Analisis Feature Liga Champions Eropa Berita

Cerita Malam Keajaiban Manchester United di Paris

Arief Hadi - Jumat, 08 Maret 2019

BolaSkor.com - Istanbul memiliki cerita bernama malam keajaiban Liverpool dan Manchester United akan selalu dikenang dengan comeback-comeback dramatis yang pernah mereka lakukan di Eropa, termasuk yang baru ini terjadi di Paris.

7 Maret 2019, Parc des Princes dengan kapasitas sebanyak 47.929 penonton penuh sesak dipadati fans PSG (Paris Saint-Germain) dan Manchester United. Di lautan manusia itu, nyaris tidak bisa dibedakan antara fans dengan legenda-legenda sepak bola yang menyaksikan pertandingan.

Leg dua 16 besar Liga Champions. PSG unggul agregat gol 2-0 dari Man United dan itu memiliki nilai dua gol tandang. Dalam sejarahnya, tidak pernah ada tim yang pernah melakukan comeback ketika tertinggal 0-2 dari leg pertama di laga kandang.

Red Devils datang dalam kondisi yang jauh dari kata ideal. Paul Pogba, bintang kebangkitan tim terkena sanksi akumulasi kartu. Kurang lebihnya 10 pemain utama United cedera dan Parc des Princes, selalu jadi benteng tangguh bagi PSG.

Baca Juga:

Sepak Bola Mubazir Ala Real Madrid dan PSG

Singkirkan PSG, Solskjaer Puji Habis Manchester United

Statistik Menarik Kemenangan Manchester United Atas PSG

Sesi pemanasan Manchester United

Modal Nekat. Hanya itu yang dibawa pasukan Ole Gunnar Solskjaer dari Manchester, plus modal delapan kemenangan tandang di seluruh kompetisi. Mason Greenwood, James Garner, Angel Gomes, dan Tahith Chong, adalah empat nama pemain muda yang disertakan dalam skuat untuk mengakali badai cedera pemain.

Sebelum laga dimulai, Solskjaer tidak pernah surut mengutarakan keyakinan dan kepercayaan akan potensi comeback anak-anak asuhnya. Kala itu, semuanya terasa bagaikan mimpi dan Solskjaer tidak lebih hanya terus menjaga rasa optimistis untuk membuat fans senang.

Tapi pemikiran seperti itu tidak pernah ada dalam benak pikiran Solskjaer dan Manchester United. Di kala publik berpikir, ucapannya hanya untuk membahagiakan fans, Man United dan Solskjaer benar-benar punya keyakinan di dalam kata-kata yang diucapkan sang manajer.

Dipimpin oleh Ashley Young, kaki-kaki pemain Man United melangkah dengan penuh keyakinan kala menginjak rumput basah di Parc des Princes. Hujan selalu dianalogikan sebagai berkah dari Tuhan. Dan malam itu, di Paris, berkah itu terjadi kepada Man United.

Ketika melihat susunan nama pemain, PSG turun dengan Kylian Mbappe, Angel Di Maria, Dani Alves, Thiago Silva, dan Gianluigi Buffon. Sedangkan Man United mengandalkan Marcus Rashford dan Romelu Lukaku di lini depan.

Sekilas, taktik Solskjaer cukup unik: 4-3-3, memainkan Andreas Pereira sebagai penyerang sayap, Ashley Young di tengah bersama Scott McTominay dan Fred, lalu Victor Lindelof jadi bek kanan.

Perdebatan tercipta karena taktik itu dan hanya bertahan selama ... dua menit.

Entah apa yang dipikirkan Thilo Kehrer, tanpa tekanan, dia melakukan back-pass ketika Silva sudah di luar posisi (out of position) dan Lukaku, yang sudah mencetak empat gol dalam dua laga terakhirnya, memotong bola, melewati Gianluigi Buffon dan mencetak gol pertama United. Gol cepat yang diharapkan tim tamu.

PSG tetap pada rencana bermain Thomas Tuchel: ofensif dan mengambilalih penguasaan bola. Ketekunan itu membuahkan hasil kala Juan Bernat mencetak gol di menit 12 dari skema yang apik: Mbappe berlari melewati bek-bek United dan melepaskan operan mendatar yang disambut Bernat.

Harapan Man United sempat menipis selepas gol Juan Bernat

Gol itu sedikit menurunkan antusiasme fans Man United, tapi tidak dengan keyakinan mereka akan potensi comeback yang selalu diucapkan Solskjaer. Semenjak saat itu, sisi kanan pertahanan United selalu diserang pemain PSG.

