Analisis Feature Italia Berita

Magis Paulo Fonseca, Kebangkitan Chris Smalling, dan Kejutan dari AS Roma

Arief Hadi - Selasa, 05 November 2019

BolaSkor.com - AS Roma menjadi salah satu tim kejutan di Serie A 2019-20. Tidak banyak yang menduga Giallorossi bisa bersaing di papan atas klasemen setelah kondisi sulit yang dialami mereka musim ini, terutamanya karena badai cedera.

Evolusi AS Roma musim ini dimulai dari masuknya Paulo Fonseca, eks pelatih Shakhtar Donetsk, sebagai pelatih baru. Belum lagi perubahan besar di dalam skuat yang ditinggal Daniele De Rossi, Kostas Manolas, Stephan El Shaarawy, Steven Nzonzi.

Dalam proses evolusi, seyogyanya tim-tim mengalami kesulitan terlebih dahulu untuk memahami filosofi yang dibawa pelatih baru, apalagi banyak muka baru di dalam skuat. Inkonsistensi biasanya kerap terjadi dalam proses transisi.

Baca Juga:

Tampil Apik dengan AS Roma, Chris Smalling Direbutkan Duo Milan

Sanchez-Mkhitaryan, Barter Pemain Gagal Premier League yang Terdampar di Serie A

Menilik Kiprah 6 Pemain yang Pergi dari Manchester United di Musim Panas 2019

Akan tapi Serigala Ibu Kota berbeda. Fonseca, 46 tahun, dipandang sebelah mata karena karier kepelatihannya tidak terlalu mentereng di Eropa. Hanya saat melatih Shakhtar nama Fonseca terkenal setelah meraih tiga titel Premier League Ukraina, tiga Piala Ukraina, dan satu Piala Super Ukraina.

Sebelum di Roma, klub besar yang dilatih Fonseca adalah Porto (2013-14) dan di sana kariernya hanya berlangsung semusim. Dalam kariernya sebagai pesepakbola atau pelatih, Fonseca belum pernah berkarier di Italia.

Paulo Fonseca

Namun perlahan tapi pasti, Roma melalui satu laga demi satu laga dengan kemenangan dan perlahan naik ke empat besar klasemen. Teranyar di pekan 11 Serie A, Roma menang 2-1 melawan Napoli di Stadio Olimpico.

Selain Juventus dan Inter Milan, Napoli-nya Carlo Ancelotti merupakan salah satu kandidat penantang titel Serie A - dan Roma mengalahkan mereka. Roma ada di urutan tiga klasemen, memenangi enam laga, imbang empat kali, kalah sekali, meraih 22 poin - terpaut tujuh poin dari Juventus di puncak klasemen.

Sentuhan emas Fonseca mulai terasa. Meski belum sempurna, ada pembenahan dalam permainan Roma. Fonseca menyiapkan timnya untuk bermain ofensif, meninggikan garis pertahanan, dan melakukan tekanan kepada lawan.

Pada awalnya, gaya main itu berisiko - bisa dilihat kala melawan Genoa (3-3) dan Sassuolo (4-2), namun lambat laun keseimbangan sudah mulai terlihat di kubu Roma. Fonseca senang dengan kolektivitas yang diperlihatkan timnya.

"Keseluruhan tim paham jika kami lebih kuat jika bersatu. Saya bisa berkata, contohnya, Edin Dzeko tidak mencetak gol hari ini (melawan Napoli), tapi bekerja keras untuk tim dan membantu kami dalam fase bertahan. Ini pertanda dan sikap yang bagus," tutur Fonseca di Football-Italia.

Meningkatnya performa Roma dan filosofi yang diterapkan Fonseca menguntungkan satu pemain. Dia adalah bek berusia 29 tahun asal Inggris, Chris Smalling.

Kebangkitan Karier Chris Smalling

Chris Smalling

Tak diragukan lagi, Chris Smalling jadi salah satu rekrutan terbaik Roma yang direkrut murah sebesar tiga juta euro, dengan skema peminjaman dari Manchester United selama semusim tanpa opsi permanen. Uniknya, Smalling bukan pilihan pertama Roma.

Roma sedianya mengincar Toby Alderweireld (Tottenham Hotspur) atau Dejan Lovren (Liverpool) untuk jadi pendamping Gianluca Mancini. Roma mencari bek berpengalaman dan gagal mendapatkan salah satu di antara kedua pemain itu hingga merekrut Smalling.

Kedatangan Smalling cukup di luar dugaan. Fans juga pesimistis dengannya. Maklum, Smalling tidak masuk salah satu bek tengah top di Eropa dan penampilannya relatif biasa-biasa saja, meski memperkuat Man United (2010-2019).

Namun siapa sangka, Smalling jadi salah satu rekrutan terbaik di antara klub-klub Serie A musim ini. Di enam laga awal Serie A, Smalling punya catatan kesuksesan 100 persen kala melakukan tekel dan tidak ada lawan yang sukses mendribel bola melewatinya.

Uniknya, Harry Maguire, bek termahal dunia sebesar 80 juta poundsterling yang dibeli United dari Leicester City, punya catatan statistik yang tidak lebih baik dari Smalling.

Menilik catatan di Whoscored, Smalling mencetak satu gol, memiliki akurasi operan 90,7 persen, dan memenangi 4,9 duel perebutan bola udara, dari tujuh laga yang telah dimainkannya di Serie A.

Perbandingan Harry Maguire dan Chris Smalling (@WhoScored)

Sementara Maguire, yang sudah tampil sebanyak 11 kali di Premier League, memiliki akurasi operan 88 persen, memenangi 3,7 duel perebutan bola udara, tanpa gol dan juga assist.

Smalling benar-benar beruntung dilatih Fonseca. Permainan dengan garis pertahanan yang tinggi, memungkinkan bek tengah ikut terlibat membangun serangan dan memberikan operan, sesuai dengan permainan Smalling.

"Di Inggris cukup sering Anda berurusan dengan hanya satu penyerang, jadi Anda punya bek tengah lain yang membantu Anda - di sini (Italia) Anda sering berhadapan dua lawan dua," tutur Smalling, dilansir dari Guardian.

"Ada juga banyak ruang untuk berlari di belakang ... Saya menikmatinya - karena saya cukup suka melakukan sprint (lari cepat) melawan penyerang. Ini jelas cocok dengan permainan saya."

Apa yang dicapai Roma saat ini semakin spesial karena dicapai di tengah badai cedera yang menimpa: Bryan Cristante, Lorenzo Pellegrini, Amadou Diawara, Henrikh Mkhitaryan, Davide Zappacosta, dan Nikola Kalinic. Situasi itu tak mudah bagi pelatih mana pun. Tapi, Paulo Fonseca memang berbeda.

Bagikan

Baca Original Artikel