Ragam Feature Spanyol Berita

La Masia yang Kini Sia-sia

Johan Kristiandi - Rabu, 19 Agustus 2020

BolaSkor.com - Dulu, Barcelona dan La Masia adalah dua sisi mata uang yang tak bisa dilepaskan. Namun, perlahan-lahan, lekat yang terjalin mulai menuju arah perpisahan.

La Masia merupakan satu di antara akademi sepak bola yang paling termasyhur di dunia. Legenda Barcelona, Johan Cruyff, menjadi otak dari sistem taktik yang dikembangkan di La Masia.

Kesuksesan yang diraih La Masia tidak tercipta dalam semalam. Victor Valdes, Martin Montoya, Gerard Pique, Charles Puyol, Jordi Alba, Sergio Busquets, Xavi, Cesc Fabregas, Pedro, Andres Iniesta, dan Lionel Messi merupakan produk dari pabrik yang berputar selama lebih dari belasan tahun.

"Ini adalah hasil kerja keras yang dilakukan 15 hingga 20 tahun sebelumnya. Ini tidak terjadi dalam semalam. Orang-orang yang berjasa sudah tidak ada di klub saat ini. Saya menerima banyak pesan dari pelatih lama setelah pertandingan. Mereka juga bagian dari kesuksesan," ujar Victor Valdes seperti dilaporkan FourFourTwo.

Baca juga:

5 Dosa Besar Quique Setien Selama Menangani Barcelona

5 Catatan dari Pembantaian Barcelona oleh Bayern Munchen

3 Alasan Ronald Koeman Pantas Jadi Pelatih Barcelona

La Masia

La Masia terletak lima mil dari Camp Nou atau lebih tepatnya di dekat sungai El Llobregat. Nama La Masia diambil dari bahasa Catalan "Masia" yang memiliki arti rumah pertanian.

Pada awalnya, La Masia adalah akademi sepak bola yang jauh dari kata modern. Luas La Masia tidak terlalu besar dibanding akademi milik tim Spanyol lainnya, termasuk Real Madrid.

Namun, Barca sadar infrastruktur juga penting dalam menggeret kemampuan para pemain akademi ke tingkat terbaik. Oleh karena itu, pembanguan dilakukan. Pada 2007, La Masia pun terbuka untuk umum.

Barcelona juga membangun Estadio Johan Cruyff senilai 12 juta euro pada 2019. Meski hanya memiliki kapasitas 6.000 penonton, namun itu sudah lebih dari cukup. Alasannya, rata-rata suporter Barca B yang datang ke stadion adalah 2.900 penonton per pertandingan.

Dalam membangun mental bertanding, La Masia menekankan pada rasa hormat. Lawan tidak pernah disebut sebagai musim. Selain itu, banyak terpampang gambar Johan Cruyff dan Laureano Ruiz di beberapa sudut La Masia.

Selain gambar, ada juga beberapa kutipan dari Johan Cruyff yang ditujukan untuk memompa semangat pemain muda. "Sepak bola adalah permainan yang Anda mainkan dengan otak," dan "Saya lebih suka menang 5-4 daripada 1-0" adalah bunyi dua di antara kutipan yang tersemat di La Masia.

Pertandingan kontra Levante pada 2012 adalah satu di antara batu sejarah untuk La Masia. Tim utama yang sebelumnya kesulitan meraih gelar liga antara 1974 hingga 1991 telah bermetamorfosis menjadi juara LaLiga dan Liga Champions. Satu di antara alasan membusungkan dada adalah Barca meraih prestasi tersebut dengan bertumpu pada pemain jebolan La Masia.

"Pada 2010, tiga pemain La Masia adalah yang terbaik di dunia menurut FIFA. Itu tidak akan pernah terjadi lagi pada sejarah sepak bola. La Masia kemudian menjadi pemasok tim utama dengan delapan lulusan setiap pertandingan. Tentu saja, ada juga 11 pemain kontra Levante," ujar mantan pesepak bola, Jaume Llopis.

Namun, kejayaan La Masia perlahan mulai pudar. Alasannya adalah arah Barcelona yang mulai berubah. Barca mulai menutup pintu pemain akademi masuk ke tim utama dan mendapatkan menit bermain yang cukup.

Selain itu, Barca juga gemar menjual jebolan La Masia kepada klub lain. Setelah itu, uang dari hasil penjualan digunakan untuk membeli pemain yang dianggap lebih siap tempur.

Masalahnya, para pemain yang didatangkan Barcelona juga tidak semuanya langsung moncer. Antoine Griezmann, Philippe Coutinho, dan Ousmane Dembele adalah sederet rekrutan Barca yang datang dengan harga selangit, namun kontribusinya minim.

Lionel Messi sadar, ada yang berubah dari cara pandang Barcelona kepada La Masia. "Kami kehilangan sedikit komitmen untuk tim akademi. Anak-anak muda yang penting telah pergi. Ini jarang terjadi pada klub terbaik di dunia," ujar La Pulga.

Manolo Marquez, pelatih yang menggantikan Quique Setien di Las Palmas pada 2017 menilai, para suporter juga harus ikut bertanggung jawab. Suporter ingin Barca segera meraih kesuksesan dengan menempuh segala cara, termasuk menikam mimpi pemain muda.

"Barcelona bukan Chelsea. Terlalu banyak suporter yang mengakui mereka menyukai ide tersebut, namun tidak mencoba menerima pemain yang lebih muda," ungkap Marquez.

