Rogerio Ceni
Rogerio Ceni

Rogerio Ceni merintis karier sebagai pesepak bola dengan memperkuat klub lokal di Mato Grosso, Sinop FC. Eurydes terus membimbing dan menemani pada perjalanan awal sang anak di dunia kulit bundar.

Awalnya, Ceni kerap bermain pada dua posisi yakni kiper dan bek sayap. Namun, karena pengaruh dari sang ayah, Ceni memantapkan diri memilih bertugas di bawah mistar gawang.

Pada 1986, ketika Ceni baru berusia 16 tahun, manajer Sinop meminta izin pada Eurydes untuk membawa sang anak sebagai kiper ketiga dalam kompetisi domestik. Sayangnya, permintaan tersebut ditolak.

"Ceni sudah bekerja di Bank of Brasil dan kejuaraan tersebut berlangsung selam empat bulan. Mereka ingin dia meninggalkan bank untuk menjadi penjaga gawang ketiga dan saya tidak menyetujuinya. Apa yang akan dilakukan setelahnya?" terang Eurydes dalam film dokumenter mengenai Ceni pada 2013.

Penolakan Eurydes memang bisa dipahami. Ketika itu, tidak jaminan ketika mengambil pilihan sebagai pesepak bola di Brasil. Upah murah dan pengangguran jangka panjang menjadi cerita yang acap ditemukan.

Akan tetapi, pada satu tahun berselang, pekerjaan Ceni di bank tidak berjalan dengan lancar. Tak heran, ketika manajer Sinop kembali menghubungi, lampu hijau langsung diberikan.

Pada awalnya, Ceni hanya menjadi pilihan ketiga sehingga tidak masuk dalam daftar skuat ketika bertanding. Namun, cedera serius yang dialami penjaga gawang utama, Marilia, memberikan harapan bagi Ceni. Ia mulai duduk di bangku cadangan ketika memasuki pertengahan musim.

Nasib seakan berpihak pada Ceni usai penjaga gawang kedua mengalami patah tulang. Pada saat yang bersamaan, Ceni berhasil meyakinkan sang manajer tidak perlu mencari penjaga gawang tambahan guna menambal lubang usai dua kiper senior cedera.

Kesempatan tersebut tak lancut. Ia berhasil membendung tendangan penalti pada laga yang memastikan Sinop meraih gelar kompetisi di Mato Grosso untuk pertama kalinya.

Ayah Rogerio Ceni terus mendorong anaknya untuk meruak. Melalui satu di antara direktur Sinop, Ceni mendapatkan kesempatan berlatih di Sao Paulo.

Usaha tersebut tak berakhir mengecewakan. Para pelatih kiper Sao Paulo terkesan dengan kemampuan Ceni. Sang kiper pun meneken kontrak untuk bermain bersama Tricolour U-20.

Selama empat setengah tahun pertama, Ceni menimba ilmu bersama tim junior. Ceni tinggal dengan pemain lainnya di dekat Stadion Morumbi.

"Saya sangat senang. Saya akan bangun pukul 05.00 pagi untuk naik lift ke tempat latihan bersama staf kebersihan dan petugas makanan. Saya akan duduk di sofa dan menunggu latihan pukul 08.30," jelas Ceni.

"Biasanya, saya memulai latihan tepat jam 08.00 kerena Tele Santana (manajer Sao Paulo saat itu) selalu mengatakan untuk memulai setegah jam lebih awal dari pemain lain," sambungnya.

Rogerio Ceni hanya menjadi penonton saat Sao Paulo memenangi gelar liga Brasil pada 1991 dan Copa Libertadores pada 1992. Ceni kalah bersaing dari Alexandre yang dianggap tampil lebih menjanjikan di tim akademi Sao Paulo.

Beberapa bulan berselang, Alexandre yang baru berusia 20 tahun mangkat karena kecelakaan mobil. Ceni mengakui jika kecelakaan tersebut tidak terjadi, ia mungkin tak akan memiliki peluang bersinar.

Lantas, bagaimana cerita di balik kemasyhuran Ceni dalam mengambil tendangan bebas?

Rogerio Ceni
Rogerio Ceni

Narasi bermula ketika Muricy Ramalho menjadi pelatih anyar Sao Paulo. Pada sesi latihan, Ramalho memperhatikan kemampuan Ceni menembak ke dalam gawang.

Ramalho menilai, Ceni bisa dipromosikan sebagai penendang pertama Sao Paulo ketika menghadapi bola mati. Berdasarkan kabar yang beredar, Ceni menjalani latihan intens selama enam bulan atau sekitar 15.000 tendangan untuk menagasah akurasi.

Satu yang pasti, pilihan Ramalho tersebut punya risiko. Seorang penjaga gawang yang biasanya pantang keluar dari kotak penalti, justru didorong 90 meter ke depan untuk menjadi spesialis bola mati.

Kesempatan yang ditunggu Ceni akhirnya tiba. Pada laga melawan Uniao Sao Joao, Sao Paulo mendapatkan tendangan bebas persis di depan kotak penalti. Para penonton terkejut ketika Ceni yang melangkah maju mengambil tedangan bebas tersebut.

Setelah mencermati situasi, pemain yang kini berusia 46 tahun tersebut melepaskan tembakan keras menyusur tanah. Hebatnya, bola malaju terarah ke sudut gawang tanpa mampu dihentikan. Sontak, penonton pun bersorak.

Kehebatan Ceni di Sao Paulo membuatnya masuk dalam skuat tim nasional Brasil di Piala Dunia 2002. Meski tidak menjadi bagian tim utama, namun Ceni menambah koleksi gelarnya dengan titel Piala Dunia.

Ricardo Kaka yang bermain bersama Ceni pada saat itu mengungkapkan pujian pada sang kiper. Menurutnya, Ceni adalah legenda di sepak bola Brasil.

"Ceni dianggap sebagai M1to (julukan Ceni di Brasil yang punya arti mitos) karena daya saing dan kapasitasnya untuk tetap memotivasi. Dia berlatih dengan senang hati karena benar-benar ingin memenangi setiap pertandingan," terang Kaka pada film dokumenter TV Globo berjudul The Construction of the Myth.

Saat ini, meski sudah pensiun, Rogerio Ceni masih berkecimpung di dunia sepa bola. Kini, ia berstatus sebagai manajer klub asal Brasil, Fortaleza.

Tak bisa ditampik, Rogerio Ceni adalah satu di antara penjaga gawang paling unik sepanjang sejarah sepak bola. Sebagai kiper, ia justru bisa menjadi mimpi buruk bagi kiper lainnya.