Seperti yang pernah dikatakan Anatoli Polosin 27 tahun silam, masalah di sepak bola Indonesia bukanlah pemainnya. Namun, berbagai hal di balik layar yang harus dibenahi.
"Juara itu sulit ditemukan. Namun, pemain sepak bola bagus bisa diciptakan," demikian ucapan pria yang meninggal dunia pada 11 September 1997 kala itu.
Berbagai contoh bisa diambil oleh PSSI untuk memajukan sepak bola Indonesia. Termasuk di antaranya kebijakan DFB (Asosiasi Sepak Bola Jerman) dan FA (Asosiasi Sepak Bola Inggris).
Kegagalan pada Piala Dunia 2002 membuat DFB membuat kurikulum sepak bola untuk pemain muda. Hasilnya, sejak Piala Dunia 2006, timnas Jerman hampir selalu masuk semifinal turnamen bergengsi, bahkan menjadi juara Piala Dunia 2014.
Setali tiga uang dengan FA yang menyoroti pengembangan pemain muda di Inggris. Beberapa kali timnas Inggris kelompok umur berhasil menjadi juara dunia, bahkan tim seniornya lolos ke semifinal Piala Dunia untuk kali pertama sejak 1990 pada 2018.
Andai mengikuti jejak dua negara juara itu, bukan tidak mungkin mimpi melihat Timnas Indonesia tampil di Piala Dunia bakal terwujud. Toh, Indonesia merupakan gudangnya bakat mentah sepak bola.
Di Indonesia, sepak bola bagaikan agama kedua. Berbagai lapisan kalangan menggemari olahraga yang kerap dianggap sebagai pemersatu bangsa tersebut.
Jadi, PSSI tidak perlu beralasan ini itu atau mengkambing hitamkan pelatih dan pemain. Sudah waktunya PSSI mawas diri dan belajar dari kesalahan masa lalu.
Kegagalan pada Piala AFF 2018 bisa menjadi tamparan sekaligus pembelajaran untuk PSSI. Cukup 27 tahun ini Timnas Indonesia gagal berprestasi. Tentu saja seluruh pencinta sepak bola Indonesia tidak mau menunggu 27 tahun lagi untuk mengakhiri puasa gelar bukan?