11 Bursa Transfer Paling Heboh di Sepak Bola Indonesia, Ada yang Pakai Uang Rp 100
BolaSkor.com - Liga 1 2019 belum dimulai. Meski begitu, aktifitas bursa transfer klub-klub Indonesia sudah mulai bergulir.
Salah satu klub yang getol melakukan bursa transfer pembelian pemain bintang adalah Madura United. Andik Vermansah, Zulfiandi, Muhammad Ridho, Aleksandar Rakic, Jameirson Xavier, Marckho Meraudje, hingga Fandy Imbiri, menjadi pemain baru tim Laksar Sapeh Kerrab.
Hal yang justru berbanding terbalik dengan juara Liga 1 2018, Persija Jakarta. Tim Macan Kemayoran malah melepas sejumlah pemain utamanya, seperti Jaimerson Xavier dan Rohit Chand pada bursa transfer.
Baca Juga: #10YearsChallenge: Perubahan Jersey 10 Klub Top Di Eropa
Kini, Persija baru merekrut dua talenta asing, yakni Bruno Matos dan Jahongir Abdumuminov. Persija pun menunjuk Ivan Kolev sebagai pengganti Stefano Cugurra Teco yang hengkang ke Bali United. Tim Macan Kemayoran sejauh ini hanya menambah beberapa talenta lokal pada bursa transfer, namun kualitasnya masih dipertanyakan oleh para publik pencinta Persija.
Meski begitu, aktifitas bursa transfer Liga 1 2019 masih terus bergulir. Masih banyak kejutan yang dilakukan para tim peserta Liga 1 2019 hingga bursa transfer ditutup beberapa minggu setelah kick off.
Namun, sepak bola Indonesia hanya mencatat beberapa bursa transfer paling menghebohkan. Siapa saja pemainnya?
1. Mario Kempes (Pelita Jaya)

Mario Kempes adalah bintang timnas Argentina saat menjuarai Piala Dunia 1978. Sepak bola Indonesia dihebohkan dengan datangnya sang pemain sebagai penggawa Pelita Jaya pada tahun 1999.
Sayang, ketika itu umurnya sudah tidak muda lagi. Namun, Mario Kempes masih sangat produktif. Ia menciptakan gol sebanyak 10 kali di 15 pertandingan bersama Pelita Jaya.
2. Roger Milla (Pelita Jaya)

Siapa yang tak mengenal nama Roger Milla? Dia pernah tercatat sebagai pemain tertua di era Piala Dunia 1994 dengan umur 40 tahun.
Di tengah penghujung kariernya, ia mencoba peruntungan di sepak bola Indonesia. Setelah menjalani Piala Dunia 1990 dan 1994 dengan timnas Kamerun, ia bergabung dengan Pelita Jaya.
Baca Juga: 6 Pemain Berusia 30 Tahun Menciptakan Perbedaan di Inter Milan
Bersama Pelita Jaya di Liga Indonesia musim 1994-1995, ia pun berhasil menciptakan 23 gol dari 23 pertandingan. Selanjutnya, Milla hijrah ke Putra Samarinda musim berikutnya. Ia berhasil menciptakan 18 gol dari 12 pertandingan.
3. Lee Hendrie (Bandung FC)

Kompetisi kasta tertinggi sepak bola Indonesia sempat menjalani fase dualisme pada tahun 2012. Indonesia Premier League (IPL) diakui PSSI sebagai kompetisi resmi. Di satu sisi, Indonesia Super League (ISL) tetap berjalan. Hal ini karena disebabkan dualisme PSSI.
Saat itu, IPL masih mencari pamor untuk bisa sejajar dengan ISL yang sudah berjalan sebelumnya. Sebagai kompetisi tandingan yang akhirnya diakui PSSI, IPL begerak mencari pasar. Salah satunya mendatangkan mantan pemain bintang oleh klub-klub peserta.
Bandung FC sebagai klub peserta mendatangkan mantan pemain Aston Villa, Lee Hendrie. Sayangnya, kiprah Lee Hendrie bersama Bandung FC berakhir seumur jagung.
Dikarenakan IPL dibubarkan, lantaran konflik dualisme PSSI berakhir. Di mana, ISL kembali diakui sebagai kompetisi resmi.
4. Marcus Bent (Mitra Kukar)

Mitra Kukar membuat bursa transfer menghebohkan dengan mendatangkan Marcus Bent pada ISL 2011/2012. Ia merupakan mantan pemain Sheffield United (1999-2000) dan Ipswich Town (2001-2004).
Sayang, kiprah Marcus Bent bersama Mitra Kukar tergolong buruk. Performanya yang kurang apik membuat tim Naga Mekes memecatnya.
5. Eric Djemba-Djemba (Persebaya Surabaya)

Persebaya Surabaya pada gelaran ISL 2015 mendatangkan mantan penggawa Manchester United, Eric Djemba-Djemba. Ini merupakan bursa transfer menghebohkan ISL seusai cukup lama berkutat dengan dualisme bersama IPL.
Baca Juga: 4 Pasangan Ayah-Anak yang Pernah Satu Lapangan Bersama Gianluigi Buffon
Sayang, kiprah Eric Djemba-Djemba bersama Persebaya baru seumur jagung. Lantaran ISL 2015 terhenti akibat pembekuan PSSI oleh Menpora Imam Nahrawi, yang berujung pada sanksi FIFA kepada Indonesia.
6. Ivan Bosjnak (Persija Jakarta)

