Karakteristik Bermain Sepak Bola Asia dan Vietnam

Hans-Jurgen Gede (tengah)

Satu hal menarik lainnya adalah teori laga-laga yang dimainkan dalam kompetisi domestik yang tidak banyak, serta bagaimana sepak bola Asia memainkan sepak bola terbuka dalam kurun waktu 65 menit dan sisa 25 menit dalam situasi bola mati.

"Saya juga telah mempelajari format turnamen pemuda, menyadari bahwa pemain di bawah 21 tahun di Vietnam memiliki terlalu sedikit kesempatan untuk tampil. Selain jumlah laga yang hanya berkisar dari 12 laga hingga 15 laga per tahun, kami juga harus melihat jumlah waktu bola bergulir dalam pertandingan," papar Gede.

"Di Asia, bola sebenarnya bergulir sekitar 65 menit dalam satu pertandingan, yaitu 25 menit sisanya adalah bola mati. Pada negara-negara sepak bola terkemuka dunia, waktu bola bergerak di lapangan hingga 78 menit."

"Kami kehilangan hampir 15 menit per laga, sementara sudah beberapa laga sudah (berlalu). Jadi melalui banyak hal akan dilihat, pemain Vietnam tidak banyak bermain. Tapi sepak bola tidak (selamanya) soal permainan."

Hans-Jurgen Gede membawa segala pengalaman itu dalam hidupnya. Selepas membantu perkembangan sepak bola Vietnam, Gede memberikan pesan kepada pemain-pemain muda Vietnam dengan menjabarkan kekurangan yang mereka miliki.

"Cerdas, pemain Vietnam yang pintar. Tetapi itu tidak cukup. Faktanya, kita dapat berbicara jauh dan dekat secara fisik dan taktik, tetapi pada akhirnya, semuanya mengacu pada kata "kesadaran"."

"Seorang pemain yang sadar, dia akan tahu cara merawat dirinya sendiri, tahu apa yang buruk dan apa yang baik. Kelompok yang sadar akan tahu bagaimana menciptakan lingkungan yang sehat, menggabungkan semuanya."

Pergerakan tanpa bola dalam pertandingan juga menjadi aspek yang harus dibenahi Vietnam dan Park Hang-seo. Membangun ini tidak mudah dan dibutuhkan konsistensi di level tertinggi dalam menerapkan satu filosofi sepak bola yang sama.

"Berikutnya adalah kesadaran di lapangan sepak bola. Konsep "kesadaran" ini sangat luas. Saya hanya punya satu hal profesional untuk dikatakan: Masalah terbesar bagi para pemain Vietnam adalah bahwa mereka tidak memiliki perasaan "bergerak tanpa bola"."

"Dalam pertandingan, pemain hanya menyentuh bola sekitar 60 kali. Itu banyak, terutama di tempat-tempat bermain sepak bola yang panjang."

"Dalam 60 sentuhan itu, bagaimana mengoptimalkan umpan dan tembakan? Menendang bola untuk melakukan sesuatu yang orang lain meletakkan bola di kaki, dan bek berlari keluar untuk menembak? Harus bergerak, berlari, lari ke "blind spot" lawan baru untuk menangani situasi."

Sayang karier Hans-Jurgen Gede berakhir di Vietnam. Kendati demikian warisannya akan tetap ada di sana. Kedisiplinan ala Jerman dengan perpaduan Korsel Park akan terus tertanam di sepak bola Vietnam.

Cara VFF menangani Vietnam beserta pengembangan pemain muda yang mereka lakukan seyogyanya dapat ditiru PSSI di Indonesia. Persis seperti yang baru ini dikatakan Simon McMenemy, eks pelatih Timnas Indonesia.

Simon McMenemy

"Saya bertanya padanya cara mengembangkan kekuatan timnas dalam kondisi kualitas Liga Vietnam yang lebih rendah dibanding Indonesia," kata McMenemy di media Vietnam, Dantri.

"Mereka punya timnas yang kuat padahal perkembangan liganya tidak terlalu mengesankan. Bagaimana sepak bola Vietnam bisa memiliki hal itu?"

"Saya suka cara Vietnam memandang sepak bola di negara mereka. Mereka tidak melebih-lebihkan dengan mengatakan bahwa sepak bola mereka hebat atau liga mereka liga yang besar."

"Mereka lebih realistis. Mereka paham bahwa mengirim pemain berkarier di luar negeri dapat menambah kualitas pemain itu sendiri," tambahnya.

"Jika Indonesia mencoba mengirim pemain ke luar negeri, tentu timnas Indonesia akan jadi kuat. Sayangnya PSSI tidak melakukan itu," pungkas Simon.