Psikologi Menjaga Mentalitas Divock Origi

Divock Origi

Tidak pernah ada yang menyangka - mungkin juga sebagian fans Liverpool - Origi bisa jadi pembeda bagi Liverpool musim ini. Momen kala melawan Barcelona bukan satu-satunya. Origi mencetak gol penentu kemenangan melawan Everton dan Newcastle United.

Baik kala diturunkan sebagai starter atau dari bangku cadangan, Origi selalu siap bermain. Origi bisa jadi pembeda atau juga super-sub ketika turun dari bangku cadangan. Ya, Origi tak bisa lagi dipandang sebelah mata.

"Bagi saya (targetnya) sederhana untuk menjadi penyerang kelas dunia. Saya tahu jalannya sulit, tapi saya sudah ada di klub besar, saya tahu bagaimana situasinya bekerja, saya sudah ada di musim kedua dan punya pengalaman di Piala Dunia serta Piala Eropa," tutur Origi dua tahun silam kepada Guardian.

Jalan itu sudah terbuka bagi penyerang berusia 24 tahun. Dua kali masa pinjamannya di Lille (2014-15) dan Wolfsburg (2017-18) telah menempa mentalitas bermainnya. Musim lalu bersama Wolfsburg sungguh berat untuk Origi.

Pencetak enam gol Bundesliga dari 34 penampilan habis 'ditekan' media Jerman setelah mengakui tidak tahu menahu soal Holstein Kiel, lawan Wolfsburg dalam play-off degradasi. Belum lagi dengan siulan fans atas penampilan buruknya.

Tapi, Origi tahu bagaimana caranya menyalurkan segala rasa frustrasi itu menjadi satu hal positif: tetap bekerja keras. Pengetahuannya akan ilmu psikologi sangat membantu produk akademi Lille itu.

Divock Origi di Wolfsburg

Psikologi menjadi salah satu ilmu yang disukai oleh Origi. Dia sempat blak-blakan berkata kepada Guardian, jika tidak bermain sepak bola maka kemungkinan besar ia akan menjadi psikiater.

"Mungkin jika saya tak jadi pesepakbola saya akan menjadi psikiater. Saya sangat tertarik dengan cara otak bekerja dan tipe-tipe karakter berbeda. Saya meminta teman-teman saya melakukan tes karakter dan saya melihat tipe karakter mereka," terang Origi.

"Di Liverpool saya bisa mengatakan siapa yang introvert dan ekstrovet. Keduanya ada. Saya telah mulai memelajari psikologi, tapi saya harus berhenti ketika masuk tim utama. Saya masih tertarik dengannya dan banyak menyaksikan TED TV."

"Melalui TED TV, kala orang-orang berbicara selama 15 menit mengenai cara mereka berkomunikasi atau subyek yang mereka pelajari. Mungkin, ketika karier saya berakhir saya akan kembali lagi ke psikologi, Anda tidak pernah tahu," tutur Origi.

Liverpool memang punya sejarah memiliki pemain-pemain tak terduga yang menjadi pahlawan di panggung besar seperti Vladimir Smicer, Neil Mellor, Florent Sinama Ponggole, David Fairclough. Tapi, Origi memiliki kisahnya sendiri.

Di tengah popularitas trio Firmansah (Roberto Firmino, Sadio Mane, dan Mohamed Salah), Origi akan menjadi jimat keberuntungan bagi Klopp. Meski tidak sering bermain musim ini, sangat kecil kemungkinan pengemas 25 caps dengan timnas Belgia itu hengkang ke klub lain di musim panas mendatang.