Sosok Ayah dan Sersan Mayor bagi Pemain-pemain Muda

Harrison, seperti kebanyakan eks pemain atau manajer di generasinya, melatih kemampuan sebagai pemain dengan melakukan juggling, memainkan bola di jalanan dekat rumah, di halaman, dan ketika udara di luar sedang buruk, memainkannya di dinding rumah. Penuh kesederhanaan.

Di zaman yang belum mengenal internet, sosial media, Harrison adalah salah satu pelatih dengan metode old-school alias konvensional yang mengedepankan kerja keras dan pengorbanan di atas segalanya. Hal tersebut bisa dilihat melalui ucapannya di bawah ini.

Eric Harrison

“Saya benci pesepakbola mana pun yang tidak memberikan 100 persen (kemampuan). Pesepakbola profesional seharusnya berlutut dan bersujud, lalu mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena mereka sangat beruntung. Pemain-pemain yang mengeluh membuat saya marah,” tutur Harrison.

Ucapan itu relevan untuk menyindir pemain-pemain kekinian: banyak mengeluh, mencurahkan segalanya di sosial media, dan bahkan memberontak jika keinginannya tidak dipenuhi klub.

Metode yang diterapkan Harrison mungkin kuno saat ini, dengan canggihnya penerapan teknologi dan video, tapi efektif. Dengan penerapan nilai-nilai yang tepat, Harrison mengajarkan pentingnya sikap, kerja keras, pengorbanan, dan kerendahan hati untuk menjadi pesepakbola profesional.

Eric Harrison dan angkatan 1992 Manchester United

Sosoknya ketika melatih sangat tegas layaknya tentara dengan pangkat sersan mayor, tapi di momen lainnya, Harrison selalu peduli dengan anak-anak yang pernah dilatihnya, tidak peduli seberapa tuanya mereka.

“Eric akan datang dan pergi menuju peralatan fitness. Dia akan memastikan semua orang melihatnya dan dia tidak hanya melakukan angkat beban, tapi juga berolahraga dengan alat lainnya. Dia ingin memperlihatkan kepada kami betapa kuatnya dia,” tutur Ryan Giggs.

“Saat itu, kembali ke United, seperti halnya dalam dunia militer dan Eric adalah mayor sersan,” lanjut alumni akademi 1992 United yang kini melatih timnas Wales.

Lanjut Baca lagi