benito Lorenzi, mengunjungi rumah Mazzola untuk memberikan penawaran usai kepergian sang ayah.

"Suatu hari, Benito Lorenzi, pemain depan yang bermain bersama ayah saya di timnas Italia datang ke rumah. Dia meminta ibu saya untuk membiarkan saya pergi ke Milan untuk menjadi anak gawang tim. Giuseppe Meazza juga tergerak hatinya atas tragedi Superga dan datang membantu saya dan saudara saya," kata Mazzola.

"Kami berdua memakai perlengkapan Inter dan berjalan keluar dengan para pemain dan berdiri di sisi lapangan selama pertandingan. Bahkan, sebagai anak gawang, kami bisa mendapatkan 10 ribu lira untuk kemenangan dan 5 ribu lira untuk hasil imbang. Itu adalah uang yang sangat banyak bagi keluarga kami."

Kemurahan hati yang ditunjukkan Meazza dan Inter sudah cukup untuk meyakinkan Sandro bahwa masa depannya akan selamanya di Inter.

Setelah 12 tahun berselang, Mazzola melakukan debutnya ketika Inter bersua Juventus pada 1961. Ia menjadi pilihan pelatih Inter Milan ketika itu, Helenio Herrera, yang terkenal tak mudah memberikan kepercayaan bagi pemain.

Bersama dengan Luis Suarez, Mario Corso, Armando Picchi dan Giancinto Facchetti, Mazzola menjadi tulang punggung Nerazzurri ketika menguasai Italia dan Eropa pada 1960-an. Sandro Mazzola membawa Inter Milan memenangi Liga Champions atau yang dulu dikenal dengan nama Piala Eropa pada 1964 dengan predikat sebagai top scorer.

Satu tahun kemudian, Inter kembali mempertahankan gelar tersebut sekaligus melegitimasi jika Mazzola adalah satu di antara pemain terhebat dalam sejarah sepak bola Italia.

Kini, Mazzola melanjutkan karier sebagai komentator dan pandit di Rai TV. Meski telah lama meninggalkan dunia si kulit bundar, Mazzola tetap mengingat peran sang ayah.

"Saya lebih dekat dengan Valentino melalui sepak bola. Mungkin saya bisa belajar dan menjadi sesuatu yang lain, tetapi saya tidak tahu apakah saya akan merasa damai. Saya merasa dekat dengan ayah saya. Sepak bola menyatukan kami," ungkap Mazzola kepada Rai TV.

Seperti kata pepatah, setelah badai akan datang pelangi yang indah, begitu pula dengan kehidupan Sandro Mazzola. Keluarga Mazzola merasakan "efek positif" yang berujung dengan cerita manis dari tragedi Superga.

Lanjut Baca lagi