Memahami Paulo Dybala, Sang Fantasista Murni Terakhir
BolaSkor.com - "Di Italia, terdapat sejumlah pemain yang apabila mereka menguasai bola, sontak penonton akan berkata 'apa yang selanjutnya bakal mereka lakukan?' Kami menyebut pemain seperti itu sebagai Fantasista."
Demikian sepenggal kalimat dari manga (komik Jepang) karangan Michiteru Kusaba. Manga tentang sepak bola itu memiliki judul Fantasista dan menceritakan sosok bertama Teppei Sakamoto.
Berbeda dengan manga sejenis seperti Kapten Tsubasa, Fantasista cenderung menceritakan permainan sepak bola yang lebih normal. Tidak ada jurus-jurus aneh di dalamnya.
Baca Juga: Sering Dianggap Alien, Emre Can Menyebut Cristiano Ronaldo Manusia Normal

Fantasista menceritakan Teppei Sakamoto, pesepak bola asal Jepang yang diceritakan sebagai seorang Fantasista. Maklum, saat itu dunia sepak bola sedang dimabuk pemain-pemain seperti Alessandro Del Piero, Roberto Baggio, atau Francesco Totti.
Di dalam manga tersebut, Teppei Sakamoto diceritakan sebagai bocah yang tinggal di daerah terpencil di Jepang. Sakamoto mengadu nasib ke Tokyo, sebelum akhirnya direkrut oleh AC Milan.

Sebagai seorang Fantasista, Teppei Sakamoto kesulitan menerjemahkan visinya di atas lapangan. Tidak banyak pelatih atau rekan satu tim yang memahami Sakamoto karena imajinasinya yang terlalu liar.
Lantas, apa sebenarnya Fantasista? Sejatinya Fantasista bukanlah posisi, apalagi peran. Berbeda dengan Trequartista atau Regista, Fantasista murni julukan untuk seorang pemain yang memiliki kriteria tertentu.
Seperti apa kriteria menjadi seorang Fantasista? Silahkan baca kembali penggalan kalimat dari manga berjudul sama yang ada di paragraf pembuka.
Pada era sepak bola modern, ketika sistem dan taktik semakin berkembang, seorang Fantasista rasanya tidak lagi mudah ditemukan. Maklum, hampir setiap pemain sudah memiliki tugas masing-masing.
Hasilnya, tidak banyak pesepak bola modern yang pantas disebut sebagai Fantasista. Apalagi, pola 4-3-1-2 yang memanjakan para Fantasista sudah jarang sekali terlihat, wajar apabila mereka bisa dibilang hampir punah.
Ketika menyebut Fantasista pada era sepak bola modern seperti ini, nama Paulo Dybala rasanya memiliki kualitas paling mendekati. Pergerakan yang kerap mengejutkan lawan, gerak gemulainya ketika menggiring bola, mengingatkan akan sosok Fantasista klasik.
Berasal dari Argentina, Paulo Dybala memiliki sedikit kemiripan dengan Teppei Sakamoto. Dybala berasal dari daerah terpencil di Argentina, sebelum menempuh perjalanan jauh untuk latihan.
Karier Paulo Dybala melesat ketika pindah ke Italia, awalnya saat bersama Palermo. Seperti Teppei Sakamoto, Dybala pun membela klub top Italia, tetapi bukan AC Milan, melainkan Juventus.

Sejatinya, karier Paulo Dybala di Juventus mulus-mulus saja. Pada awal kariernya bersama La Vecchia Signora, Dybala kerap bermain dalam formasi dua penyerang bersama Mario Mandzukic atau Gonzalo Higuain.
Saat itu, Juventus kerap bermain dengan formasi dua penyerang, entah 3-5-2 ataupun 4-3-1-2. Akan tetapi, pada pertengahan musim 2016-2017, Massimiliano Allegri mencoba formasi anyar.
Juventus disulap oleh Massimiliano Allegri menjadi tim sepak bola yang lebih modern. Formasi penyerang tunggal seperti 4-2-3-1 atau 4-3-3 menjadi lebih sering digunakan.
Hasilnya bisa ditebak, Paulo Dybala seolah kehilangan tempatnya dalam formasi tersebut. Potensi terbaiknya sebagai seorang Fantasista tidak bisa keluar secara natural.
Baca Juga : Paulo Dybala Hentikan Puasa Gol, Massimiliano Allegri Merasa Puas

