Saat ini, meskipun Kemenpora sudah memberikan anggaran kepada IADO dan juga IADO sudah bersurat kepada WADA terkait dengan hal tersebut, ternyata masalah belum selesai.
Gatot S. Dewa Broto mengungkapkan bahwa WADA tetap ingin berkomunikasi terlebih dahulu dengan Menpora RI yang saat ini posisinya belum ada yang menempati.
"Nah, nanti kalau sudah ada (Menpora) yang baru, WADA akan berkirim surat lagi. Makanya saya memohon kepada siapapun yang jadi Menpora, agar peringatan dari WADA diingat dan direspons langsung, karena surat ditujukannya bukan ke IADO, tapi ke Kemenpora," ujar Gatot S. Dewa Broto.
Menurutnya, WADA ingin melihat adanya konsistensi dari pemerintah Indonesia terkait dengan bantuan dalam bentuk sumber daya keuangan untuk program anti-doping ini.
Hal itu dikarenakan semua negara di belahan dunia manapun juga terikat dengan perjanjian tersebut.
"Di negara manapun, pemerintah itu terikat dengan Konvensi UNESCO. Ada Perpresnya, Perpres 101 tahun 2007, yang tanda tangan Pak Susilo Bambang Yudhoyono, tentang ratifikasi Konvensi UNESCO anti-doping," jelas Gatot S. Dewa Broto.
Berkaitan dengan konsistensi, Gatot S. Dewa Broto juga mengungkapkan bahwa anggaran yang turun ke IADO terkait dengan program anti-doping tersebut tiap tahunnya terus menurun.
Pada 2022, dana yang digelontorkan ialah sebesar Rp17 miliar, kemudian tahun berikutnya turun menjadi Rp16 miliar.
Penurunan itu membuat WADA bertanya-tanya karena pada 27 dan 28 April 2023 lalu, mereka melakukan audit secara langsung ke kantor IADO.
Ternyata, pada 2024 jumlah tersebut makin menurun menjadi sekitar Rp8,6 miliar, hingga akhirnya yang terbaru IADO hanya mendapatkan Rp2,7 miliar.