Ragam Feature Liga Indonesia Indonesia Liga Dunia Liga Lain Berita

Seharusnya Penyelenggara Copa Libertadores Tiru Liga Indonesia

Budi Prasetyo Harsono - Senin, 03 Desember 2018

BolaSkor.com - Laga leg kedua final Copa Libertadores 2018 siap berlangsung di Stadion El Monumental pada Sabtu (24/11). Kota Buenos Aires dan seantero Argentina yang menjadi tempat pertandingan memanas sejak jauh-jauh hari.

Bukan tanpa alasan, dua kesebelasan paling top di Argentina, River Plate dan Boca Juniors, akan saling berhadapan. Kota Buenos Aires pun seakan terbelah oleh nama besar kedua kesebelasan.

Dapat dimaklumi, baik River Plate dan Boca Juniors merupakan rival berat. Latar belakang pendukung kedua kesebelasan membumbui perseteruan mereka.

River Plate merupakan klubnya orang-orang kaya di Buenos Aires. Rata-rata, aristokrat dari kota itu memilih untuk mendukung mantan klub Gabriel Batistua tersebut.

Sebagai 'si miskin', Boca Juniors bisa membusungkan dada dari rivalnya. Soal prestasi, kesebelasan yang melambungkan nama Diego Maradona itu lebih mentereng.

Perolehan 67 trofi Boca Juniors unggul jauh dari koleksi piala River Plate. Sang rival baru memiliki 48 gelar di lemari trofi yang mereka miliki.

Baca Juga:

Gol untuk Persija Jakarta Terasa Istimewa bagi Sandi Sute

5 Pertandingan yang Ditunda karena Faktor Keamanan

Boca Juniors dan River Plate Protes Final Copa Libertadores di Santiago Bernabeu

Kondisi tersebut membuat Buenos Aires seolah menjadi medan perang ketika River Plate dan Boca Juniors dipastikan bersua pada partai puncak final Copa Libertadores 2018.

Pada laga leg pertama yang berakhir dengan skor 2-2, atmosfer pertandingan masih bisa dikendalikan oleh pihak keamanan. Sayangnya, laga leg kedua berjalan di luar kendali.

Batu, botol beling, dan bos asap melayang. Kaca-kaca bus Boca Juniors pecah berserakan. Rasanya, tidak pernah terbayang dalam pikiran para pemain Boca Juniors bakal mengalami hal seperti itu.

Toh, mereka berpikiran datang ke El Monumental untuk bermain sepak bola, bukan berperang. Sayangnya, bukan sambutan hangat yang didapat para pemain Boca Juniors, melainkan lemparan barang.

"Saya merasa tersakiti. Pertandingan ini semestinya menjadi pesta, tetapi kami merasa ini justru lebih seperti perang," kata Kapten Boca Juniors, Pablo Perez.

"Mata saya bermasalah, tim dokter memberi tahu saya, mata saya terluka. Kemungkinan luka ini didapat dari pecahan gelas yang mereka lempar," lanjutnya.

Situasi menjelang laga puncak Copa Libertadores itu mengingatkan terhadap rutinitas yang terjadi di Liga Indonesia. Tepatnya ketika Persija Jakarta dan Persib Bandung saling berhadapan.

Kedua kesebelasan merupakan klub paling sukses di Liga Indonesia. Apabila ditotal, Persija 10 kali memenangi Liga Indonesia (sembilan perserikatan, satu Ligina).

Sementara itu, perolehan Persib tidak kalah mentereng. Klub berjuluk Pangeran Biru tersebut tujuh kali menjadi juara (lima perserikatan, satu Ligina, satu ISL).

Letak geografis yang berdekatan serta persaingan gengsi kota besar membuat rivalitas antara Persija dengan Persib memanas. Mulai era 2000-an, bentrok kerap terjadi setiap kedua klub bertanding.

Lama kelamaan, ketegangan antara para pendukung Persija dan Persib semakin tidak terkontrol. Korban jiwa berjatuhan, para pemain kedua tim pun kerap menjadi sasaran kericuhan.

Akhirnya, Liga Indonesia mengadakan berbagai solusi demi menanggulangi kericuhan yang kerap terjadi ketika Persija berhadapan dengan Persib.

Mulai dari larangan pendukung Persija dan Persib untuk bertandang ke markas lawan, hingga penggunaan mobil keamanan guna memboyong para pemain ke stadion.

Meski belum 100 persen efektif, rupanya cara yang dilakukan oleh penyelenggara Liga Indonesia cukup berhasil. Setidaknya, pertandingan Persija melawan Persib masih bisa berlangsung.

Langkah tersebut dilakukan bukan hanya untuk Persija dan Persib. Namun juga untuk pertandingan lain yang berpotensi terjadi keributan seperti Persebaya melawan Arema.

Sejatinya, langkah Liga Indonesia tersebut merupakan solusi yang bisa ditiru oleh Copa Libertadores. Alih-alih memindahkan pertandingan ke Spanyol seperti yang mereka rencanakan.

Toh, keinginan memainkan final Copa Libertadores mendapat tentangan dari berbagai pihak. Mereka menilai pertandingan tersebut wajib dilaksanakan di Amerika Selatan.

Satu per satu mantan pemain River Plate dan Boca Juniors angkat suara. Bahkan, Pep Guardiola yang notabene orang Spanyol juga menentang rencana tersebut.

Memang, apa yang dilakukan oleh Liga Indonesia bukanlah solusi terbaik. Namun, dengan situasi yang tidak kondusif, cara tersebut merupakan jalan satu-satunya.

Menertibkan para penonton merupakan peer besar yang masih harus dikerjakan oleh Liga Indonesia dan penyelenggara Copa Libertadores. Sampai kapan pertandingan sepak bola akan dilangsungkan dalam kondisi mencekam?

Toh, seperti yang telah diutarakan di atas, para pemain hanya ingin bermain sepak bola, bukan berperang.

Bagikan

Baca Original Artikel