Dalam skema anyar Massimiliano Allegri, Paulo Dybala kerap bermain sebagai Trequartista (dalam formasi 4-2-3-1) atau penyerang sayap (formasi 4-3-3). Di kedua posisi itu, Dybala memiliki tugas untuk bertahan dan memiliki area gerak yang sudah paten.
Formasi anyar Massimiliano Allegri itu seolah mengurung Paulo Dybala. Bagaikan seekor singa, pemain berusia 25 tahun itu kini hanya bisa bergerak di dalam sangkarnya.

Kedatangan Cristiano Ronaldo pada bursa transfer musim panas 2018 tidak memperbaiki situasi. Alih-alih membaik, sangkar yang mengungkung Paulo Dybala justru semakin lebar.
Berbanding terbalik dengan Paulo Dybala, Massimiliano Allegri memberikan kebebasan penuh kepada Cristiano Ronaldo. Hasilnya, penampilan Dybala pun semakin menurun.
Catatan statistik membuktikan menurunnya performa Paulo Dybala pada musim ini. Pemain berjuluk La Joya itu baru terlibat dalam 14 gol Juventus, bandingkan dengan 33 gol yang melibatkan namanya pada musim lalu.
Performa Paulo Dybala pun menuai kritikan dari sejumlah pihak. Bahkan, tidak sedikit pendukung Juventus yang setuju menukar Dybala dengan Kylian Mbappe, Mauro Icardi, atau Mohamed Salah.
Di tengah badai kritik karena performanya, Paulo Dybala membuktikan kualitas. Pada laga melawan Frosinone, Dybala unjuk gigi dengan gol pertama Juventus.

Paulo Dybala yang dipasang sebagai penyerang sayap kanan, tiba-tiba melakukan pergerakan tanpa bola dan membayangi Cristiano Ronaldo. Kapten timnas Portugal itu menyadari keberadaan Dybala dan memberinya umpan. Tanpa basa-basi, Dybala mencetak gol.
Di situlah, insting Paulo Dybala sebagai Fantasista bekerja. Alih-alih menaati instruksi bergerak di sisi kiri pertahanan lawan, Dybala menerobos ke tengah karena melihat ruang kosong.
Secara tidak langsung, itu merupakan cara Paulo Dybala menunjukkan kepada Massimiliano Allegri "begini loh, cara menggunakan seorang Fantasista yang benar."
Tentunya keberadaan seorang Fantasista seperti Paulo Dybala bisa menjadi senjata pamungkas Juventus. Apalagi, kini mereka tengah berjuang memenangi trofi Liga Champions.
Baca Juga : 3 Pemain Premier League Ini Paling Diremehkan, tetapi Berkontribusi Besar

Menghadapi Atletico Madrid pada 16 besar Liga Champions 2018-2019, Paulo Dybala bisa menjadi kunci kelolosan Juventus. Memang, memberikan kebebasan kepada seorang Fantasista memiliki risiko tinggi.
Meski begitu, menilik kegagalan Juventus memenangi Liga Champions dengan permainan rapi, tidak ada salahnya mencoba sesuatu yang baru. Toh, para pendukung I Bianconeri tidak akan kecewa-kecewa amat apabila mereka gagal meraih trofi Si Kuping Besar.

Bukan tidak mungkin, kehadiran Cristiano Ronaldo serta keberadaan Fantasista seperti Paulo Dybala bisa mengakhiri dahaga Juventus akan trofi Liga Champions. Dybala sendiri wajib membuktikan, seorang Fantasista masih memiliki tempat di sepak bola modern.
Teppei Sakamoto telah membuktikan seorang Fantasista bisa bertahan di berbagai era dengan memenangi Olimpiade. Kini, giliran Paulo Dybala untuk mengulangi hal yang sama dan menginspirasi Fantasista generasi selanjutnya.