Analisis Feature Timnas Indonesia

Lupakan Luis Milla, Sudah Saatnya Bina Warisannya

Tengku Sufiyanto - Minggu, 14 Oktober 2018

BolaSkor.com - Tarik menarik Luis Milla dengan PSSI belum menemui titik terang. Kedua belah pihak belum mencapai kata sepakat soal perpanjangan kontrak.

Kabar terakhir menyebut agen Luis Milla hanya ingin melakukan negosiasi jarak jauh. Sang agen menolak datang ke Indonesia pada tanggal 9 Oktober 2018.

PSSI masih berharap Luis Milla memberikan jawaban untuk bisa menukangi Timnas Indonesia sampai 1 tahun ke depan, dengan target juara Piala AFF 2018 dan emas SEA Games 2019 Manila, Filipina.

"(Agennya) belum dan tidak datang. Tidak ada rencana datang, kita menyelesaikan kontrak via jarak jauh. PSSI meminta segera datang karena seyogyanya kita harus menyelesaikan secara tatap muka," Sekretaris Jenderal (Sekjen) PSSI, Ratu Tisha Destria.

"Dari agennya (Milla) menolak untuk hadir, akhirnya menyelesaikan lewat jarak jauh saja. Kita tunggu seperti apa. Selebihnya PSSI menyiapkan planning yang ada," tambah Tisha.

Meski begitu, secara lisan, PSSI mengindikasikan bahwa Luis Milla sudah hampir pasti tidak akan melatih Timnas Indonesia kembali dalam waktu dekat.

"Sudah disiapkan (alternatif pengganti Milla). Bahkan, sampai rencana Z sekalipun," ujar Tisha.

"Kami lihat nanti. Pastinya ada pertimbangan yang masuk ke rapat (Anggota Eksekutif ) Exco (PSSI). Nanti Sekjen laporkan ke Exco, nanti Exco rapat, baru keluar hasil yang akan ditetapkan," imbuh Tisha.

Kalimat penegasan "Jangan memaksakan" sangat pantas disematkan untuk PSSI. Sudah saatnya Timnas Indonesia melupakan Luis Milla.

Polemik Gaji Luis Milla

Polemik Gaji Luis Milla

Banyak yang menyebut kendala PSSI menarik Luis Milla adalah soal gaji. Luis Milla memiliki gaji sebesar Rp 2,4 miliar per bulan. Itu semua di luar fasilitas.

Hal ini tertuang usai Luis Milla melakukan perpanjangan kontrak pada bulan Januari 2018. Sebelumnya, gaji Luis Milla hanya Rp 1,23 miliar per bulan saat menandatangani kontrak selama satu tahun dari Januari 2017.

Gaji Luis Milla paling mahal di antara pelatih tim nasional negara-negara Asia Tenggara. Hal itu tertuang dalam analisa media asal Vietnam, The Thao.

Pelatih timnas Thailand, Milovan Rajevac, saat ini mendapatkan bayaran 100 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 1,48 miliar per bulan. Lalu Timnas Malaysia Tan Cheng Hoe mendapatkan bayaran 23.000 dolar AS atau sekira Rp 342,6 juta per bulan. Kemudian, pelatih Vietnam Park Hang-seo mendapatkan 22.000 ribu dolar AS atau sekira Rp 327,6 juta per bulan.

Pelatih Timnas Indonesia, Luis Milla. (PSSI)

Belum lagi, gaji Luis Milla bahkan mengalahkan pelatih negara non-unggulan di Piala Dunia 2018. Pelatih timnas Tunisia di Piala Dunia 2018, Nabil Maaloul mendapatkan gaji sebesar 28.050 dolar AS atau sekitar Rp 390 juta per bulan. Sedangkan pelatih timnas Senegal menerima gaji sebesar 16.830 dolar AS atau sekita Rp 235 juta per bulan.

Gaji Luis Milla hampir setara dengan pelatih timnas Inggris sebelum memperpanjang kontrak terbarunya, Gareth Southgate. Ia mendapat gaji sebesar bayaran Rp 2,9 miliar per bulan, seperti dikutip The Sun.

Dengan gaji yang super mewah, PSSI membantah kekurangan uang untuk menggaji Luis Milla. Padahal, PSSI dikabarkan masih menunggak gaji Luis Milla dalam beberapa bulan.

"Bayaran Milla itu Rp 2,4 miliar per bulan untuk satu timnya. Sudah tiga bulan (Rp 6,9 miliar) belum dibayarkan dan kami minta Kesekjenan PSSI menyelesaikannya," kata Anggota Eksekutif PSSI, Gusti Randa.

"Perpanjangan kontrak sedang dilakukan. Itulah yang dibilang nunggak-nunggak itu. Kan perlu satu, berapa dia minta berapa kami siap," timpal Ketum PSSI, Edy Rahmayadi.

