Pengakuan Luka Modric: Merendah di Antara Ronaldo-Messi, Ditolak Wenger, dan Ramalan Zidane
BolaSkor.com - Jurnalis-jurnalis terpilih dari seluruh belahan dunia telah memilih pemenang Ballon d’Or 2018. Bukan Lionel Messi, bukan juga Cristiano Ronaldo atau Antoine Griezmann, melainkan gelandang berusia 33 tahun, Luka Modric.
Raihan Ballon d’Or 2018 semakin terasa sempurna bagi pemain kelahiran Zadar, 9 September 1985, karena melengkapi tahun 2018 yang spesial dengan raihan Pemain Terbaik Dunia FIFA, Pemain Terbaik Eropa, Pemain Terbaik Piala Dunia 2018, Liga Champions tiga kali beruntun dengan Real madrid, dan membawa timnas Kroasia ke final pertama dalam sejarah di Piala Dunia 2018.
Pro-kontra mengiringi penunjukkan Modric sebagai pemain terbaik Ballon d’Or 2018. Wajar. Sah-sah saja menyalahkan pihak-pihak yang bertanggung jawab mengadakan Ballon d’Or pemilih atau apapun itu, tapi, tidak etis rasanya jika menilai Modric tak layak meraihnya.
Dengan segala kerendahan hati pemain bertubuh mungil itu, Modric tidak pernah berambisi meraih Ballon d’Or. Bahkan dengan fakta ia mengakhiri dominasi Ronaldo-Messi yang bergantian meraihnya satu dekade terakhir, Modric enggan membandingkan dirinya dengan mereka.
Baca Juga:
8 Fakta yang Jarang Diketahui soal Pemenang Ballon d'Or 2018 Luka Modric
Harapan Florentino Perez Usai Luka Modric Sabet Penghargaan Ballon d'Or 2018
Akhiri Dominasi Ronaldo-Messi, Luka Modric Raih Ballon d’Or 2018
“Sejarah akan memperlihatkan bahwa seorang pemain Kroasia, perwakilan dari negara kecil, memenangi Ballon d’Or setelah Cristiano dan Messi, pemain-pemain yang ada di level berbeda,” ucap Modric dalam wawancaranya dengan majalah France Football.
“Tidak ada satu pun yang berhak dibandingkan dengan mereka. Mereka yang terbaik dalam sejarah sepak bola. Muncul di antara mereka sangat hebat, tapi saya sama sekali tidak berpikir ada di atas mereka,” tegasnya.
Bukan sebagai pencetak gol atau pendribel bola ulung yang memukau penonton, Modric punya peran berbeda dalam memberikan segenap kemampuan dalam mengangkat permainan tim secara kolektif.
Peran Modric krusial dalam menjaga keseimbangan bermain Madrid, timnas Kroasia, atau klub-klub yang pernah dibelanya: sebagai penghubung lini belakang dan depan, serta playmaker yang dapat membongkar rapatnya pertahanan lawan.
“Saya suka mengorganisir dan menciptakan koneksi di antara pertahanan dan lini serang, untuk jadi pemimpin (menciptakan) ketika bermain seperti yang telah mereka katakan,” tambah Modric.
“Saya suka posisi bermain sekarang di Madrid, ada di sisi kanan, karena ada banyak transisi permainan. Di sepak bola saat ini, melihat ke depan sepanjang waktu tidak memungkinkan. (Lagi) Kecuali jika Anda Messi atau Ronaldo, semuanya harus bertahan.”
Ditolak Arsene Wenger
Dinamo Zagreb adalah klub profesional pertama yang diperkuat Modric. Sempat dipinjamkan ke Zrinjski dan Inter Zapresic, nama Modric jadi buah bibir di musim 2007-2008.
Kala itu dia di tengah persimpangan dua klub London Utara, Arsenal dan Tottenham Hotspur. Arsenal dicoret dari potensi klub anyar Modric karena Arsene Wenger menolaknya, dengan alasan: tubuh Modric terlalu kecil untuk sukses di Premier League.
“Wenger berpikir Modric terlalu kecil untuk dapat sukses di Premier League dan staf saya juga berpikir demikian, bahwa dia tidak cukup kuat dari segi fisik untuk bermain di area tersebut (ketika Modric bermain sebagai penyerang sayap kiri)," ucap eks manajer Tottenham, Harry Redknapp dalam buku autobiografi “It Shouldn’t Happen to a Manager”.
Tapi bukan Redknapp yang merekrut Modric, melainkan Juande Ramos yang memboyongnya ke White Hart Lane pada 2008 seharga 16,5 juta poundsterling. Kisah selanjutnya bisa Anda duga: karier Modrid terus melesat hingga Madrid membelinya pada 2012.
“Saya menganggap penolakan dari Wenger sebagai tantangan baru untuk dilalui. Kala itu opininya kepada saya memang demikian,” ucap Modric.
Diramal Zinedine Zidane
Di Madrid, masa-masa terbaik Modric dilalui ketika dua tahun dilatih Zinedine Zidane pada medio 2016-2018. Bulan madu antara Zidane, Modric, dan Madrid dilalui dengan raihan satu titel LaLiga dan tiga titel Liga Champions.
Zidane dikenal sebagai pelatih dengan reputasi kedekatannya kepada para pemain. Dia sosok yang disegani di ruang ganti pemain dan juga oleh pemain-pemain tim lawan.
Modric salah satu pemain yang dekat dengannya. Di satu momen, Modric mengakui bahwasanya Zidane telah meramal jauh hari jika ia akan memenangi Ballon d’Or.
“Ada satu hal yang tidak pernah saya lupakan. Ketika Zidane jadi pelatih Madrid pada 2016, dia memanggil saya ke kantornya setelah berlatih di pagi hari. Dia menjelaskan bagaimana dia melihat saya sebagai pemain dan hal yang diharapkan dari saya,” tutur Modric.
“Dia memberitahu saya bahwa saya pemain yang sangat penting baginya. Dan, di atas segalanya, dia melihat saya sebagai pemain, yang kelak, dapat memenangi Ballon d’Or.”
“Ketika seseorang seperti Zidane, dengan karakter dan sejarahnya, mengatakan bahwa Anda (bisa memenangi Ballon d’Or), maka itu mengangkat moral Anda. Saya sangat mengagumi dan menghargainya sebagai pemain,” lanjut Modric.
Kata-kata mutiara dari Zidane benar-benar melekat di benak pikiran Modric sampai saat ini. Keduanya juga persamaan di dua titik khusus: pemalu dan rileks.
“Saya melihatnya sebagai seseorang yang sama seperti saya, rileks dan sedikit malu-malu. Dia ingin saya lebih mengekspresikan diri ketika bertanding, membuka diri. Dia butuh saya agar jadi jadi pemain kunci tim di era ketika kami memainkan sepak bola dengan hebat,” imbuh Modric.
“Kata-kata dari Zidane itu membantu saya lebih dari sekedar gaya bermain. Kendati demikian, terlepas dari kata-katanya itu, saya masih tidak memercayainya (Modric memenangi Ballon d’Or 2018),” tutup Modric mengakhiri wawancara.