Ketiga masalah di atas tentunya menjadi tanggung jawab penuh PSSI selaku induk tertinggi sepak bola di Indonesia. Ketiganya tercipta karena PSSI tidak menganggap serius pembinaan usia dini.
Sebagai contoh, Jepang memiliki kompetisi berjenjang hingga usia di bawah 10 tahun. Bandingkan dengan PSSI yang baru mengumpulkan pemain mulai U-17.
Selain itu, klub juga hanya memiliki tim U-19, itu pun baru diterapkan musim ini. Sebelumnya, klub Indonesia hanya punya tim senior dan U-21.
Satu lagi masalah Timnas Indonesia adalah persiapan yang terlalu mepet. Dengan skuat yang kerap bongkar pasang pemain, persiapan singkat tentunya tidak ideal untuk Skuat Merah Putih.
Sejatinya, persiapan Timnas Indonesia tidak akan terganggu andai kompetisi berjalan dengan lancar. Lihat saja, Liga 1 2018 tetap berjalan meski Piala AFF 2018 berlangsung.
Bandingkan dengan Thailand atau Malaysia yang liganya sudah berhenti sebelum Piala AFF 2018. Terbukti, timnas mereka lebih siap dalam menghadapi turnamen dua tahunan tersebut.
Berbagai fakta di atas tentunya membuktikan, 27 tahun puasa gelar dan PSSI belum juga kunjung belajar. Timnas Indonesia pun menjadi korban dari kebiasaan buruk PSSI tersebut.
Ketika negara-negara lain di Asia Tenggara mulai maju selangkah demi selangkah, Timnas Indonesia seolah masih jalan di tempat. Bukan salah pemain atau pelatih, tetapi PSSI.
Sejatinya, belum terlambat bagi PSSI untuk melangkah maju. Toh, bukan rahasia jika Indonesia dianugerahi segudang pesepak bola berbakat, tinggal bagaimana mengolahnya.