Sulitnya Meraih Triple Crown di Pacuan Kuda, Ini Penjelasannya
BolaSkor.com - Triple Crown dalam pacuan kuda, membuat arena sunyi karena ketakjubannya, hingga mengguncang lintasan dengan sorak-sorai.
Triple Crown bukan sekadar tiga kemenangan berturut-turut, melainkan simbol keunggulan mutlak.
Triple Crown adalah istilah untuk menyebut tiga balapan besar dalam satu musim, yang harus dimenangkan oleh seekor kuda pacu berusia tiga tahun.
Karena itulah, seekor kuda hanya punya satu peluang seumur hidup untuk mengejarnya.
Tidak bisa memperoleh lebih cepat, tidak juga ada musim kedua atau ulangan.
Kesempatan itu datang hanya sekali dan pergi secepat garis finis.
Baca Juga:
Marquez Geram Usai Publik Menuduh Pembalap MotoGP Tidak Serius
Kilas Balik F1 GP Inggris: Seri Pertama dalam Penyelenggaraan Balapan Jet Darat
Triple Crown Diraih Tidak Mudah

Meraih Triple Crown sangat sulit,karena jarak berbeda, setiap balapan punya jara tempuh berbeda.
Artinya, kuda harus punya kecepatan sekaligus daya tahan.
Lalu waktu pemulihan singkat, biasanya digelar dalam rentang waktu relatif dekat.
Pemulihan fisik jadi tantangan besar, dalam persaingan ketat.
Semua kuda terbaik usia 3 tahun ikut serta, dan tidak ada lawan mudah.
Dan tidak lupa faktor eksternal, seperti cuaca, trek, start buruk, hingga tekanan media bisa memengaruhi performa.
Tidak mengherankan jika dalam sejarah panjang pacuan kuda di seluruh dunia, hanya segelintir yang berhasil mengunci tiga kemenangan dan menyematkan gelar Triple Crown Champion di namanya.
Triple Crown di Beberapa Negara

Konsep Triple Crown hadir di berbagai belahan dunia sebagai simbol supremasi pacuan kuda.
Di Amerika Serikat, hanya kuda yang mampu menaklukkan tiga balapan legendaris: Kentucky Derby (1.600 meter), Preakness Stakes (1.900 meter), dan Belmont Stakes (2.400 meter), dalam rentang waktu dua bulan, yang berhak menyandang gelar bergengsi ini.
Dalam sejarah satu setengah abad Triple Crown Amerika Serikat, hanya 13 kuda yang berhasilmencatatkan namanya sebagai juara sejati.
Terakhir kali diraih Justify pada 2018, menyusulkeberhasilan American Pharoah tiga tahun sebelumnya di 2015, yang mengakhiri masa penantian selama hampir 40 tahun setelah peraih gelar terakhir.
Inggris adalah tempat kelahiran pacuan kuda modern, namun di sinilah pula Triple Crown seperti 'mitos'.
Tiga balapan yang harus dimenangkan adalah: 2000 Guineas Stakes (1.600 meter), The Derby (2.400 meter), St. Leger Stakes (2.900 meter).
Tantangan utamanya bukan hanya soal jarak yang makin panjang, tapi juga karena standar kualitas yang luar biasa tinggi.
Hingga kini, hanya 15 kuda yang pernah sukses menyapu bersihketiganya.
Nijinsky adalah nama terakhir dalam daftar itu, sejak tahun 1970.
Sejak saat itu, banyak yang nyaris, tapi tak satupun bisa menuntaskan.
Yang paling dramatis mungkin adalah Camelot pada 2012, gagal di langkah terakhir St. Leger dan membuat publikInggris menelan kekecewaan.
Di Jepang, Triple Crown dikenal sebagai Sambakan.
Terdiri dari:Satsuki Sh? (2.000 meter), Tokyo Y?shun / Japanese Derby (2.400 meter), Kikuka Sh? (3.000 meter).
Dibentangkan dari bulan April hingga Oktober, mahkota ini menuntut konsistensi selama setengah tahun, sesuatu yang sangat berat dalam dunia balap.
Hingga 2023, hanya 8 kuda jantan yang berhasil meraihnya.
Terakhir adalah Contrail (2020), menyusul nama-namalegendaris seperti Deep Impact, Orfevre, dan Symboli Rudolf.
Jepang juga memiliki versi Triple Tiara untuk kuda betina, yang terdiri dari: Oka Sh? (1.600 meter), Y?shun Himba / Japanese Oaks (2.400 meter), Sh?ka Sh? (2.000 meter).
Kuda-kudabetina seperti Apapane, Gentildonna, dan Almond Eye menempatkan diri dalam sejarahsebagai ratu balap sejati. Liberty Island menjadi peraih Triple Tiara terbaru pada tahun 2023.
Australia punya dua versi Triple Crown yang membuat tradisi mereka unik dan lebih kompetitif.
Untuk kuda jantan berusia tiga tahun, Triple Crown terdiri dari: Randwick Guineas (1.600 meter), Rosehill Guineas (2.000 meter), Australian Derby (2.400 meter).
Tiga balapan ini dihelat dalam musim gugur, dengan jeda yang ketat dan jarak yang terusmeningkat.
Tak banyak yang sanggup menaklukkannya. Dua nama besar yang berhasil adalahOctagonal (1996) dan It’s A Dundeel (2013).
Sementara itu, Triple Crown sprinter ditujukan untuk kuda spesialis jarak pendek: Lightning Stakes (1.000 meter), Newmarket Handicap (1.200 meter), TJ Smith Stakes (1.200 meter).
Karena persaingan ketat dan kualitas sprinter Australia yang merata, sangat jarang ada yang bisa menyapu bersih.
Tapi jika bicara sprinter terbaik, Black Caviar tetap tak tertandingi: 25 kali menang tanpa pernah kalah, termasuk beberapa dari balapan tersebut.
Di Hong Kong, Triple Crown bukan hanya sulit, tapi nyaris mustahil.
Hingga tahun 2025, hanyadua kuda yang berhasil menyapu bersih: River Verdon (1994) dan Voyage Bubble (2025).
Berbeda dari negara lain, Triple Crown Hong Kong terbuka untuk kuda pacu usia dewasa, bukan hanya tiga tahun.
Tiga balapan yang harus dimenangkan adalah: Stewards’ Cup (1.600 meter), Citi Hong Kong Gold Cup (2.000 meter), Champions & Chater Cup (2.400 meter).
Kombinasi stamina, umur, dan konsistensi membuat gelar ini sangat langka dan dihormati.
Tidak heran jika hanya dua nama berhasil mencatatkan sejarah dalam lebih dari tiga dekade.
Meski konsepnya serupa, tiga kemenangan dalam satu musim, Triple Crown di setiap negara punya warna dan tantangan tersendiri.
Di Amerika, Inggris, dan Jepang, Triple Crown adalaharena khusus bagi kuda usia 3 tahun.
Sementara di Hong Kong, usia tak lagi jadi batasan.
Di Australia, bahkan sprinter pun diberi jalur menuju mahkota mereka sendiri.
Triple Crown Indonesia

