Piala Dunia 2006, Turnamen Terbaik untuk Dikenang
BolaSkor.com - Bagi penggemar olahraga apa pun, apakah negara Anda ikut ambil bagian atau tidak, Piala Dunia selalu dinanti-nanti banyak orang. Selain itu, jeda waktu selama empat tahun memberikan rasa rindu yang tebal di relung hati. Intinya, setiap edisi Piala Dunia selalu menimbulkan kontroversi, perasaan haru dan senyum bahagia yang terekam di dalam ingatan.
Pada dua dasawarsa terakhir, Piala Dunia 2006 menjadi satu di antara yang paling mencolok. Selain tandukan Zinedine Zidane ke Marco Materazzi, Piala Dunia 2006 punya seabrek kisah yang tidak akan habis untuk diceritakan jika hanya ditemani secangkir kopi.
Piala Dunia 2006 menghadirkan sederet pemain yang saat ini sudah berstatus legenda seperti Gianluigi Buffon, Michael Ballack, Luis Figo, Ronaldo dan Zinedine Zidane. Mereka saling beradu kemampuan dengan pemain tenar layaknya Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Wayne Rooney dan Lukas Podolski.
Versi Piala Dunia tersebut bisa dikatakan populer karena sejumlah alasan. Mulai dari gol-gol cantik, kebangkitan Italia di tengah Calciopoli hingga beberapa tim underdog yang membalikkan prediksi banyak pihak.
Satu di antara alasan mengapa Piala Dunia 2006 menjadi menarik adalah deretan portofolio dari gol yang tercipta. Tendangan jarak jauh, liukan tubuh untuk mengubah arah bola dan kerja sama tim sebelum penonton bersorak tersaji selama satu bulan penuh.
Philipp Lahm menjadi aktor dari kubu tuan rumah yang mampu mengkreasikan gol cantik. Dari sayap kiri, bek Bayern Munchen tersebut mengayunkan bola untuk melewati penggawa Kosta Rika, Jose Poras.
Gawang Kosta Rika lagi-lagi menjadi sasaran gol indah. Kali ini, Trosten Frings yang mencatatkan namanya di papan skor. Frings meluncurkan tendangan yang tak mampu diadang Porras yang kembali jatuh sembari melihat jala gawangnya terkoyak.
Selain itu, gelandang timnas Inggris, Joe Cole, ikut masuk daftar pencetak gol dengan proses lebih rumit daripada yang lainnya. Pemain yang pernah membela Chelsea tersebut menerima bola di luar kotak penalti Swedia, kemudian melakukan sedikit gerakan individu dan mengakhirinya dengan sempurna untuk memperdaya Andres Isaksson.
Proses yang serupa juga terjadi pada gol Maxi Rodriguez. Ia berhasil mendulang gol dari tepi kotak penalti Meksiko dan mengubah skor jadi sama kuat, 1-1.
Selain itu, ada juga gol dari Andrea Pirlo, Tomas Rosicky, Ronaldo serta penalti panenka milik Zidane yang rasanya layak masuk dalam dalam '7 gol terbaik Piala Dunia 2006, nomor 5 paling keren', sebuah judul templat yang kerap jadi yang terpopuler di berbagai platform pada dewasa ini.

Seperempat tim yang berpartisipasi di Piala Dunia 2006 adalah debutan. Jadi, bukan rahasia umum jika mereka tampil dengan semangat yang membara. Angola, Ghana, Pantai Gading, Togo dan Trinidad & Tobago melakoni debut.
Adapun Republik Ceko, Ukraina dan Serbia Montenegro ikut serta dalam kompetisi untuk pertama kalinya sebagai negara merdeka, setelah sebelumnya diwakili sebagai bagian dari Cekoslowakia, Uni Soviet dan Yugoslavia.
Dari semua tim debutan tersebut, Ukraina yang bermaterikan pemain seperti Andriy Shevchenko, Anatoliy Tymoshchuk dan Andriy Voronin menjadi tim yang paling jauh melangkah. Setelah dibantai Spanyol 4-0 pada pertandingan pertama, tim yang identik dengan warna kuning tersebut bangkit dengan melibas Arab Saudi 4-0 dan
menjungkalkan Tunisia pada pertandingan pamungkas fase grup.
Pada fase gugur, Ukraina berhasil mengatasi Swiss pada babak tos-tosan setelah bermain 0-0. Namun, laju mereka terhenti di tangan sang juara, Italia, pada babak perempat final. Kendati demikian, itu adalah sekelumit kisah apik dari tim kemarin sore.
Sementara itu, dua tim debutan lainnya, Ghana dan Republik Ceko berada dalam satu grup bersama Italia dan Amerika Serikat. Ketika itu, Ceko adalah tim kejutan yang punya cerita inspiratif dengan berhasil menembus semifinal Piala Eropa 2004. Selain itu, skuat asuhan Karel Bruckner juga diperkuat Petr Cech dan Pavel
Nedved.
Pada sisi lain, Ghana menurunkan pemain muda dengan hanya satu penggawa yang berusia di atas 30 tahun (rata-rata usia 24,6 tahun). Tim asalah Afrika tersebut punya pemain yang tersebar di liga-liga top Eropa dan pelatih asal Serbia, Ratomir Dujkovic, yang telah memeras otak untuk menerobos babak kualifikasi.
Kedua tim memulai kompetisi dengan hasil yang tak beda jauh dari prediksi rumah judi. Ceko menang atas Amerika Serikat dan Ghana tak berkutik ketika bersua Italia. Setelah itu, ketika kedua tim saling berhadapan pada pertandingan kedua, Ghana berhasil unggul 2-0 berkat gol yang dikreasikan Michael Essien dan Stephen Appiah.
Kemudian pada laga penentuan, Ghana berhasil menekuk Amerika, adapun Ceko tak mampu mengimbangi Italia. Singkat cerita, Ghana menemani Italia lolos ke fase selanjutnya.
Sayang sungguh disayang, pada fase gugur, The Black Stars harus menghadapi Brasil. Prediksi di atas kertas pun terjadi di lapangan. Ghana harus mengubur mimpinya lolos ke babak selanjutnya.
Kontroversi

