Ketika AS Roma Menginvasi Media Sosial dengan Cara Nyeleneh
BolaSkor.com - Satu kegiatan yang sulit ditinggalkan pada era ini adalah berselancar di media sosial. Medsos - panggilan beken media sosial - bak candu untuk orang tua maupun milenial.
Berdasarkan laporan We Are Social and Hootsuite pada Juli 2019, 5.534 miliar penduduk dunia merupakan pengguna aktif media sosial. Jumlah tersebut mencakup 46 persen total manusia di bumi.
Tidak heran, potensi media sosial sebagai sarana informasi dan promosi sangat masif. Melalui internet atau yang merupakan singkatan interconnection-networking - bukan Indomie telur kornet - semua orang di dunia dapat terhubung.
Statistik tersebut ditangkap klub sepak bola asal Italia, AS Roma, sebagai peluang menggiurkan. Giallorossi siap melebarkan sayap dan melakukan invasi besar-besaran.
Baca juga:
8 Bintang Muda yang Berpotensi Meramaikan Piala Dunia U-20 2021 di Indonesia
Buah Jatuh Tak Jauh dari Pohonnya, Berikut 5 Anak Susul Ayahnya Menjadi Pesepak Bola
8 Atlet Putri Indonesia yang Bisa Buat Anda Jatuh Hati di SEA Games 2019

Menariknya, Roma memilih jalan yang berbeda dari kebanyakan klub. Sarkastis, lucu, dan menyeleneh adalah hal-hal yang akan kita lihat dari cara admin media sosial Roma, khususnya Twitter, dalam berkomunikasi.
AS Roma mulai membangun ulang akun media sosialnya, khususnya Twitter, setelah Paul Rogers datang. Sebelumnya, ia menjabat sebagai kepala pengembangan digital internasional Liverpool.
Pada awalnya, Rogers memiliki tugas untuk meruntuhkan pagar pembatas berupa bahasa. Maklum, sebagian besar klub Serie A masih menomor satukan informasi berbahasa Italia. Padalah, hal tersebut bisa menjadi kendala bagi suporter internasional.
Rogers pun mulai melakukan gebrakan dengan membangun kembali situs web serta meningkatkan kualitas dan kuantitas konten berbahasa Inggris. Setelah tugas itu rampung, Rogers kemudian melirik laporan aktivitas transfer AS Roma pada musim panas 2017.
"Kami cukup tradisional dalam hal mengumumkan transfer di media sosial. Namun, saya pikir, pengumuman menarik pertama kali adalah ketika Lorenzo Pellegrini datang," jelas Rogers seperti dilaporkan These Football Times.
Selain Pellegrini yang merupakan pelopor, satu di antara pengumuman pemain anyar yang paling mencolok adalah Cengiz Under. Bahkan, informasi tersebut telah mengubah sudut pandang supoter pada akun Twitter AS Roma.
Ketika itu, Roma memboyong Cengiz Under dari Basaksehir. Tim kreatif Giallorossi pun membuat sebuah video berdurasi satu menit yang berisi aksi Cengis Under saat mencetak gol - sebagian besar dicuplik dari video yang berada di Youtube. Uniknya, Roma mengedit video itu dengan efek-efek aneh.
"Di AS Roma, kami tidak mengikuti apa yang orang lain lakukan dalam hal konten. Jadi, untuk mengumumkan rekrutan anyar berikutnya, kami ingin selalu melakukan hal yang sangat berbeda," jawab Rogers soal video perkenalan Cengiz Under.

"Kami membuatnya seburuk mungkin, terlihat secara tidak wajar. Kemudian, kami mengunggahnya. Setiap orang yang melihat tahu persis jenis video yang kami buat. Saya tidak berpikir kami mencoba menjadi aneh, namun saya menilai itu lucu dan reaksi di media sosial sangat bagus," sambung Rogers.
Musim panas berikutnya, kreativitas Rogers dan anak buahnya semakin menggila. Mereka kembali membuat video perkenalan yang tidak biasa untuk rekrutan anyar, Ivan Marcano.
Video itu hanya berisikan latar belakang hitam ditambah suara musik hip-hop dan keterangan rincian transfer. Bahkan, Roma mengumumkan transfer tersebut melalui akun palsu - sebuah hal baru dan jauh dari kewajaran.
"Kami mengetahui sedang menyuntikkan humor ke dalam video untuk membuat pengikut menjadi terhibur. Setelah video Cengiz Under kami benar-benar mulai keluar dan bersenang-senang," ulas Rogers.
"Semua orang menyebut pendekatan kami aneh. Namun, pada kenyataannya, kami hanya bersenang-senang."
Aksi nyeleneh itu pun mulai membuahkan hasil. Pengikut Roma di media sosial mulai meroket dari 5 juta menjadi 15 juta hanya dalam waktu tiga tahun terakhir.

