5 Faktor Penyebab Kegagalan PSG di Liga Champions
BolaSkor.com - Paris Saint-Germain (PSG) menjejaki rumput Parc des Princes dengan tabungan kemenangan 2-0 di kandang lawan. Sebuah modal yang sangat berharga.
Sepanjang sejarah Liga Champions, belum ada tim yang lolos ke babak berikutnya setelah pada leg pertama kalah dua gol atau lebih di kandang. Dan, statistik yang dibawa Manchester United ke Paris.
Baca Juga:
PSG 1-3 Manchester United: Drama VAR di Ujung Laga, Setan Merah Ukir Sejarah
Sepak Bola Mubazir Ala Real Madrid dan PSG
Semua sudah mengetahui apa yang terjadi. PSG, yang bisa dikatakan satu kaki sudah ada di perempat final takluk 3-1 di depan publik sendiri. Mereka merelakan Manchester United, yang tampil tanpa sembilan pemain cedera plus Paul Pogba yang terkena kartu merah, merebut tiket perempat final dari tangan mereka.
Jika dilihat rekam jejak PSG di Liga Champions tiga tahun terakhir, rasanya tidak lagi aneh jika PSG kembali gagal. Pasalnya, kegagalan seperti ini sudah tertulis dalam buku harian PSG dengan huruf kapital.
Masih ingat bagaimana PSG membuang keunggulan 4-0 atas Barcelona pada musim 2016-17, juga di babak yang sama? Catatan ini membuat keunggulan 2-0 atas United seperti tidak ada apa-apanya.
Sedangkan musim lalu, PSG juga hanya sampai di babak 16 besar. Mereka disingkirkan oleh Real Madrid dengan agregat 5-2. Pencapaian tiga tahun terakhir di Liga Champions PSG justru menurun dibandingkan sebelumnya.
Sejak musim 2012-13, PSG memang akrab dengan kegagalan. Dalam empat musim beruntun mereka hanya mencapai babak perempat final. Hasil yang lebih baik ketimbang tiga tahun terakhir ini.
Masalah mental tentu sudah menjadi alasan pertama yang diapungkan. Pasti ada sesuatu yang kurang di sisi ini. Apalagi dalam tiga tahun terakhir, dua kali mereka terdepak meski memiliki keuntungan besar.
Berikut faktor yang menjadi penyebab terdepaknya PSG dari Liga Champions musim ini.
1. Marquinho
PSG adalah klub kaya yang royal menggelontorkan uang. Namun, tidak jarang pembelian pemain yang mereka lakukan tidak sesuai kebutuhan. Buktinya, Thomas Tuchel "terpaksa" memainkan Marquinho di lini tengah bersama Marco Verratti.
Padalah sejak awal sang pelatih sudah meminta pemain baru di area ini. Pada bursa Januari kemarin, Tuchel bahkan meminta klub mendatangkan dua pemain baru dari empat nama yang dia sodorkan. Namun Tuchel hanya mendapatkan satu pemain, Leandro Paredes.
Marquinho memang terbilang lumayan menjalankan posisi barunya di lini tengah. Namun saat melawan Liverpool dan United, kurangnya jam terbang di posisi ini sangat kentara.
2. Badai Cedera
Dalam urusan cedera, PSG boleh dikatakan kurang beruntung dalam dua musim terakhir. Berulang kali mereka harus tampil tanpa pemain pilar.
Kali ini, kekuatan PSG pincang tanpa Neymar. Saat leg pertama melawan Man United. Di leg kedua PSG tampil tanpa Neymar dan Edinson Cavani baru main d ujung laga.
Namun, jika melihat apa yang menimpa MU, sejatinya cedera tidak bisa menjadi alasan.
3. Siapa Kiper Utama?
Salvatore Sirigu, Kevin Trapp, Alphonse Areola, dan Gianluigi Buffon, empat nama semua berposisi sebagai kiper di PSG. Dari empat kiper, tak ada satupun yang menjadi andalan.
Ya, percaya atau tidak, hingga saat ini Tuchel belum bisa memastikan siapa yang dipercaya sebagai kiper utama. Musim ini, posisi ini bergantian diisi Buffon dan Areola.
4. Tak Punya Lawan di Prancis
PSG sangat dominan di Ligue 1. Dengan kekuatan finasial yang kuat, PSG tidak memiliki lawan berarti di kompetisi domestik. Pembangunan tim sarat bintang yang dilakukan PSG sendiri memang sejatinya untuk menjadi penguasa Eropa, bukan domestik.
Namun, meski memiliki skuat level Eropa, mereka tidak terbiasa bertarung dalam persaingan ketat. Menjadi dominan di liga domestik justru menjadi faktor yang merugikan bagi PSG.
5. Skuat Tak Seimbang
Dalam beberapa tahun belakangan, sejak dikuasai Qatar Sports Investments (QSI), PSG banyak mendatangkan pemain berstatus bintang. Banyak uang dikucurkan demi para pemain tersebut.
Pemain-pemain besar yang didatangkan jika ditilik lebih lanjut, kebanyakan ada pada departemen penyerangan. Ya, soal pemain penyerang, PSG punya stok berlebih, bahkan pelatih acap sulit memilih siapa yang akan diturunkan.
Namun, berbeda di lini pertahanan. Keputusan Tuchel memainkan Marquinho sebagai gelandang bertahan dan pemain muda Thilo Kehrer menjadi bukti jika PSG tak memiliki kedalaman di sektor ini.
Uniknya, meskipun banyak mendatangkan pemain bernaluri serang, PSG tidak punya pelapis mumpuni untuk Edinson Cavani. Saat penyerang Uruguay itu cedera, Tuchel terpaksa menggeser posisi Kylian Mbappe.
Saat ini hanya Eric-Maxim Choupo-Mating, satu-satunya pemain yang bisa bermain sebagai ujung tombak. Namun, pemain yang didatangkan dari Stoke itu sama sekali tidak dimainkan saat melawan Manchester United.