Para pemain Timnas Indonesia U-23 merayakan gol yang dicetak Irfan Jaya ke gawang Hong Kong U-23, pada laga terakhir Grup A cabang olahraga sepak bola Asian Games 2018 di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Senin (20/8) malam WIB. (BolaSkor.com/Rizki Fitrianto)

Namun pada kenyataannya, gaji Luis Milla dengan apa yang sudah dilakukannya adalah hal yang sebanding. Dengan gaji sebesar Rp 2,4 miliar, sudah seharusnya Luis Milla membantu mengaplikasikan kurikulum sepak bola Indonesia, Filanesia (Filosofi Sepak Bola Indonesia). Membentuk fondasi permainan Skuat Garuda.

Akan tetapi, dalam segi prestasi, Luis Milla terbilang gagal. Luis Milla gagal memenuhi target Timnas Indonesia U-23 dan Senior. Timnas U-23 keok di Kualifikasi Piala Asia U-23 2017, lalu hanya merah medali perunggu SEA Games 2017, dan terakhir gagal memenuhi target meraih posisi empat besar Asian Games 2018.

Memang sepak bola penuh proses, tetapi dengan gaji yang sebesar itu, Luis Milla harus memberikan sebuah prestasi. Paling tidak hanya sebiji target yang terpenuhi.

Lihat timnas Vietnam di bawah asuhan Park Hang-seo. Dengan gaji hampir seperempat lebih kecil dari Luis Milla, pelatih asal Korea Selatan itu membawa Vietnam U-23 menjadi finalis Piala Asia U-23 2018. Lalu masuk semifinal Asian Games 2018.

Saatnya Fokus ke Piala AFF 2018

Saatnya Fokus ke Piala AFF 2018

Dengan begitu, sudah saatnya melupakan Luis Milla untuk sejenak. PSSI harus memutuskan dan tak bisa menunggu Luis Milla terlalu lama, karena Piala AFF 2018 sebentar lagi dimulai.

Timnas Indonesia akan menghadapi Piala AFF 2018 pada tanggal 8 November mendatang. Timnas Indonesia memulai laga perdananya melawan Singapura, di Stadion National, 9 November 2018.

Kurang dari satu bulan, Timnas Indonesia harus menggelar persiapan matang. Pasalnya, Piala AFF 2018 adalah saatnya Skuat Garuda menjadi juara.

Lawan-lawan menyulitkan Timnas Indonesia, seperti Thailand dan Myanmar, tidak membawa pemain andalannya ke Piala AFF 2018.

Timnas Indonesia pun sudah terbiasa tanpa Luis Milla, meski memainkan filosofi permainan warisan mantan pemain Barcelona dan Real Madrid itu. Buktinya, Timnas Indonesia menang 1-0 atas Mauritius dan 3-0 dari Myanmar pada laga uji coba.

Luis Milla beserta jajaran staf kepelatihan Timnas Indonesia. (BolaSkor.com/Istimewa)

Bima Sakti adalah aktor yang paling cocok menjadi penerus Luis Milla. Meski masih berharap Luis Milla datang, Bima Sakti sudah menyerap ilmu Luis Milla selama 1,5 tahun ketika menjadi asisten pelatih. Ditambah lagi, Bima Sakti sebentar lagi menerima sertifikat lisensi kepelatihan A AFC.

Kedatangan Luis Milla ke Timnas Indonesia pun, sepenuhnya sudah hampir terselesaikan. Luis Milla sudah menularkan ilmunya ke dalam Filanesia, dan khususnya Bima Sakti, meski belum secara penuh 100 persen.

"Saya sudah belajar dari coach Luis. Jadi gaya bermain tidak jauh berbeda. Seperti saya bilang, semua rezeki dari Allah. Kalau memang rezeki saya sebagai pelatih di AFF, saya siap saja. Tetapi gaya permainan akan tetap seperti dengan Luis Milla," sambung Bima Sakti.

Skuat Timnas Indonesia saat ini. (PSSI)

Bima Sakti pun sudah menerapkan warisan Luis Milla dalam metode permainan sentuhan satu-dua dengan formasi 4-2-3-1 atau 4-3-3. Sebelumnya, Timnas identik dengan permainan 4-5-1 atau 4-4-2 dengan mengandalkan umpan panjang serta serangan balik.

Formasi 4-2-3-1 ala Luis Milla mengandalkan penyerang tengah yang bisa bertugas sebagai pemantul dan predator tajam di pertahanan lawan. Tentu saja, permainan sisi sayap menunjang itu semua. Formasi 4-2-3-1 bisa berubah menjadi 4-3-3 yang mengandalkan sisi sayap menusuk ke dalam, dan crossing ke penyerang tengah.

Lalu strategi false nine 4-2-3-1. Memakai penyerang bayangan bukan striker asli. Singkat cerita dengan permainan menyerang penguasaan bola.

