Joaquin Sanchez, Pahlawan Betis dan Prajurit Veteran di Liga-nya Lionel Messi
BolaSkor.com – "Matador non ci lasciare, con la pelota c'hai fatto innamorare" (Matador jangan tinggalkan kami. Dengan bola di kaki Anda, Anda telah membuat kami mencintai Anda). Itulah banner yang dibentangkan fans Fiorentina pada 2015 kepada Joaquin Sanchez ketika pikirannya sudah tertuju kepada satu hal: kembali ke Real Betis.
Segitu cintanya publik Firenze kepada Joaquin menunjukkan betapa besar karakter sang pemain. Percaya atau tidak, Joaquin masih eksis saat ini. Bukan sebagai pemerhati sepak bola yang selalu berbicara di depan televisi, melainkan pesepakbola aktif yang tengah membela Betis pada usia 37 tahun.
Bak tembang kenangan yang syahdu, gocekannya masih menghipnotis pecintanya di Spanyol dan di seluruh dunia. Kala mantan rekan setimnya yang legendaris di Valencia pensiun semisal: David Albelda, Vicente, Santiago Canizares, Ruben Baraja, Carlos Marchena pensiun, Joaquin masih asyik menikmati kariernya sebagai pesepakbola profesional.
Juan Mata, David Silva, David Villa, juga pernah bermain dengan Joaquin di Valencia. Seluruh pemain itu pernah bersama dengannya ketika menjuarai Copa del Rey 2007-08. Masih bermainnya Joaquin di LaLiga menjadi suatu catatan manis di liga yang dapat dikatakan liga-nya Lionel Messi, khususnya musim ini (2018-19) sepeninggal Cristiano Ronaldo ke Juventus.
Baca Juga:
LaLiga Jadi Sponsor Piala Davis
Statistik Penunjang Ketergantungan Akut Barcelona kepada Lionel Messi Musim Ini
Sangat jarang sekali pemain non-kiper (outfield) yang masih bermain di usia tersebut, di salah satu liga top Eropa. Kasus ini berbeda dengan Kazuyoshi Miura yang teken kontrak baru dengan Yokohama FC, meski usianya sudah berusia 51 tahun.
500 laga lebih sudah dimainkan Joaquin yang memulai debut sebagai pesepakbola profesional dengan Betis di tahun 2000. Torehan itu bahkan belum dicapai oleh beberapa pemain aktif senior di LaLiga. Per Desember 2018, Sergio Ramos menorehkan 445 laga, diikuti Raul Garcia (432), Messi (431), dan Aritz Aduriz (419).
Joaquin mencapai laga ke-500 dalam 89 tahun sejarah LaLiga. Kendati demikian, masih ada pemain-pemain ikonik lainnya yang telah pensiun dengan pencapaian laga yang lebih banyak, semisal: Andoni Zubizarreta (622 laga), Raul Gonzalez (550 laga), Eusebio Sacristan (543 gol), Paco Buyo (542 gol), Manolo Sanchis (523 laga), Iker Casillas (510 laga), dan Xavi Hernandez (505 laga).
Namun pencapaian di LaLiga itu hanyalah pemanis dalam karier panjang penilik nama lengkap Joaquin Sanchez Rodriguez. Bagi Anda (termasuk penulis) yang dahulu sering memainkan game bernama “Winning Eleven”, pastinya Anda mengingat jelas betapa enaknya memainkan Joaquin ketika dia membela Valencia atau timnas Spanyol.
Dribel dan kontrol bolanya yang bagus, serta umpan silangnya yang akurat, memudahkan tim dalam fase ofensif dan kemudian mencetak gol. Dengan kelebihan bermain yang sama, begitulah Quique Setien menggunakannya saat ini.
Pahlawan Real Betis

Atletico Madrid punya Fernando Torres, Hamburg punya Rafael van der Vaart, dan Real Betis punya Joaquin Sanchez. Sebanyak 19.000 fans Betis memadati Estadio Benito Villamarin untuk melihat pulangnya sang pahlawan di tahun 2015. Joaquin pulang dari masa perantauannya di Valencia (2006-2011), Malaga (2011-2013), dan Fiorentina (2013-2015).