Juan Bernat, Angel Di Maria, berulang kali mengeksploitasinya dan membuat seluruh fans Man United di seluruh dunia tegang menyaksikannya. Man United bermain ala sepak bola Jose Mourinho: bertahan dan mengandalkan serangan balik.

Momen tim tamu jarang tercipta. Tapi sekalinya ada sebuah momen, bek-bek PSG juga menampakkan kerapuhan, tidak seperti saat bermain di Old Trafford. Benar saja, Dewi Fortuna benar-benar sedang tersenyum untuk United.

Jika gol pertama karena blunder Kehrer, maka di gol kedua, United memanfaatkan blunder kiper veteran, Gianluigi Buffon, yang gagal menangkap bola sempurna dari sepakan Rashford dan Lukaku, bak harimau buas, langsung menyambarnya.

Kedudukan berubah menjadi 2-1 dan United masih tertinggal agregat gol 2-3 dari PSG. Kendati demikian, hasil sementara di papan skor itu cukup mengejutkan. Mungkin, Solskjaer hanya berkata di ruang ganti pemain "Teruskan permainan di paruh pertama. Kami bisa melakukannya (comeback)."

Di babak kedua permainan tidak jauh berbeda dari paruh pertama. Hal itu bisa dilihat dari total 73 persen penguasaan bola PSG berbanding 27 persen United, lalu 12 tendangan dan empat tepat sasaran PSG berbanding lima tendangan dan empat tepat sasaran United.

10 menit terakhir jadi momen krusial yang menentukan bagi kedua tim. PSG sedianya tetap lolos jika kedudukan itu bertahan. Mereka hanya perlu bermain bijak: bertahan ketika dibutuhkan dan menyerang ketika ada momennya.

Tapi yang tejadi, PSG terus saja ngotot menyerang untuk segera menyingkirkan United dari Liga Champions. Tuchel memasukkan Leandro Paredes dan Thomas Meunier.

Sebaliknya di kubu Man United, Solskjaer tahu jika mereka harus menyerang untuk mencetak gol ketiga. Dia bahkan, seolah, siap turun bermain sendiri dengan mengenakan rompi pemain cadangan di area teknis.

Solskjaer seakan ingin memberi pesan "Terus jaga keyakinan dan selalu siaga memaksimalkan momen sekecil apapun." Jiwa dan mentalitas itu memang selalu ada dalam diri Solskjaer, sang supersub terbaik Man United pada eranya (1996-2007).

"Selalu lebih baik untuk selalu mewaspadai kualitas Ole Gunnar Solskjaer. Dia salah satu pemain kunci di era terbesar klub ini. Dia selalu siap membantu, dalam 30 menit, 20 menit, 10 atau lima," ucap Tuchel sebelum laga berlangsing.

"Itulah semangat yang membentuknya dan itulah semangat Manchester United, bahwa mereka siap untuk apapun. Mereka klub kuat dengan sejarah besar. Sangatlah normal bahwa kami respek kepada kualitasnya. Ini tantangan besar untuk kami."

Kekhawatiran Tuchel jadi kenyataan. Faktor X benar-benar membantu United di laga itu. Jika sebelumnya blunder Kehrer dan Buffon, kali ini teknologi bernama VAR (Video Asisten Wasit) menjadi 'pemain ke-13'.

Pada menit tambahan waktu babak kedua, Diogo Dalot mengambil inisiatif melepaskan tendangan jarak jauh yang mengenai Presnel Kimpembe, hingga bola ke luar lapangan. Tangan sempat mengenai tangan kanan Kimpembe yang membalikkan badan untuk memblok bola.

VAR tidak mengenal sisi humanis. Damir Skomina, wasit laga kurang lebihnya butuh lima menit untuk menyaksikan tayangan ulang, hingga akhirnya menunjuk titik putih PSG.

Sontak seisi fans Man United dan PSG di seluruh dunia dibuat tegang seperti menonton "The Conjuring 2" di menit 90+4. Rashford, pemain berusia 21 tahun, merasakan seluruh beban ada di pundaknya. Tendangannya bisa jadi kebahagiaan untuk PSG atau United.

Dengan penuh keyakinan, Rashford tidak ragu dalam melangkah dan melepaskan tendangan yang gagal diantisipasi Buffon. Striker Inggris berusia 21 tahun membuktikan mentalitas dan langsung membuat gempar tribun penonton fans Man United.

Tendangan penalti penentu kemenangan Manchester United

Pemain-pemain yang cedera, legenda-legenda United, fans di seluruh dunia, dan bos besar, Sir Alex Ferguson, dibuat terharu dengan aksi comeback yang layak masuk ke dalam salah satu comeback terbaik sepanjang masa klub.

