Hubungan antara Kaka dan Mourinho kian meruncing setelah The Special One jarang memberikan kesempatan bermain. "Ketika saya pikir dia akan memberi kesempatan, hal itu tidak pernah terjadi," terang Kaka.

"Saya tidak mendapatkan kesempatan untuk unjuk gigi. Saya berlatih keras, berjuang dan terus berdoa. Namun, dengan kondisi pelatih tidak yakin pada kemampuan, saya menyadari akan sulit berkerja sama."

Pada akhirnya, cinta yang begitu besar yang dimiliki Kaka untuk Rossoneri membawanya kembali ke San Siro pada musim 2013-2014. Selama satu musim membela Milan, kaka mendulang 12 gol dan 12 assist dari 61 pertandingan.

"Saya sangat senang meninggalkan Real Madrid dan kembali ke Milan terutama setelah Morinho mengatakan saya adalah satu di antara pemain paling profesional yang pernah bekerja dengannya," ungkap Kaka.

Real Madrid bukanlah satu-satunya mimpi buruk dalam karier sepak bola Kaka. Pemain yang mengawali karier di FC Sao Paulo tersebut mengaku kekalahan dari Liverpool pada pertandingan final Liga Champions 2004-2005 masih terus menjadi momok hingga saat ini.

Ricardo Kaka (Zimbio)

Pada malam itu, AC Milan seolah-olah sudah menggenggam Si Kuping Besar setelah unggul tiga gol pada babak pertama. Satu gol dari Paulo Maldini dan dua gol Hernan Crespo membuat mimpi seluruh suporter Milan hampir menjadi kenyataan.

Sayangnya, The Reds bangkit pada interval kedua melalui gol yang dikreasikan Steven Gerrard, Vladimir Smicer dan Xabi Alonso. Adapun pada babak tos-tosan Jerzy Dudek menjadi bintang dan membawa Liverpool unggul 3-2.

"Kekalahan terburuk dalam karier saya tidak lain dan tidak bukan adalah final Liga Champions melawan Liverpool. Itu adalah satu di antara malam terberat dan saya belajar jika kita tidak pernah bisa mengendalikan kemenangan," papar Kaka.

"Tim itu adalah satu di antara yang terbaik sepanjang sejarah Rossoneri. Kami memiliki pertahan terbaik yang pernah ada namun kemasukkan tiga gol dalam enam menit," imbuhnya.

Lanjut Baca lagi