Gagal Jadi Pemain Basket Profesional, Salima Mukansanga Pimpin Laga di Piala Dunia 2022
BolaSkor.com - Pertengahan Mei 2022, Komite Wasit FIFA mengumumkan tiga nama wasit perempuan yang bertugas pada Piala Dunia 2022 di Qatar. Sejarah terukir.
Untuk pertama kalinya Komite Wasit FIFA menunjuk tiga wasit perempuan dan tiga asisten wasit perempuan dalam tim ofisial. Tiga wasit perempuan terpilih adalah Stephanie Frappart dari Prancis, Salima Mukansanga dari Rwanda, dan Yoshimi Yamashita dari Jepang. Sedangkan untuk asisten wasit terpilih mereka adalah Neuza Back asal Brasil, Karen Diaz Medina asal Meksiko, dan Kathryn Nesbitt dari AS.
Para perempuan tersebut masuk dalam daftar ofisial terpilih untuk turnamen di Qatar. Sebanyak 36 wasit, 69 asisten wasit, dan 24 ofisial video pertandingan dipilih dari enam konfederasi sepak bola dunia.
Mereka dipilih berdasarkan kualitas dan penampilannya saat memimpin pertandingan baik di kompetisi internasional maupun domestik beberapa tahun terakhir.
Baca Juga:
Profil Stadion Piala Dunia 2022: Al-Bayt Stadium, Bermain Bola di Bawah Tenda
Nostalgia Piala Dunia - Lev Yashin, Laba-laba Hitam yang Disegani dan Dikagumi Lawan
Profil Stadion Piala Dunia 2022: Lusail Stadium, Venue Final dan Terbesar di Qatar
Profil Stadion Piala Dunia 2022: Khalifa International Stadium yang Paing Ikonik
Kisah Salima Mukansanga
Pada Februari Salima Mukansanga mencatat namanya dalam buku sejarah sebagai perempuan pertama yang memimpin laga di Piala Afrika. Pencapaian yang bagi Mukansanga memiliki arti penting, khususnya bagi perempuan di Benua Afrika.
"Pertandingan sudah membukakan pintu bagi saya dan perempuan lain di Afrika," ujar dia dikutip dari DW Sports.
Bersentuhan dengan dunia sepak bola sejatinya tidak ada dalam pikiran Mukansanga. Sejak kecil dia lebih dekat dengan bola basket. Ya, Mukansinga bahkan bercita-cita untuk menjadi seorang pemain basket profesional.
Namun cita-cita tersebut kandas. Perempuan asal Rwanda gagal masuk ke dalam tim nasional U-17 negaranya. Mukansanga yang saat itu berusia 15 tahun disebut terlalu muda untuk masuk dalam tim. Sejak saat itu, Mukansanga mengalihkan pandangannya ke sepak bola.
"Saya berusia 15 tahun. Saya dikatakan terlalu muda dan mungkin akan bisa masuk dalam timnas sekitar dua tahun lagi. Jadi, saya mencoba sepak bola," ujar dia.
"Saya tidak pernah bermain sepak bola. Tapi, saya butuh pengalihan fokus (dari basket)."
Tidak memiliki modal kemampuan dalam bermain sepak bola, Mukansanga kemudian melihat iklan pelatihan wasit sepak bola dan memutuskan untuk ikut. Keputusan yang membuat hidupnya berubah.
Berawal dari iklan tersebutlah, Mukansanga muncul sebagai pionir; menjadi perempuan pertama dari Rwanda yang memimpin laga di Piala Dunia Putri dan kemudian menjadi perempuan pertama yang memimpin laga di Piala Afrika.
18 Januari 2022 di Stadion Ahmadou, Yaounde, Salima Mukansinga untuk pertama kalinya menjalankan tugasnya pada laga Piala Afrika. Pada pertandingan antara Guinea melawan Zimbabwe itu, Mukansanga bertugas dengan penuh percaya diri.
Pada laga perdananya tersebut, Mukansanga mengeluarkan enam kartu kuning, satu di antaranya untuk bintang Guinea yang membela Liverpool, Naby Keita.
"Usai laga semua kolega saya tertawa bahagia. Saya sendiri merasa sangat emosional dan akhirnya menangis di ruang ganti. Saya sangat bahagia, karena impian saya menjadi kenyataan," ujar Mukansanga mengenang.
Pahlawan dan Ikon bagi Anak-anak Perempuan
Setelah memimpin satu pertandingan, Mukansanga, kembali ke negaranya sebagai ikon. Dalam sebuah editorial, The New Times, salah satu surat kabar terkemuka Rwanda, menulis bahwa "pencapaiannya ke panggung sepak bola terbesar di benua itu adalah kisah indah tentang seorang gadis yang menolak untuk didefinisikan dan ditahan oleh stereotipe dan hambatan gender lainnya, tetapi sebaliknya. dengan tegas mengarahkan pandangannya pada bola."
"Saya seorang perempuan yang beruntung," katanya kepada DW. "Saya berasal dari negara yang memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan untuk melakukan apa yang mereka inginkan, yang menguntungkan mereka sesuai dengan kemampuan dan komitmen. Itu adalah sesuatu yang mendorong saya untuk lebih aktif dan bekerja keras dalam karier saya."
Dia berharap perjalanannya dapat menerangi jalan bagi wanita di seluruh dunia yang ingin terjun ke sepak bola profesional.
"Beberapa negara masih tidak mengizinkan perempuan dan anak perempuan bermain sepak bola. Mereka mengatakan itu bukan untuk anak perempuan. Ini adalah momen untuk memberi mereka kesempatan dan mendukung mereka. Seluruh dunia tidak dapat memahami fakta itu. Inilah saatnya," kata Mukansanga.
"Dan, setiap kali mimpi menjadi kenyataan, saya harus bersinar."