Dua Faktor yang Dapat Membuat Pep Guardiola Tinggalkan Manchester City
BolaSkor.com - Sejak melatih Manchester City dari 2016, Pep Guardiola sudah meraih sukses besar dengan raihan satu titel Liga Champions dan enam Premier League, empat di antaranya diraih beruntun hingga Man City mengukir rekor.
Tidak sekedar meraih trofi, Guardiola juga mengembangkan permainan Man City hingga mereka jadi salah satu tim yang disegani di Inggris dan juga Eropa. Kontraknya habis hingga 2025 dan tidak ada indikasi Guardiola bertahan atau teken kontrak baru.
Menilik rivalnya, Jurgen Klopp, yang pergi dari Liverpool setelah melatih klub dari 2015, Guardiola juga dapat melakukan hal yang sama. Potensinya pergi cukup terbuka karena dua faktor.
Baca Juga:
Prediksi dan Statistik Chelsea Vs Manchester City: Berat di Awal
Jadwal Siaran Langsung dan Link Live Streaming Chelsea Vs Man City
Sederet Fakta Menarik Jelang Duel Chelsea Vs Manchester City

Sebagaimana diungkapkan Marti Perarnau, penulis buku biografi Guardiola berjudul "The Pep Revolution", ada dua faktor yang dapat membuatnya tinggalkan Man City. Apa saja?
"Pada dasarnya dia (Guardiola) memiliki klub yang sempurna karena ekosistemnya, dia memiliki hubungan yang sangat baik dengan para pemain dan para pemain memiliki banyak energi dan keinginan untuk menang lagi," terang Perarnau dikutip dari Manchester Evening News.
"Saya pikir hanya ada dua faktor: keluarga dan kelelahannya sendiri setelah sembilan pertandingan. Mungkin keluarga mengatakan terlalu banyak waktu di Manchester dan anak-anak sudah besar."
"Jika itu tidak terjadi, siapa tahu saya tidak mengatakan bahwa Pep tidak akan memperpanjang kontraknya tentu saja, saya pikir dia akan mengambil keputusan antara bulan November dan Februari."
Perarnau juga melihat perubahan dalam diri Guardiola selama melatih Man City, terutamanya dari sisi saat menghadapi momen sulit pertandingan atau caranya menghadapi pemain tertentu.
"Saya pikir itu adalah perubahan utama Pep. Lebih dari pertanyaan taktis atau lainnya, saya pikir perubahan yang paling penting adalah dia lebih santai dalam cara berkompetisi dan juga selama pertandingan," imbuh Perarnau.
"Selama Community Shield di Wembley, di momen terburuk dalam pertandingan dia relatif santai. Dia belajar dari pengalaman bertahun-tahun di Barcelona dan Bayern."
"Dia mulai berpikir bahwa dia perlu mendorong para pemain sampai ke tepi dan setelah bertahun-tahun dia memahami bahwa beberapa pemain tidak perlu didorong sampai akhir – misalnya, Kevin De Bruyne tidak perlu dimotivasi maksimal (sampai ia kesal)."
"Beberapa pemain perlu lebih santai dan lebih ramah selama pertandingan, saya pikir dia memahaminya," urai Perarnau.