Dari segi pertahanan, formasi 4-2-3-1 berubah menjadi 4-5-1. Menumpuk lima pemain di lini tengah untuk pressing ketat, agar musuh tidak dapat menguasai bola dengan leluasa.

Bina Warisan Luis Milla

Bina Warisan Luis Milla

Selanjutnya, Timnas Indonesia fokus di bawah arahan Bima Sakti dengan pondasi permainan warisan Luis Milla, sesuai aplikasi Filanesia. Lalu tinggal bagaimana PSSI terus menularkan Filanesia dari tingkat Sekolah Sepak Bola (SSB) hingga profesional. Penerimanya adalah para pelatih yang kemudian ditularkan ke anak didik, yang notabenenya pemain.

Kemudian, PSSI menerapkan setiap klub harus mempunyai sporting atau pembinaan usia muda mulai dari usia 12 tahun. Semuanya tersebar dari klub kasta tertinggi hingga ke bawahnya. Kemudian, membuat kompetisi level usia muda dari U-12.

Luis Milla saat melatih Timnas Indonesia. (PSSI)

Buah Pertama adalah Olimpiade 2024 dan Piala Dunia 2034

Saat ini, penerapan baru dimulai dari klub kasta tertinggi Liga 1. Kompetisi usia muda baru dimulai dari U-16 dan U-19.

Planning pertama adalah Olimpiade 2024, melalui Timnas Indonesia U-16 yang baru saja tampil gemilang di Piala Asia U-16 2018.

Timnas Indonesia U-16 asuhan Fakhri Husaini juga menerapkan sistem Filanesia. Mencontoh fondasi permainan seperti Timnas Indonesia U-23 dan Senior yang diwariskan Luis Milla kemarin.

Lolos Olimpiade 2024 adalah tolak ukur Indonesia untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034. Seperti diketahui, Indonesia ingin mengajukan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034 bersama Thailand.

Timnas Indonesia U-16. (AFC)

Jika Timnas Indonesia U-16 binaan Fakhri Husaini saat ini mampu lolos ke Olimpiade 2024, dan berbicara banyak, Indonesia merasa percaya diri punya skuat untuk tampil di Piala Dunia 2034.

”Kami bersyukur Timnas U-16 Indonesia bisa juara (Piala AFF U-16 2018), tetapi perjalanan masih panjang. Tim usia 16 tahun ini akan dipersiapkan untuk turnamen yang lebih besar,” ucap Danurwindo, selaku Direktur Teknik Timnas.

"Kami berharap pemain ini bisa membawa Indonesia bermain di Piala Dunia 2034. Ini bagian dari sepak bola Indonesia untuk maju,” tambahnya.

Mencontoh Keberhasilan Spanyol

Mencontoh Keberhasilan Spanyol

Singkat cerita, Filanesia terus berjalan dengan kurikulum yang sudah disusun, dengan aplikasinya yang pernah dilakukan Luis Milla di Timnas Indonesia U-23 dan Senior. Ada klub dan kompetisi usia muda dari U-12 hingga U-19.

Indonesia pun banyak potensi bibit-bibit pemain muda dan pelatih berbakat. Pelatih dan pemain Indonesia pun melimpah luas.

Indonesia pun bisa membentuk Timnas U-12 yang dibina terus menerus hingga nantinya masuk ke tahap senior. Pola ini terus berjalan hingga sepak bola Indonesia tidak kehabisan pelatih dan pemain.

Timnas Spanyol juara Piala Dunia 2018. (Zimbio)

Hal ini persis mencontoh keberhasilan timnas Spanyol dalam satu dekade terakhir. Timnas Spanyol generasi emas juara Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010, adalah para pemain yang mayoritas sudah bermain bersama sejak usia 12 tahun. Sebuat saja seperti Xavi Hernandez, Iker Casillas, hingga Carles Puyol. Ditambah para pemain mueda berbakat.

Lalu, pelatih Spanyol tersebar di semua klub sepak bola Eropa. Sebut saja, Pep Guardiola, Julen Lopetegui, Luis Enrique, hingga Luis Milla.

Timnas Indonesia Senior. (PSSI)

Kembali lagi, uang yang seharusnya dikeluarkan untuk membayar pelatih asing seperti Luis Milla, bisa digunakan membantu pola tersebut berjalan sedemikian rupa.

PSSI tak bisa berjalan sendiri. Perlu adanya dukungan masyarakat, pemerintah, hingga media untuk memenuhi ekspentasi ini semua. Semuanya mulai dari infrastruktur (tanggung jawab dukungan pemerintah), serta jaga eksploitasi (dukungan masyarakat dan media).

Hal paling utama lainnya adalah keikhlasan para stakeholder sepak bola Indonesia untuk menghilangkan segi politik dan keuntungan pribadi, demi membangun ini semua. Sekaligus bagaimanapun kita berterima kasih dan maaf kepada Luis Milla. Sudah saatnya sepak bola Indonesia bangkit dengan para kaum lokal.

Bagikan

Baca Original Artikel