Sosok Feature Inggris Berita

Pemberontakan kepada Kapten Maurizio Sarri di Kapal Bernama Chelsea

Arief Hadi - Rabu, 20 Februari 2019

BolaSkor.com - Apa yang dibutuhkan seorang kapten kapal untuk menjaga moral krunya agar tetap sejahtera atau bahagia? Cukup dengan memenuhi keinginan mereka tanpa melewati batasan atau aturan yang sudah ada.

Mutiny atau pemberontakan bukan kata yang asing lagi dengan korelasinya di berbagai hal, paling sering digunakan jika sudah dikaitkan dengan kapal bajak laut.

Satu adegan paling terkenal mengenai pemberontakan itu terjadi di film "Pirates of the Caribbean: On Stranger Tides". Tidak puas dengan kepemimpinan Edward Teach atau Edward Thatch (Blackbeard), kru kapal melakukan pemberontakan - meski akhirnya gagal.

Alasan pemberontakan? Sederhana. Para kru tidak senang dengan cara Blackbeard menjadi kapten kapal yang kejam dan cenderung mengarah jadi diktator. Demi menjaga kedisiplinan di antara kru, anak buahnya sering dijadikan contoh melalui penerapan hukuman yang kejam.

Baca Juga:

Chelsea 0-2 Man United: Ole Gunnar Solskjaer Lalui Catatan Kemenangan Jose Mourinho

Ketika Maurizio Sarri Kembali Menguji Kesabaran Roman Abramovich

Fans Sudah Mulai Kesal dengan Permainan Chelsea, Maurizio Sarri Tetap Kalem

Pemberontakan ibarat pisau bermata dua. Jika sukses maka mereka yang melakukan pemberontakan akan memenuhi hasrat mereka, jika tidak, tentu saja mereka yang memberontak akan dihukum.

Sejenak, mari sama-sama berimajinasi jika Chelsea sebuah kapal yang dipimpin oleh kapten Maurizio Sarri, lalu Cesar Azpilicueta dkk serta fans merupakan para kru kapal, dan Roman Abramovich sebagai pemilik kapal.

Pada awalnya semua berjalan baik karena Chelsea sempat melalui rentetan laga tidak pernah kalah di seluruh kompetisi di paruh pertama musim 2018-19. Kru kapal juga bahagia dipimpin Sarri.

Lambat laun, kapal yang terus berlayar itu menemui titik buntu karena jenuh di bawah kepemimpinan Sarri. Mereka jenuh karena kapal terus berlayar meski ombak sudah menerjang kapal berulang kali, kondisi kapal sudah tak lagi ideal untuk berlayar, dan persediaan makanan menipis.

Tapi Sarri melihatnya seolah tidak terjadi apa-apa di kapal. Kedatangan kru baru: Kepa Arrizabalaga, Jorginho, dan Gonzalo Higuain, hanya memberi efek kesenangan sesaat kepada fans Chelsea.

Raut kekecewaan Ross Barkley dan Gonzalo Higuain

Dalam kondisi kapal yang tidak ideal, seyogyanya kapal menepi untuk sesaat di pelabuhan untuk mengisi kembali stok makanan, minuman, dan membenahi bagian rusak. Sarri berbeda. Dia tetap melaju dengan kondisi tersebut.

Alhasil, kapal yang lebih besar dan kuat - dalam kondisi ideal, 'dengan mudahnya' menyerang Chelsea melalui kemenangan dengan skor 4-0 (Bournemouth), 6-0 (Manchester City), dan 2-0 (Manchester United). Kondisi itu memicu awal pemberontakan.

"Cukup sudah Sarriball, cukup sudah." begitu nyanyian fans Chelsea yang membahana di Stamford Bridge kala Chelsea kalah 0-2 dari Man United. "Anda akan dipecat pagi ini" timpal nyanyian fans Man United yang ironisnya, dinyanyikan juga oleh fans Chelsea.

Sarri mendengarnya, tapi apa yang diucapkan oleh mantan pelatih Napoli itu? Cukup optimistis dapat memenangi hati fans.

"Saya lebih mengkhawatirkan hasil, bukan fans. Saya bisa memahami situasinya dan fans kami karena hasilnya tidak bagus. Kami tersingkir dari Piala FA, jadi saya bisa memahami mereka. Tapi, saya lebih khawatir saat ini mengenai hasil akhir," papar Sarri, diberitakan Goal.

"Ini (merebut hati fans Chelsea) sangatlah mudah. Jika kami mampu memenangi tiga atau empat laga beruntun, maka itu akan sangat mudah. Sulit untuk memenangi lima laga beruntun," lanjutnya.

Maurizio Sarri Berpacu dengan Waktu

Maurizio Sarri

Mengingat tradisi Roman Abramovich yang gemar gonta-ganti manajer di Chelsea, para fans sudah mulai terbiasa melihat posisi manajer layaknya komoditas - bisa terus digantikan dengan suatu hal baru.

Kiamat mungkin sudah dekat untuk Sarri, tapi bagi Chelsea, bukan hal yang aneh lagi jika Sarri dipecat dan manajer baru berikutnya datang, lalu sirkulasi yang sama terus terjadi.

Apa yang menarik saat ini adalah melihat tindakkan Sarri untuk mengangkat performa Chelsea. Di sosial media, Sarri disebut sebagai David Moyes-nya Italia dan keras kepala akut seperti Louis van Gaal.

"Sarri sangat keras kepala, rencana A tidak berhasil, tidak ada rencana B, pergantian yang tidak masuk akal, penolakan mengejutkan untuk memainkan (Callum) Hudson-Odoi kala kedudukan tertinggal 0-2," ucap penulis Times Sport, Henry Winter di @henrywinter.

"Bahasa tubuh negatif dari para pemain memperlihatkan kurangnya keyakinan kepada pelatih, pertahanan yang kacau, pemberontakan dari fans Chelsea, pemilik klub yang dikenal bukan karena kesabarannya. Waktu terus berjalan."

"Cerita Sarri yang sama. Hasil Sarri yang sama," tulis Phil McNulty di salah satu tulisan dalam artikelnya di BBC Sport. Dalam situasi seperti itu, seyogyanya pelatih atau manajer yang berpikiran terbuka akan coba mengubah sesuatu.

Tidak usah-usah melihat jauh contoh dari manajer lainnya, cukup lihat bagaimana Antonio Conte melakukannya di Chelsea dua musim silam. Pasca melihat taktik empat beknya tidak berjalan baik, Conte mengubahnya menjadi tiga bek dan hasilnya? Juara Premier League.

Berikan Callum Hudson-Odoi, Ethan Ampadu, Andreas Christensen, Emerson, Gary Cahill, kesempatan bermain. Tidak ada jaminan mereka langsung mengangkat performa Chelsea. Tapi, setidaknya Sarri melakukan perubahan dan tidak melulu dengan susunan pemain yang sama.

Terlebih, pemain-pemain yang jarang bermain itu punya motivasi lebih untuk bermain dan unjuk gigi. Sarri harus membuka mata dan pikiran, melihat 'kapal' Chelsea sudah tidak lagi sehat dengan kondisi terkini.

Daftar manajer-manajer yang telah dipecat Roman Abramovich

Andai kru kapal dibiarkan memberontak, posisi Sarri sebagai manajer Chelsea semakin mendekati pintu keluar. Seperti Jose Mourinho (2005 dan 2007), Luiz Felipe Scolari (2009), Andre Villas-Boas (2012), Roberto Di Matteo (2012), yang kariernya berakhir di tengah musim sebagai manajer Chelsea.

Bagikan

Baca Original Artikel