Pada pertandingan melawan Real Sociedad musim ini, Barcelona bermain dengan empat lulusan La Masia: Messi, Gerard Pique, Sergio Busquets, dan Jordi Alba. Namun, keempat pemain tersebut berusia lebih dari 30 tahun.

Menilik ke bangku cadangan, Barcelona juga tidak banyak menempatkan pemain akademi. Hanya tiga dari tujuh pemain yang berada pada bangku cadangan Barca berasal dari La Masia: Riqui Puig, Alex Collado, dan Ansu Fati.

Faktor yang menyebabkan produk La Masia tak lagi seharum dulu beragam. Selain kesempatan yang diberikan minim, kualitas para pemain juga menurun.

La Masia

"Intensitas lebih pada tim utama. Ketika pindah untuk berlatih bersama para pemain utama, saya terkejut dengan kecepatannya," ujar mantan kapten Barca B, Arnau Riera.

"Kami berharap bisa menembus tim utama. Namun, kami juga sadar peluang yang dimiliki. Sangat sulit membuat lompatan dan membangun diri Anda di tim senior. Bermain dua kali seminggu dengan penuh tekanan mental."

Menurut Llopis, mantan presiden Barcelona, Sandro Rosell, dan petahana saat ini, Josep Maria Bartomeu, adalah dua sosok yang paling bertanggung jawab atas runtuhnya tembok kehebatan La Masia.

"Mereka menghancurkan cita-cita La Masia. Mereka memboyong 47 pemain untuk Barca B dan tidak ada yang berhasil masuk ke tim utama. Mereka melukai La Masia," nilai Llopis.

Rosell adalah sosok yang bertanggung jawab ketika Barcelona melanggar aturan FIFA memboyong pemain 10 pemain di bawah usia 18 tahun pada 2009 hingga 2013. Akibatnya, Barca mendapatkan larangan mendaftarkan pemain anyar selama 14 bulan.

"Itu menimbulkan banyak kerusakan. Tidak ada pemain baru yang datang dan beberapa pemain paling menjanjikan tersisa," terang Llopis.

Satu di antara bintang muda tersebut adalah penyerang asal Korea Selatan, Lee Seung-woo, yang dilabeli Messi dari Korea. Saat ini, ia berusia 22 tahun dan melakoni empat pertandingan untuk klub Belgia, Sint-Truiden pada musim 2019-2020. Barca menjualnya ke Hellas Verona hanya dengan mahar 1,5 juta euro pada 2017.

Ketika ditarik lebih jauh, Barcelona juga melego beberapa jebolan La Masia seperti Pedro, Thiago Alcantara, dan Gerard Deulofeu. Para pemain tersebut tidak mendapatkan kesempatan lebih untuk unjuk gigi.

Kini, La Masia lebih terlihat seperti warung yang menjajakan pemain muda. Seperti halnya yang dilakukan Ajax Amsterdam dan Manchester City.

Para pemain muda menjadi korban klub dalam mengatasi masalah keuangan. Aset tersebut dijual untuk memboyong pemain yang dianggap lebih matang. Tujuannya adalah prestasi diraih dengan cara instan.

Masalah kian pelik karena Barcelona tidak menjadikan pemain muda sebagai prioritas di bursa transfer. Barca cederung mengincar nama-nama besar.

Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, Barcelona kehilangan sejumlah pemain muda seperti Adrian Bernabe (18) ke Manchester City, Sergio Gomez (19) ke Borussia Dortmund, Pablo Moreno (17) ke Juventus, Jordi Mboula (21) ke AS Monaco, Abel Ruiz (20) ke Braga, Carles Perez (22) ke Roma, dan Robert Navarro (17) ke AS Monaco.

La Masia

Satu di antara yang paling pahit adalah ketika Barcelona melepas Eric Garcia yang pergi menuju Manchester City pada 2017. Padahal, Garcia adalah satu di antara pemain dengan prospek paling menjanjikan.

Hampir semua pemain yang disebutkan di atas adalah orang Catalan. Mereka hanya mendapatkan kontrak profesional pertama sebesar 15 ribu euro per tahun. Sementara itu, Manchester City berani memberikan penawaran hingga 250 ribu euro per tahun. Intinya, Barca tidak akan mengeluarkan uang sebesar itu pada era Bartomeu.

Sementara itu, untuk pelatih, upah yang diberikan saat ini relatif lebih baik. Pelatih La Masia mendapatkan gaji sekitar 45 ribu euro per tahun untuk menangani usai 12 hingga 19 tahun. Pada sisi lain, para pemandu bakat mendapatkan gaji 8 ribu euro per tahun.

Barcelona juga memiliki 50 akademi di seluruh dunia. Sayangnya, dari beberapa pemain yang terjaring, sulit menemukan mereka bisa bersinar di tim utama. Hanya Sergi Samper, yang mendapatkan kesempatan masuk akademi Barcelona karena kakeknya, yang langsung dipromosikan.

Titik terang diharapkan terjadi ketika pemilihan presiden pada 2021. Beberapa pihak berencana melengserkan Bartomeu dari jabatannya.

Namun, hingga saat itu, Barcelona seperti kesulitan menemukan cara mengubah La Masia menjadi senjata andalan dalam membangun tim. La Masia yang dulu berguna kini menjadi sia-sia.

Bagikan

Baca Original Artikel