Betis bukan sekedar klub bagi Joaquin. Dia produk akademi Betis dan bermain di tim utama pada periode pertama dari tahun 2000 hingga 2006. Tidak hanya fans Betis, Joaquin juga dicintai oleh seorang orang (jangan masukkan nama fans Sevilla) karena sifatnya yang mudah bersahabat. Supel, ceria, pelawak. Tiga hal itu dapat dikategorikan dalam diri Joaquin.
Usianya memang sudah berusia 34 tahun ketika dia pulang ke Betis. Tapi kecintaan fans kepadanya sudah sangat lekat. Bagi mereka, Joaquin adalah superstar seperti Cristiano Ronaldo, Messi, atau Zinedine Zidane.
“Viva el Betis manque pierda! (Sejahtera selalu Betis, meskipun ketika mereka kalah!)”. Moto itu adalah jiwa dari Betis dan Joaquin adalah jiwa Betis. Transformasi perannya dari penyerang sayap menjadi penyerang tengah memperpanjang karier sepak bola Joaquin.
Dari era Pepe Mel hingga kini di bawah arahan Setien, pengalaman Joaquin melengkapi kekuatan skuat Betis yang dikenal sebagai tim kuda hitam LaLiga. Setien punya skuat yang bagus berisikan: Christian Tello, Giovani Lo Celso, Sergio Canales, William Carvalho, Andres Guardado, dan Marc Bartra.
Kombinasi talenta muda dan pemain senior berpengalaman ada dalam skuat berjuluk Los Verdiblancos. Tidak perlu terlalu jauh melihat begitu banyak momen historikal dari Joaquin, di musim ini saja sudah ada dua hal yang bisa diceritakan darinya.
Pertama, kenikmatan tiada tara dari seorang Joaquin kala Real Betis memenangi derby kontra Sevilla melalui gol tunggalnya di La Liga, 3 September 2018. Lalu yang kedua, ketika mengejutkan publik Camp Nou melalui kemenangan 4-3 pada 11 November 2018.
“Saya sering memimpikan ini. Tidak bohong: saya mencetak gol penentu kemenangan melawan rival abadi, di laga kandang. Saya tak punya kata-kata menggambarkan kebahagiaan yang saya rasakan,” ucap Joaquin.
“Ketika saya melihat mereka menyanyikan nama saya, kecintaan yang mereka berikan kepada saya, saya tahu saya bisa pergi meninggalkan sepak bola sebagai pria yang bahagia.”

Joaquin mencetak satu gol dari sisa gol yang dicetak Junior Firpo, Giovani Lo Celso, dan Sergio Canales. Dua gol Lionel Messi dan satu gol Arturo Vidal tak bisa menyelamatkan Barca dari kekalahan. Gol dari Joaquin itu memastikan bahwa Barca salah satu korban favoritnya.
Sepanjang kariernya, Joaquin telah enam kali menjebol gawang Barcelona dan torehan itu jadi yang terbanyak di atas Racing Santander, Deportivo La Coruna, yang dibobol sebanyak lima gol. Cerita Joaquin masih berlanjut.
Penulis Guardian, Sid Lowe, pernah berkata seperti ini. “Tanyakan kepada orang Spanyol (siapa pun itu) mengenai Joaquin dan mereka akan mengingat candaannya, dansa-dansanya, ceritanya. Tapi ada hal lebih darinya ketimbang hal tersebut,”
Usianya boleh berusia 37 tahun. Joaquin bisa saja disebut ‘orang tua’ di sepak bola modern. Tapi, eksistensi Joaquin saat ini memberikan nilai-nilai yang mulai pudar di sepak bola modern: kecintaan yang menjadi esensi sepak bola. Kecintaan dari dan kepada fans, kecintaan kepada klub yang dibela, dan kecintaan kepada pilihan untuk bermain sepak bola. Itu semua tak bisa dibeli dengan uang.