Sejatinya, apa yang dialami oleh Luis Milla mirip dengan pelatih legendaris Belanda, Wiel Coerver. Saat itu, Coerver yang menangani Timnas Indonesia pada 1975 hingga 1976 mengalami nasib serupa.
Seperti Luis Milla, Wiel Coerver datang ke Indonesia dengan misi membangun sepak bola yang kuat. Ketika mendatangkan Coerver, PSSI memang berniat membangun sepak bola berkualitas di Indonesia.
Sayangnya, Wiel Coerver hanya satu tahun menangani Timnas Indonesia. Seperti Luis Milla, PSSI memilih tidak memperpanjang kontrak pelatih asal Belanda itu.
Ketua PSSI kala itu, Bardosono, tidak suka dengan Wiel Coerver yang mengajarkan profesionalisme kepada para pemain. Padahal, Coerver merevolusi gaya bermain Timnas Indonesia.
Akibatnya, segala kesalahan Wiel Coerver pun dimanfaatkan oleh PSSI untuk melengserkannya. Puncaknya, ketika Timnas Indonesia gagal lolos ke Olimpiade 1976 setelak kalah adu penalti dari Korea Utara dengan skor 4-5.
Hasilnya, Wiel Coerver pun diberhentikan dari jabatan pelatih Timnas Indonesia. Kurikulum yang telah dia susun untuk sepak bola Tanah Air berantakan begitu saja.
Sekembalinya ke Belanda, Wiel Coerver menyusun metodologi bernama Coerver Method berdasarkan pengalaman di Indonesia. Sosok yang meninggal dunia pada 2011 itu menganggap pemain hebat bisa dihasilkan dengan kurikulum yang tepat.