Wasit selalu menjadi bagian yang tak luput dari sorotan pada sebuah kompetisi tak terkecuali di Piala Dunia 2006. Mungkin, satu di antara kesalahan terbesar dalam dunia perwasitan terjadi di Jerman. Saat itu, Graham Poll keliru memberikan tiga kartu kuning kepada Josip Simunic sebelum mengusirnya ke luar lapangan. Kejadian tersebut membuat Poll pulang lebih awal dan memutuskan untuk pensiun dari kompetisi internasional.
"Hukum pertandingan sangat spesifik. Wasit bertanggung jawab atas tindakannya dalam pertandingan. Saya adalah wasit pada malam itu dan kesalahan yang terjadi membuat saya berhenti," kata Poll.
Wasit berikutnya yang menjadi buah bibir ialah Valentin Ivanov, pengadil terkenal dari Rusia. Ketika memimpin pertandingan Belanda kontra Portugal pada babak 16 besar, total Ivanov mengeluarkan 16 kartu kuning. Sementara itu dua pemain belanda, Giovani Van Beonkhorst dan Khalid Boulahrouz serta dua penggawa Portugal, Deco dan Costinha harus menonton pertandingan dari dalam ruang ganti karena menerima kartu merah.
Presiden FIFA, Sepp Blatter bereaksi dengan memanggil Ivanov. Blatter menyebut seharusnya Ivanov harus menerima kartu kuning karena melakukan sejumlah kesalahan. Hasil pertemuan tersebut bisa ditebak, Ivanov mengikuti jalan hidup Graham Poll dengan undur diri dari panggung internasional.
Selain itu, masih ada beberapa kontrversi yang melibatkan wasit di Piala Dunia 2006. Sebut saja ketika Italia mendapatkan penalti kontroversial ketika saling sikut dengan Australia di babak 16 besar. Sementara itu, Brasil juga diuntungkan dengan keputusan wasit yang keliru ketika Andriano sudah berada satu langkah di belakang pemain Ghana namun tidak dianggap offside.
Bahkan pada awal kompetisi, wasit sudah melakukan kesalahan dengan tidak mengesahkan gol penggawa Argentina Roberto Ayala yang dianggap bola belum melewati garis gawang.
Ironi Zinedine Zidane

Bila Piala Dunia 2018 dianalogikan sebagai sebuah orkestra, tidak diragukan Zinedine Zidane yang pantas menjadi dirigen. Pria yang belakangan ini menghiasi halaman depan surat kabar tersebut dengan tenang dan anggun melantunkan kemampuan individunya dengan bola yang seolah-olah menempel di kakinya.
Zidane berstatus sebagai satu di antara pemain tertua pada Piala Dunia 2006. Di Real Madrid, Zizou sudah digosipkan akan pensiun pada akhir musim.
Setelah berjuang pada babak grup dengan lolos sebagai runner up di bawah Swiss, Prancis bertemu lawan kuat, Spanyol, pada babak 16 besar. Ketika itu, Zidane menghadapi beberapa pemain asal La Liga yang notabene sudah paham betul cara bermainnya. Bahkan, sejumlah pakar memprediksi pertandingan itu adalah akhir dari
karier Zidane yang termasyhur di tim Ayam Jantan.
Bertanding di Hannover, Prancis tertinggal lebih dulu melalui aksi David Villa. Namun, bukan Zidane namanya jika tidak mampu membalikkan prediksi. Prancis akhirnya bisa menyamakan kedudukan setelah Franck Ribery mendulang gol. Setelah itu, pada babak kedua Zidane mendikte pertandingan.
Prancis mampu berbalik unggul melalui aksi Patrick Vieira, namun Zidane tak mau ketinggalan untuk unjuk gigi. Jelang wasit meniupkan peluit akhir, Zidane menerima umpan Sylvain Wiltord, mengelabui Carles Puyol, dan melepaskan tembakan yang tak mampu dimentahkan kiper La Furia Roja, Iker Casillas.
Selanjutnya giliran Brasil yang masuk dalam buku sejarah tim yang berhasil dikalahkan Zidane. Pada saat itu, Brasil dihuni pemain terbaik dari liga top Eropa seperti Ronaldo, Adriano, kaka hingga Ronaldinho. Namun, pada malam bertabur bintang tersebut, cahaya Zidane yang paling mengilap.
Kebangkitan Italia

