Di babak kedua permainan tidak jauh berbeda dari paruh pertama. Hal itu bisa dilihat dari total 73 persen penguasaan bola PSG berbanding 27 persen United, lalu 12 tendangan dan empat tepat sasaran PSG berbanding lima tendangan dan empat tepat sasaran United.

10 menit terakhir jadi momen krusial yang menentukan bagi kedua tim. PSG sedianya tetap lolos jika kedudukan itu bertahan. Mereka hanya perlu bermain bijak: bertahan ketika dibutuhkan dan menyerang ketika ada momennya.

Tapi yang tejadi, PSG terus saja ngotot menyerang untuk segera menyingkirkan United dari Liga Champions. Tuchel memasukkan Leandro Paredes dan Thomas Meunier.

Sebaliknya di kubu Man United, Solskjaer tahu jika mereka harus menyerang untuk mencetak gol ketiga. Dia bahkan, seolah, siap turun bermain sendiri dengan mengenakan rompi pemain cadangan di area teknis.

Solskjaer seakan ingin memberi pesan "Terus jaga keyakinan dan selalu siaga memaksimalkan momen sekecil apapun." Jiwa dan mentalitas itu memang selalu ada dalam diri Solskjaer, sang supersub terbaik Man United pada eranya (1996-2007).

"Selalu lebih baik untuk selalu mewaspadai kualitas Ole Gunnar Solskjaer. Dia salah satu pemain kunci di era terbesar klub ini. Dia selalu siap membantu, dalam 30 menit, 20 menit, 10 atau lima," ucap Tuchel sebelum laga berlangsing.

"Itulah semangat yang membentuknya dan itulah semangat Manchester United, bahwa mereka siap untuk apapun. Mereka klub kuat dengan sejarah besar. Sangatlah normal bahwa kami respek kepada kualitasnya. Ini tantangan besar untuk kami."

Kekhawatiran Tuchel jadi kenyataan. Faktor X benar-benar membantu United di laga itu. Jika sebelumnya blunder Kehrer dan Buffon, kali ini teknologi bernama VAR (Video Asisten Wasit) menjadi 'pemain ke-13'.

Pada menit tambahan waktu babak kedua, Diogo Dalot mengambil inisiatif melepaskan tendangan jarak jauh yang mengenai Presnel Kimpembe, hingga bola ke luar lapangan. Tangan sempat mengenai tangan kanan Kimpembe yang membalikkan badan untuk memblok bola.

VAR tidak mengenal sisi humanis. Damir Skomina, wasit laga kurang lebihnya butuh lima menit untuk menyaksikan tayangan ulang, hingga akhirnya menunjuk titik putih PSG.

Sontak seisi fans Man United dan PSG di seluruh dunia dibuat tegang seperti menonton "The Conjuring 2" di menit 90+4. Rashford, pemain berusia 21 tahun, merasakan seluruh beban ada di pundaknya. Tendangannya bisa jadi kebahagiaan untuk PSG atau United.

Dengan penuh keyakinan, Rashford tidak ragu dalam melangkah dan melepaskan tendangan yang gagal diantisipasi Buffon. Striker Inggris berusia 21 tahun membuktikan mentalitas dan langsung membuat gempar tribun penonton fans Man United.

Tendangan penalti penentu kemenangan Manchester United

Pemain-pemain yang cedera, legenda-legenda United, fans di seluruh dunia, dan bos besar, Sir Alex Ferguson, dibuat terharu dengan aksi comeback yang layak masuk ke dalam salah satu comeback terbaik sepanjang masa klub.

Man United mengamankan keunggulan 3-1 hingga akhir laga dan lolos ke delapan besar, menyingkirkan PSG yang sudah diunggulkan lolos, dengan agresivitas gol tandang 3-3.

Sekali lagi, Manchester Merah datang ke Paris tanpa 10 pemain yang cedera, Pogba yang absen, dan ketertinggalan agregat gol tandang 0-2.

Sontak sosial media dengan hastag berbau Man United, Solskjaer, dan seluruh momen ikonik, menjadi trending topic di seluruh dunia. Man United, untuk sekian lama, kembali melakukan comeback dramatis yang identik dengan era Sir Alex Ferguson.

Lanjut Baca lagi