Meski demikian, bagi tim kreatif media sosial Roma yang beranggotakan delapan orang, ini bukanlah soal jumlah pengikut. Namun, mereka lebih menitikberatkan untuk membuat penggemar tersenyum. Tim yang berbasis di Roma dan Boston tersebut selalu berusaha menyajikan konten segar, tanpa embel-embel kerja keras harus terbayar.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah hal tersebut turut memengaruhi hasil di lapangan? "Bila ada manfaat komersial untuk pendekatan di masa depan itu adalah hal yang bagus, namun itu tidak pernah menjadi alasan apa yang kami lakukan," Rogers menekankan.
"Tujuan utama kami di media sosial adalah membuat suporter dan pengikut terlibat dan membuat mereka merasa lebih dekat dengan klub."

"Kami tidak akan bisa menggaet penggemar Arsenal atau Real Madrid selamanya. Namun, jika melalui apa yang kami lakukan di media sosial dan digital mereka mau memilih Roma sebagai klub kedua, itu akan berharga," ungkap Rogers.
"Setelah itu, jika para penggemar tersebut merasa terdorong datang ke pertandingan, terlibat dengan sponsor, berbagi data, atau membeli sesuatu dari klub, itu bonus."
Prinsip sedikit berbeda lebih baik daripada sedikit lebih baik terus dipegang. Lambat laun, para sponsor mulai berdatangan mengucurkan uang.
"Mitra kami menyukai apa yang dilakukan di media sosial dan sebagian dari mereka memilih bekerja sama dengan melihat faktor strategi dan kemampuan digital," terang Rogers.
Sebagai contoh, kerja sama dengan satu di antara maskapai dunia, Qatar Airways, juga berlandaskan peran tim kreatif AS Roma. Tim digital selalu hadir sejak pertemuan pertama.

