Hans-Jurgen Gede Bawa Kultur Sepak Bola Jerman ke Vietnam

Hans-Jurgen Gede

Sepak bola Jerman memiliki sejarah bagus dalam pengembangan pemain muda yang telah menjadi tradisi dan berlanjut sampai saat ini. Tradisi itu menular ke klub-klub Bundesliga dan berdampak bagus untuk timnas Jerman.

Oleh karena itu tidak usah heran jika selalu ada saja pemain-pemain muda yang masuk ke dalam timnas senior Jerman. Mereka memang berbakat dan disiapkan untuk investasi jangka panjang.

Hans-Jurgen Gede membawa gagasan itu ke Asia. Dahulunya lelaki berusia 63 tahun adalah mantan gelandang Schalke (1975-1977), SC Preuslen Munster (1977-1979), dan SC Fortuna Koln (1979-1991). Tak lama setelah pensiun ia langsung menjadi pelatih.

Sempat melatih Fortuna Dusseldorf pada awal karier kepelatihannya, Gede bertualang melatih Persepolis, timnas Iran U-23, menjadi Direktur Teknik Iran, membesut timnas Uzbekistan, Al-Ahli, Kuala Lumpur FA, dan mulai bekerja di Vietnam pada 2016.

Hans-Jurgen Gede (kanan)

Jabatannya sedari awal sudah jelas: Direktur Teknik Vietnam. Gede memantau dan turut mengembangkan usia muda Vietnam dan terus berkolaborasi memberikan masukan kepada Park Hang-seo.

Gede bekerja sebagai Dirtek Vietnam hingga 2019 (tiga tahun) dan meninggalkan Vietnam dengan kepala tegak. Gede tahu ia mendapatkan wawasan dan pengalaman berharga tak tergantikan yang menambah CV nya ketika berkarier di Asia.

"Seperti yang saya katakan sebelumnya adalah normal untuk putus di sepak bola. Lagipula, saya juga telah melakukan beberapa hal berguna untuk sepak bola Vietnam. Dan sebagai balasannya, Vietnam juga memberi saya banyak hal tentang kehidupan, memperkenalkan saya pada keindahan budaya," tutur Gede kepada Vnexpress.

"Di Belanda, selalu ada pot untuk membuat hot pot. Datang ke sini, saya menyadari ada hidangan yang luar biasa. Dalam dua tahun terakhir Natal, ketika teman-teman saya datang, mereka semua ingin saya membuat hot pot Vietnam. Ada hidangan lain, setiap kali istri saya datang ke Vietnam untuk makan, adalah hidangan ikan mas direbus dan dimakan dengan mie."

"Ada juga hari-hari yang berdekatan dengan Tahun Baru Vietnam tradisional, saya diundang untuk makan bersama keluarga Vietnam, untuk melihat reuni, tempat berteduh, kesenangan rakyat Vietnam."

"Itu yang tidak kami miliki di Eropa. Saya hanya memiliki satu putra, tahun ini juga sudah tua, sudah punya pekerjaan dan jabatan. Namun istrinya belum melahirkannya, yang merupakan kebebasan di Eropa, sepanjang hari hanya untuk merawat hewan peliharaan saja."

"Setelah dua dekade bertualang di Asia, saya menemukan kedamaian sebagai nilai terbesar yang dinantikan orang. Saya telah melalui dan menyaksikan begitu banyak hal gila sehingga saya tidak mengharapkan sesuatu yang tinggi lagi."

"Dengan Vietnam saya sudah ada selama empat tahun dan saya sadar negeri ini, hidup di sini memberikan rasa kedamaian," tambah Gede.

Clash of culture atau bertabrakannya dua budaya bisa diatasi Gede dengan baik di Vietnam. Meski sempat dikatakan oleh televisi di Vietnam bahwa dia tidak disukai di sana karena emosional dan mudah marah.

Karakteristik emosional orang Jerman memang kental dimiliki mereka ketika berekspresi dan tidak basa-basi mengutarakan apa yang ada di benak pikiran. Jurgen Klopp di Liverpool contohnya. Pun demikian dengan Gede.

