"Saya katakan itu elemen terpenting bagi klub," ujar Malcolm Clarke, ketua Federasi Suporter Inggris.

"Pemain dan manajer datang dan pergi, tapi kami selalu ada di sana. Alasan klub bisa mendapatkan uang banyak dari televisi itu karena atmosfer penonton di stadion," jelasnya.

"Di sisi lain mereka tidak memerlukan fans karena menerima banyak uang dari siaran televisi. Di sisi lain mereka membutuhkan suporter untuk menghasilkan produk yang atraktif."

"Bisa dibayangkan bagaimana membosankannya menonton laga Premier League di stadion kosong," Clarke menjelaskan.

Guyuran banyak uang hanya berlaku bagi klub di kasta tertinggi. Cerita akan berbeda bagi klub yang baru saja terdepak dari Premier League.

Contohnya Swansea dan West Bromwich Albion. Kini mereka kehilangan sumber uang dari televisi. Tidak hanya itu, mereka juga otomatis harus menurunkan harga tiket pertandingan. Artinya penerimaan klub akan sangat menurun drastis.

Karena itulah klub tidak selalu menjadikan uang dari televisi sebagai pegangan utama. Klub lebih berusaha untuk mendapatkan pemasukan sebanyak-banyaknya dari sumber lain, seperti penjualan merchandise, iklan, sponsor, dan lainnya.

Sedangkan untuk mencatat keuntungan, klub juga harus piawai dalam mengatur pengeluaran. Alokasi gaji pemain dan staf yang terlalu besar acap menjadi biang kerok kesulitan finansial sebuah klub. Sebagai contoh, Bolton Wanderers yang sempat nyaris bangkrut pernah mengeluarkan gaji sebesar 12,6 juta pound meski hanya mencatay pemasukan 8,2 juta pound.

Kesimpulannya, kehadiran penonton di dalam stadion masih menjadi darah bagi klub, terutama yang di luar Premier League. Sedangkan bagi klub Premier League, kehadiran fans di stadion menjadi magnet untuk menarik televisi.