Triple Crown di Indonesia, meski berbeda rute, namun semangatnya sama: tiga seri balapan berjenjang, yang masing-masing menuntut keunggulan berbeda.
Seri I di bulan April (1.200 meter), Seri II di bulan Mei (1.600 meter), dan klimaksnya: Indonesia Derby di bulan Juli sejauh 2.000 meter.
Sepanjang sejarah PORDASI, baru dua kuda saja yang meraih gelar Triple Crown, yaitu kuda Manik Trisula pada 2002 dan kuda Djohar Manik pada 2014.
Dan sejak itu, satu dekade lebih, mahkota itu hanya indah dikenang, namun sulit diulang.
Sejarah mencatat setidaknya tujuh kuda yang nyaris menyentuh Triple Crown namun gagal.
Ada yang gagal di leg terakhir seperti King Master (2006), King Runny Star (2015), Nara Asmara (2016) dan Queen Thalassa (2019).
Ada juga yang menang di 2 laga terakhir namun sayangnya gagal di leg pertama sepertiPesona Nagari (2008) dan Bintang Maja (2023).
Sementara Lady Aria (2018) memenangkanleg pertama dan Derby, tapi hanya mampu finis kedua di leg kedua.
"Dari situ kita lihat, begitu sulit meraih Triple Crown Indonesia," ujar Ketua Komisi Pacu PP PORDASI, Munawir.
Triple Crown, sambung Munawair, menuntut daya tahan luar biasa kuda, konsistensi taktergoyahkan, strategi cermat, dan kesiapan menghadapi tantangan cuaca, cedera, bahkanfluktuasi psikologis seekor kuda.
Munawir menjelaskan Triple Crown Indonesia dirancang menyesuaikan karakter dan dayatahan kuda lokal.
Derby tidak dibuat 2.400 meter seperti luar negeri agar tidak membebani ataumencederai kuda.
"Realistis saja. Karena kuda-kuda di sini belum kuat jaraknya sepanjang itu," ucap Munawir.
Adapun kriteria peserta Triple Crown Indonesia sama dengan negara lain kebanyakan, yakni kuda umur 3 tahun.
"Artinya seekor kuda hanya punya satu kali peluang seumur hidup untukmenjadi juara Triple Crown," imbuhnya.
Di Ambang Pintu Sejarah Baru

Kini olahraga pacuan kuda di Indonesia ada di ambang pintu terciptanya sejarah baru Triple Crown.
Setelah Indonesia’s Horse Racing (IHR)–Triple Crown Serie 1 pada April dan IHR–Triple Crown Serie 2 pada Mei lalu, rangkaian perebutan gelar Triple Crown 2025 di Indonesia tinggalmenyisakan satu lagi kejuaraan yaitu IHR–Kejurnas Serie 1 Indonesia Derby atau IHR–Indonesia Derby pada 27 Juli mendatang.
Kuda King Argentine yang telah memenangkan Kelas 3 Tahun Derby di IHR–Triple Crown Serie 1 dan IHR–Triple Crown Serie 2 lalu, menghidupkan peluang menjadi kuda ketiga peraih gelarTriple Crown di Indonesia jika bisa memenangkan Kelas 3 Tahun Derby di IHR-Indonesia Derby.
Selangkah lagi, dan kita berharap dapat melihat terukirnya sejarah baru di Indonesia.
Triple Crown bukan sekadar tiga kemenangan. Ia adalah ujian kesempurnaan tentangketangguhan fisik, kecepatan yang konsisten, strategi matang, dan keberuntungan yang berpihak.
Banyak yang mencoba, hanya sedikit yang berhasil – sejarah di seluruh dunia telahmembuktikan.
Kini, Indonesia menanti apakah 27 Juli nanti mahkota itu akan kembalimenemukan tuannya.