Tim media sosial AS Roma kembali menuai nilai postif setalah terlibat langsung dalam kampanye menemukan orang hilang. Sifat altruisme mereka tunjukkan melalui kerja sama dengan pihak ketiga untuk membagikan gambar anak-anak hilang bersama video pengumuman pemain anyar selama bursa transfer musim panas kemarin. Hasilnya, beberapa anak ditemukan selamat dan bisa kembali ke pelukan keluarganya.
Tidak mandek sampai di situ, tim digital AS Roma juga mengusung program bernama Team of the Day. Melalui akun resminya, Roma akan mendukung klub semenjana di belahan dunia.
Program tersebut dimulai pada jeda internasional. Roma memutuskan mendukung tim junior Skotlandia bernama Saint Anthony. "Dengan AS Roma tidak bermain pekan ini, kami memutuskan mendukung @SaintAnthonysFC dari Glasgow, Scotland, pada #NonLeagueDay," bunyi tweet Roma ditambah tagar #ForzaTheAnts, #ItsAnAntsThing dan #MonTheAnts, yang mewakili semangat untuk Saint Anthony.
Tweet tersebut berdampak positif bagi Saint Anthony. Mereka berhasil medapatkan ribuan pengikut baru dan menyalip beberapa klub di liga sepak bola profesional Skotlandia.
"Sangat menyenangkan melakukan sesuatu hal positif untuk klub lain yang tidak mendapatkan perhatian sama seperti Roma. Kami pikir, ini adalah cara sempurna untuk menggunakan platform kami dan ketenaran Twitter kami untuk membantu klub lain," tegas Rogers.
Sejak saat itu, Roma mulai rutin mendukung klub alit lainnya. Tim-tim dari Argentina, Australia, Zambia, hingga Zimbabwe mendapatkan sorotan dari Serigala Ibu Kota.
Tidak hanya melakukan pada level klub, Roma juga memberikan sokongan dalam skala tim nasional. Roma meninting mendukung Nigeria pada Piala Dunia 2018.
Kolaborasi itu bermula ketika Roma berhasil membalikkan keadaan melawan Barcelona pada babak gugur Liga Champions 2017-2018. Roma terkesan dengan satu di antara potongan audio komentator gol Kostas Manolas yang berasal dari penyiar radio Nigeria bernama Mark Otabor.
"Tweet tersebut mulai menyebar dan para penggemar di Nigeria menyukai fakta Roma sangat tertarik pada satu di antara bagian mereka. Kami melihat ada begitu banyak cinta di Twitter Nigeria sehingga berpikir kenapa tidak mendukung timnas Nigeria ketika Italia absen di Piala Dunia," sebut Rogers.
"Sama seperti kami mengadopsi Super Eagles, penggemar di Nigeria pun mulai memilih Roma sebagai klub Italia mereka."
Dukungan AS Roma pada Nigeria bukanlah hanya isapan jempol. "Kami benar-benar serius dalam mendukung Nigeria. Kami mempertahankan keyakinan, bahkan setelah mereka kalah pada beberapa pertandingan uji coba, dan laga pertama. Pesan-pesan itu diterima dengan baik oleh semua penggemar Nigeria. Kemudian, mereka mengalahkan Islandia dan orang-orang mengingat tweet kami," papar Rogers.
Setelah dukungan tersebut, presiden Nigeria mengirim perwakilan untuk mengucapkan terima kasih pada AS Roma. Rogers dan kawan-kawan juga diundang bertemu anggota federasi sepak bola Nigeria sembari melihat cara mereka mengurus akun media sosial.
Kini, tanda tanya selanjutnya adalah bagaimana respons sang pemilik, James Pallotta? "Ini lucu, kami lebih cenderung mendapatkan masalah ketika konten yang kami keluarkan hambar dan membosankan," jawab Rogers ketika ditanya reaksi Pallotta.
"Kami benar-benar beruntung bekerja untuk James Pallotta yang tidak hanya mendorong konten menghibur, namun juga menuntutnya ada. Bahkan, ketika pengumuman transfer pada 2017, Pallotta semakin menikmatinya."

Rogers sadar, ia bersama timnya harus terus berpikir di luar nalar kebanyakan orang. Mereka perlu mencari hal-hal baru dan berevolusi agar setiap orang menoleh ke akun media sosial Roma.
Pada musim panas 2018, tim kreatif media sosial Roma kembali menemukan ide brilian. Klub mengumumkan kedatangan Bryan Cristante dengan mengunggah foto sang pemain mengenakan jersey AS Roma yang sudah melalui proses photoshop. Namun, foto tersebut terlihat buruk dan tidak rapih.

Sedangkan, pada beberapa waktu lalu, Roma menyoroti komentar bernada rasialis yang diarahkan pada Juan Jesus di Instagram. Ingin memberikan efek jera, Roma kemudian mengunggah akun sang penyerang ke seluruh media sosial.
"Bayangkan semua orang mengetahui Anda menggunakan Instragram untuk mengirim pesan rasialis pada pemain sepak bola. Ini pendekatan yang dapat dipelajari oleh sepak bola Italia," Rogers mengungkapkan.
Dengan konten berupa kambing bermain catur, singa bernyanyi, referensi Tupac, peringatan perubahan iklim, dan ejekan dengan IKEA, menjadi admin media sosial AS Roma tentu bukan merupakan pekerjaan membosankan. Mereka membuktikan diri sebagai raja sepak bola di lini masa Twitter.
"Baik dalam pilihan lagu, mendukung Nigeria di Piala Dunia, atau bermain-main dengan hip-hop dan budaya pop, kami mencoba menggunakan kreativitas untuk menghibur pada pengikut. Kami tidak mencoba menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi perusahaan, sebab sudah memiliki situs web untuk hal tersebut," terang Rogers.
"Ini seharusnya menyenangkan dan menghibur. Idenya adalah untuk terus berkembang dan tidak pernah berhenti. Hal terakhir yang kami inginkan adalah membosankan."
Kini, tidak ada ruginya memencet tombol follow pada akun Twitter AS Roma. Meski merupakan penggemar Lazio sekalipun, Anda akan tetap terhibur dengan konten nyeleneh ala I Lupi.