Man United mengamankan keunggulan 3-1 hingga akhir laga dan lolos ke delapan besar, menyingkirkan PSG yang sudah diunggulkan lolos, dengan agresivitas gol tandang 3-3.

Sekali lagi, Manchester Merah datang ke Paris tanpa 10 pemain yang cedera, Pogba yang absen, dan ketertinggalan agregat gol tandang 0-2.

Sontak sosial media dengan hastag berbau Man United, Solskjaer, dan seluruh momen ikonik, menjadi trending topic di seluruh dunia. Man United, untuk sekian lama, kembali melakukan comeback dramatis yang identik dengan era Sir Alex Ferguson.

Apa yang Membuat Comeback di Paris Spesial?

Selain kondisi pincang Man United (seperti yang disebutkan sebelumnya) kala menyambangi Paris, fans juga sudah tidak lama merasakan 'getaran' yang sama ketika mereka memiliki keyakinan akan comeback dalam situasi sulit.

Perasaan tersebut tidak pernah ada sebelumnya di era David Moyes, Louis van Gaal, dan Jose Mourinho. Ditunjuknya Solskjaer menggantikan Mourinho Desember lalu benar-benar menjadi titik balik United musim ini.

17 laga dilalui di seluruh kompetisi di bawah asuhan manajer asal Norwegia itu, Man United baru sekali kalah dan menyapu bersih sembilan laga tandang - termasuk melawan PSG - dengan kemenangan.

Menurut pengakuan dari Gary Neville, legenda United lainnya yang menjadi pandit sepak bola, pemain-pemain di ruang ganti pemain menyanyikan nama Ole Gunnar Solskjaer. Itu menjadi pesan, yang juga mewakili fans United di seluruh dunia: Solskjaer layak jadi manajer tetap Man United.

Ole Gunnar Solskjaer

"Saya tahu dia (Solskjaer) akan bertahan, tidak ada keraguan akan hal itu. Dia ingin bertahan, para pemain ingin bertahan, dan bersamanya, kami bermain sebagaimana Manchester United seharusnya bermain," tutur Lukaku kepada Manchester Evening News.

"Dia adalah seorang manajer muda, dan tim ini penuh dengan pemain muda, sehingga atmosfer yang ada sangatlah sempurna baginya untuk memenangkan trofi di masa depan."

Solskjaer telah memperlihatkan apa yang selalu dilakukan mantan manajernya dahulu, Sir Alex Ferguson, dalam skuat Man United: menjadikan seluruh pemain merasa penting. Tanpa menganakemaskan beberapa pemain.

"Liga Champions, 'ini kompetisi kami. Kalian bisa lihat pada laga tadi malam ketika Ajax mengalahkan Real Madrid, itu yang harus kami lakukan'. Saya rasa, mereka (PSG) juga membicarakan hal serupa di ruang ganti," tegas Solskjaer.

"Tahun lalu, Real Madrid dan Juventus bersaing ketat pada babak 16 besar, sedangkan tahun sebelumnya, Barcelona dan PSG. Tahun ini, dengan skuat yang kami miliki, kami bisa melakukannya. Kami Manchester United."

Bahkan dalam kondisi skuat seadanya, Solskjaer mampu memaksimalkan potensi dalam diri Fred, McTominay, Pereira, hingga memberi kesempatan Greenwood dan Chong bermain jelang akhir laga. DNA dan identitas bermain itulah yang diinginkan fans dari Manchester United.

Eric Cantona, Sir Alex Ferguson, Ole Gunnar Solskjaer

Neville, Rio Ferdinand, Eric Cantona, dan Patrice Evra, merupakan beberapa nama legenda yang menyaksikan pertandingan. Dua nama terakhir bahkan hadir langsung di Parc des Princes.

Ketika Evra berkata dengan lantang sembari live di Instagram "Saya mencintai permainan ini," dengan didampingi Pogba yang berada di sebelahnya, Cantona mengatakan "Saya suka ini. Saya mencintainya."

Comeback yang tercipta dramatis di era modern ini semakin bertambah spesial, karena fans bisa dekat dengan pemain melalui media bernama Twitter, Instagram. Seluruh pemain meluapkan perasaan mereka di Twitter.

Scott McTominay

Klimaks dari malam keajaiban Manchester United di Paris itu muncul dari sebuah foto, ketika McTominay menangis haru pasca melakukan selebrasi gol dengan fans. Apa yang dilakukannya mewakili perasaan fans Man United di seluruh dunia.

Bagikan

Baca Original Artikel