Ivan Bosjnak di penghujung kariernya memilih untuk membela Persija Jakarta pada ISL 2014. Ia didatangkan untuk menggantikan peran Bambang Pamungkas yang pindah ke Pelita Bandung Raya.
Mantan pemain timnas Kroasia di Piala Dunia 2006 ini kurang mentereng di Persija. Ia hanya mencetak empat gol dari 12 pertandingan.
7. Didier Zokora (Semen Padang)

Didier Zokora menjadi salah satu pemain top yang direkrut klub Liga 1 karena adanya regulasi marquee player. Mantan pemain timnas Pantai Gading di Piala Dunia 2006 tersebut menjadi marquee player Semen Padang di Liga 1 2017.
Sayang, performanya kurang apik bersama tim Kabau Sirah. Eks penggawa Tottenham Hotspur itu pun dilepas manajemen di putaran kedua Liga 1 2017.
8. Peter Odemwingie (Madura United)

Peter Odemwingie merupakan mantan pemain timnas Nigeria di Piala Dunia 2002 dan 2006. Ia bergabung dengan Madura United sebagai marquee player di Liga 1 2017.
Baca Juga : Persija Resmi Rekrut Tony Sucipto dan Juga Neguete
Tercatat, pemain yang kini berumur 36 tahun tersebut sangat subur. Ia mencetak 15 gol dari 23 pertandingan di Liga 1 2017. Namun, Odemwingie berpisah dengan Madura United karena terlibat konflik administrasi dengan manajemen.
9. Michael Essien (Persib Bandung)

Mantan pemain timnas Ghana di Piala Dunia 2002, 2006, dan 2010 itu membela Persib Bandung. Di Persib, Essien menjadi pemain penting di lini tengah klub berjuluk Maung Bandung tersebut.
Sayang, Essien terdepak dari skuat Persib di Liga 1 2018, lantaran tak masuk skema pelatih Mario Gomez. Ia pun resmi berpisah dengan Persib.
10. Carlton Cole (Persib Bandung)
Persib Bandung kembali membuat gebrakan dengan mendatangkan mantan pemain West Ham United, Carlton Cole. Ia diplot sebagai striker asing di Liga 1 2017.
Sayang, kiprahnya berakhir tragis bersama Persib. Tak menunjukkan peforma apik, Carlton Cole dipecat oleh Persib jelang putaran kedua Liga 1 2017.
11. Indriyanto Setia Adinugroho (Pelita Jaya)

Para pencinta sepak bola Indonesia tak akan pernah melupakan peristiwa unik yang melibatkan dua klub kenamaan, Arseto Solo dan Pelita Jaya. Kala itu, kedua tim terlibat transfer pemain dengan nominal hanya Rp 100.
Pemain yang kala itu diperjualbelikan adalah Indriyanto Setia Adinugroho. Arseto kala itu sakit hati lantaran Indriyanto berkata pada salah satu media lokal bahwa dirinya bukan pemain binaan klub yang bermarkas di Kadipolo tersebut.
Baca Juga : Aaron Ramsey Teken Prakontrak Bersama Juventus
Akhirnya, pemain yang kala itu baru pulang dari proyek Primavera dipatok dengan harga seratus rupiah. Angka itu kabarnya cukup menyulitkan Nirwan Dermawan Bakrie selaku pemilik Pelita Jaya.
Sebagai bos besar yang kerap membiayai Timnas Indonesia, Nirwan jelas tak menyimpan uang seratus rupiah di dompetnya. Konon uang transfer itu didapatnya dari salah satu staf PSSI. Peristiwa unik itu yang membuat Indriyanto lekat dengan julukan Mister Cepek.
Semua tahu bahwa pada akhirnya Indriyanto memang meninggalkan Arseto. Namun, tak semua orang percaya dengan ada atau tidaknya uang seratus rupiah yang menjadi nominal transfer.

Ternyata, uang itu memang ada. Uang warna merah bergambar kapal keluaran tahun 1992 itu masih tersimpan dengan rapi. Bahkan lengkap dengan salinan surat permohonan transfer dari Pelita Jaya, surat persetujuan Arseto Solo serta kuitansi bertuliskan "uang transfer Sdr. Indrijanto Setia Adinogroho dari Ps.Arseto ke Ps.Pelita Jaya tertanggal 29 Maret 1996.
Sang penyimpan juga saksi hidup perjalanan Arseto Solo, Chaidir Ramli. Pria kelahiran 4 Februari 1963 itu menjabat sebagai pengelola Diklat Arseto. Bisa dibilang, dia menjadi satu dari sekian orang yang kala itu sakit hati atas pernyataan Indriyanto.

Kepada Bolaskor.com, Chaidir bercerita tentang sejarah uang dan salinan surat yang dibingkainya. Setelah proses kepindahan Indriyanto selesai, dia diminta Halim Perdana yang kala itu menjabat sebagai manajer Arseto Solo untuk menyimpan uang tersebut. Bukti itu disimpannya di salah satu laci kantor Arseto Solo.
"Uang itu hampir saja hilang. Karena pada tahun 1998, kantor Arseto di Kadipolo menjadi salah satu sasaran penjarahan massa. Setelah penjarahan mereda, saya cek laci-laci meja ternyata uang dan surat salinannya masih ada," terang Chaidir saat ditemui di Lapangan Karangasem Solo oleh BolaSkor.com.
"Indriyanto memang pemain Diklat Arseto. Dia terpilih ke Italia untuk mengikuti program Primaverra. Setelah dari Italia, baru polemik status Indriyanto muncul dan akhirnya terjadi transfer itu."