Akan tapi kemarahan yang diperlihatkannya memiliki alasan tertentu - tidak asal marah. Lagipula menurutnya, ketegasan atau kemarahan acapkali dibutuhkan untuk mendidik pemain muda agar jalannya tidak menyimpang.

Park Hang-seo dan Hans-Jurgen Gede

"Saya mengerti Vietnam dengan sangat baik dan beradaptasi dengan sangat cepat. Saya telah berada di Asia selama lebih dari 20 tahun, telah melakukan perjalanan ke banyak negara, jadi saya tahu persis (budaya di Asia)," imbuh Gede.

"Saya makan pho, makan pasta udang. Bahkan, jenis bir dijual 10.000 dong per cangkir yang banyak orang bilang tidak baik, tidak boleh minum, saya rasa rasanya cocok dan sifat budaya yang unik dari orang Vietnam."

"Saya marah, saya pikir saya melakukannya. Tapi yang pasti, saya hanya marah pada pekerjaan yang tepat, orang yang tepat. Seperti pemain yang pemilih dan kurang substansi, fokus pada waktu atau melanggar peraturan. Saya bukanlah orang yang tidak masuk akal sampai menjadi mudah tersinggung tanpa alasan."

Di satu cerita pada turnamen di Indonesia, Gede juga membagikan pengalaman unik akan rasa frustrasinya menghadapi pemain-pemain muda Vietnam yang membeli rokok. Seperti diketahui rokok dijual bebas di Indonesia.

"Ada turnamen di Indonesia, beberapa pemain muda menyelinap untuk membeli rokok untuk merokok. Secara sosial, saya tidak mendukung merokok tetapi tidak mengutuk perokok, mereka hanya merokok di tempat yang tepat, tidak memengaruhi orang lain," terang Gede.

"Tetapi anak-anak masih muda, di bawah 18 tahun, dan itu bukan usia merokok. Ada yang salah dengan hukum. Apalagi, jika Anda seorang pemain sepak bola, Anda harus tahu bagaimana melindungi kesehatan Anda untuk memiliki karier yang panjang."

"Itu tidak berarti kami berada di negara Muslim, hukum yang ketat. Menjaga diri sendiri juga merupakan cara untuk melestarikan citra kolektif, bangsa, untuk melindungi "Bintang" yang Anda kenakan di dada."

"Pemain sepak bola profesional yang lebih tua dengan catatan merokok tidak baik, apalagi anak muda. Ini adalah tanggung jawab akademi, klub-klub di bawah, bukan petugas, pelatih kepala, dan VFF," urai Gede.

Latar belakang Gede adalah pemain dan pelatih, namun ia memiliki jiwa yang peduli dengan perkembangan pemain muda yang membuatnya cocok menjadi Dirtek.

"Saya sangat tertarik dengan sepak bola muda, karena kontinuitas adalah inti, tulang punggung dari latar belakang sepak bola," lanjut Gede.

"Tentu saja, ada banyak hal yang belum saya lakukan, secara makroskopis, belum ada gambaran komprehensif tentang latar belakang sepak bola yang diselesaikan selama saya di sini. Tetapi saya sendiri mencoba yang terbaik, seorang individu tidak dapat memutuskan sesuatu yang besar."

Hasil studinya terhadap pemain-pemain muda Vietnam juga menarik. Menurutnya banyak pemain muda berbakat di Vietnam yang sudah menonjol ketika tidak dalam sorotan kamera atau media.

"Saya mengikuti tim yunior, tetapi pekerjaan dimulai dengan sepak bola lokal. Tidak hanya sistem turnamen pemuda nasional, saya juga datang untuk menonton pertandingan latihan, pertandingan persahabatan, permainan internal yang tidak terbuka untuk penonton dan media," tambah Gede.

"Ada banyak hal menarik di sana, karena pemain yang bermain di lapangan tanpa penonton, tanpa lensa kamera akan menunjukkan kualitas terbaik. Mereka tidak dikuasai, karena mereka tahu bahwa tidak ada yang akan peduli dengan mereka."

Lanjut Baca lagi