Lainnya Sports Sosok Feature Berita

Mimpi Amerika Dana White Sang Pelayan Hotel

Budi Prasetyo Harsono - Selasa, 05 Januari 2021

BolaSkor.com - "Hidup harus lebih baik, lebih kaya, dan lebih mencukupi untuk semua orang. Semua kesempatan tergantung pada kemampuan dan raihan setiap orang," - James Truslow Adams, 1931.

Ucapan Adams tersebut menjadi landasan etos kerja American Dream tertanam dalam diri setiap penduduk Amerika Serikat. Sejak kecil, mereka meyakini idealisme tersebut bisa menghadirkan kesuksesan.

Dalam etos American Dream, orang-orang di AS percaya siapa pun memiliki kesempatan yang sama untuk sukses, terlepas dari kondisi ekonomi mereka saat lahir.

Sejatinya American Dream berlandas pada deklarasi kemerdekaan AS. Di sana terdapat kalimat "semua orang tercipta setara dan memiliki hak untuk mengejar kebahagiaan."

Baca Juga:

Supremo UFC Tak Kuasa Ubah Keputusan Pensiun Khabib Nurmagomedov

Tak Ada yang Paling Alpha, Michael Jordan dan Khabib Nurmagomedov Juga Bisa Menangis

Dana White

Kepercayaan terhadap American Dream lah yang membuat banyak pemuda AS berani bermimpi setinggi mungkin. Tidak terkecuali putra June dan Dana White Sr, Dana White Jr.

Lahir dari keluarga imigran Irlandia, White Jr. dan adiknya, Kelly, tidak hidup dari keluarga kaya. Ayahnya meninggalkan mereka sejak kecil sehingga White dibesarkan keluarga ibunya.

Ayah White adalah seorang alkoholik yang tidak bekerja. Sementara ibunya harus bekerja di beberapa tempat sehingga White dan adiknya sempat sering berdua di rumah.

Kondisi keluarga yang berantakan membuat pendidikan White kacau balau. Dia sempat dikeluarkan dari SMA dan dua kali keluar dari universitas, Quincy College dan UMass Boston.

Akan tetapi, pria kelahiran Connecticut itu serius dengan dunia tinju sejak berusia 17 tahun. Sayangnya berbagai kesempatan tidak bisa White dapatkan karena jenjang pendidikan.

Hebatnya, justru dari sini misi White meraih American Dream dimulai. Merangkak dari bawah, dia bahkan mengawali karier sebagai pelayan hotel saat berumur 19 tahun.

Di sela kesibukannya, White masih melakukan pekerjaan lain untuk eks petinju Peter Welch. Gilanya, Welch tidak membayar White sama sekali saat itu.

Meski demikian, White tidak bergeming. Koneksinya di dunia tarung justru semakin besar hingga berteman dengan calon CEO UFC, Lorenzo Fertitta.

White mulai membangun reputasinya. Pertama sebagai pelatih, lalu promotor, kemudian manajer. White melatih banyak orang biasa lewat kelas tinjunya.

Dana White

Di UFC sendiri White tidak langsung meraih jabatan tinggi. Awalnya, dia hanya menjadi manajer untuk Tito Ortiz dan Chuck Liddell. Semua berubah ketika UFC di ambang kebangkrutan.

White pun mengajak Fertitta bersaudara (Lorenzo dan Frank) untuk mengakuisisi UFC. Dari situ, dia mendapat kepercayaan menjadi presiden dari UFC.

Dalam waktu kurang dari 15 tahun, White menyulap UFC yang sempat berada di ambang kebangkrutan menjadi event olahraga sukses. Total keuntungan bersih UFC mencapai 600 juta dolar pada 2015.

Tahun berikutnya White menjual UFC ke WWE dengan harga 4,025 miliar dolar. Saat itu dia memiliki saham sebesar sembulan persen dan mendapat tugas meneruskan kepemimpinannya.

Berkat kerja keras dan keberanian White membangun reputasi, kini UFC memiliki brand yang cukup besar. Tidak hanya itu, terdapat lebih dari 100 sarana latihan milik mereka di seluruh dunia.

Hebatnya, UFC sudah menggelar lebih dari 500 pertarungan langsung. Jangkauan mereka pun luas karena UFC sudah disiarkan di televisi di 175 negara.

American Dream memang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Tidak semua orang memiliki kesempatan membangun mimpi mereka seperti Dana White.

Bagikan

Baca Original Artikel