Cerita Calciopoli menyelimuti Italia ke mana pun mereka pergi. Gli Azzurri tidak kekurangan talenta, namun masalah di dalam negeri menjadi pekerjaan rumah yang sulit diselesaikan.
Pada saat itu, pemain Juventus menjadi sorotan. Maklum, La Vecchia Signora dikabarkan menjadi dalang utama Calciopoli. Bahkan setelah menyisihkan Australia, manajer tim, Gianluca Pessotto mencoba bunuh diri. Beruntung, dia masih selamat namun menderita beberapa patah tulang dan pendarahan yang parah.
Kejadian tersebut membuat Italia terguncang. Bahkan, dua penggawa Azzurri, Alessandro Del Piero dan Gianluca Zambrotta diizinkan meninggalkan pusat pelatihan untuk menengok mantan rekan satimnya tersebut.
Jelas, Calciopoli telah memengaruhi mental pemain Italia. Namun, Marcelo Lippi tetap berpegang teguh pada tujuan untuk meraih gelar. Toh, pada akhirnya Italia dapat tersenyum lebar.
Mental bertanding Italia diuji ketika menghadapi tuan rumah Jerman pada babak semifinal. Ketika itu, pertandingan berakhir dengan skor 0-0 pada 90 menit. Italia dibuat keringat dingin bila menilik rekor tak terkalahkan Jerman pada babak adu tendangan penalti. Itu artinya, Gianluigi Buffon dan kawan-kawan harus menyelesaikan pertandingan pada babak tambahan jika tidak mau senam jantung pada adu tendangan penalti.
Hebatnya, Italia mampu membuka keunggulan dua menit sebelum laga usai. Bek sayap, Fabio Grosso merangsek ke depan dan berhasil membuat Jens Lehman memungut bola dari dalam gawangnya. Satu menit berselang, Del Piero memastikan kemenangan negeri asal tokoh fiksi, Don Corleone, tersebut setelah mengubah papan skor menjadi
2-0.
Memorabilia

Setelah proses panjang, Piala Dunia 2006 hanya menyisakan Prancis dan Italia. Ya, kedua tim akan bertemu pada pertandingan final.
Bermain di Olympiastadion Berlin yang penuh sesak oleh suporter kedua tim, Zidane masih menjadi pusat perhatian setelah tampil impresif pada babak sebelumnya. Walaupun pada akhir pertandingan Zidane dituding sebagai kambing hitam kekalahan Prancis setelah menerima kartu merah akibat menyeruduk dada Materazzi.
Prancis memimpin terlebih dahulu setelah penalti panenka yang dilakukan Zidane tak mampu dibaca dengan baik oleh Gianluigi Buffon. Namun, keunggulan tersebut tidak bertahan lama, menerima sepak pojok dari Andrea Pirlo, Marco Matterazzi berhasil membuat gawang Prancis bergetar.
Setelah melewati babak tambahan kedua, skor masih tetap imbang 1-1. Walhasil pertandingan dilanjutkan ke babak tos-tosan.
Fabio Grosso lagi-lagi membuktikan jika dirinya merupakan jimat keberuntungan Italia. Maju sebagai algojo, sang pemain mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sekaligus memastikan Azzurri memenangi Piala Dunia 2006.
Esok pagi, sejumlah media olahraga terkemuka menerbitkan dua gambar. Foto Fabio Cannavaro yang tengah mengangkat piala disandingkan dengan Zidane yang tertunduk sambil berjalan menjauh dari panggung sang jawara.

Sulit untuk memberi label Piala Dunia terbaik karena itu adalah keputusan yang subjektif. Semua bergantung dari pengalaman Anda sebagai penggemar sepak bola sampai saat itu. Sedangkan bagi sebagian besar orang, Piala Dunia yang dihelat pada masa muda jadi paling tak terlupakan karena menyajikan aksi pemain yang tengah digandrungi.
Namun, pada tingkat yang objektif sekali pun, Piala Dunia 2006 sangat luar biasa. Kontroversi terjadi pada hampir seluruh tim, dengan beberapa hal yang meyerempet ranah politik. Hal itu menambahkan subplot yang menarik.
Selain itu, ada pemain dengan litani merdu. Beberapa di antaranya datang pada masa penghujung karier dan yang sisanya dalam keadaan bersiap menorehkan sejarah.
Bila Anda masih skeptis, kunjungi Youtube dan nikmati aksi memukau dari Zinedine Zidane di Piala Dunia 2006. Sosok yang tak banyak bicara namun menggoreskan berlembar-lembar tinta emas.
Kini, karpet merah Piala Dunia 2018 sudah digelar. Para pemain terbaik dari seluruh penjuru dunia datang dengan satu ambisi yakni mengenggam si piala emas. Namun pertanyaanya, apakah Piala Dunia 2018 lebih menarik dari 12 tahun silam? Anda sendiri yang bisa menjawabnya.