Dahulu, Iniesta memiliki permainan yang mudah diingat fans: kontrol bola bagus (seolah bola lengket di kaki), visi sepak bola, naluri mencetak gol, dan pergerakan dengan atau tanpa bola bagus di antara celah sempit pertahanan lawan.
Iniesta bagian dalam sejarah besar Barcelona bersama dengan nama seperti Xavi Hernandez, Lionel Messi, Neymar, Luis Suarez, Sergio Busquets, dan Dani Alves.
Ketika Iniesta bermain sepak bola bak olahraga yang mudah dilakukan, faktanya tidak demikian. Mengontrol bola dalam situasi apapun tidak mudah dilakukan, pun demikian dilakukan oleh pemain profesional - namun Iniesta dapat melakukannya dalam situasi sesulit apapun.
Vitinha punya gaya bermain yang sama. Terlebih dengan tubuh kecil dan sosok yang menjadi idolanya, layak apabila Vitinha kini dilihat sebagai titisan Iniesta meski ia tak membela timnas Spanyol, juga bermain di Barcelona.
"Ini adalah Vitinha terbaik yang pernah saya lihat di tim nasional. Ia bermain di level yang sama dengan yang kami lihat di Liga Champions. Ia mengendalikan permainan, membuat keputusan yang sempurna, dan kami melihat Vitinha baru di tim nasional," kata pelatih Vitinha di timnas Portugal, Roberto Martinez.
Bergerak di area yang sempit, kecil di antara pertahanan lawan bukan hal yang baru bagi Vitinha dan ia terbiasa dengannya. Permainannya di PSG disempurnakan oleh Enrique, eks pelatih Barcelona, yang memberikan kebebasan bermain para pemainnya di PSG.
“Tim memulai musim dengan prinsip-prinsip yang sudah diasimilasi dengan baik, dan pelatih mencoba untuk memasukkan lebih banyak mobilitas. Saat ini, pemain nomor 6 bisa menjadi nomor 8, pemain nomor 8 bisa menjadi nomor 10, pemain nomor 10 bisa menjadi nomor 6," tutur Vitinha soal gaya main PSG kala berbincang dengan Rio Ferdinand.
"Dengan para penyerang, Anda tidak pernah tahu apakah mereka ada di kiri, kanan, atau di tengah. Sangat sulit bagi lawan. Pelatih mencoba menerapkannya dan saya pikir itulah kuncinya. Sangat sulit bagi tim lain, apakah mereka menekan satu lawan satu atau apakah mereka tidak menekan dan memilih untuk tetap berada di blok rendah."
Vitinha dapat menjadi gelandang box to box, deep-lying playmaker, dengan kelebihan saat mengoper bola, visi bermain bagus, serba bisa, pergerakan dengan etos kerja tinggi, hingga mendikte permainan di lini tengah.
Puncak permainan dari Vitinha itu terlihat jelas di final Liga Champions kontra Inter Milan, saat PSG menghancurkan La Beneamata dengan skor 5-0. Vitinha memberikan assist juga punya statistik akurasi operan bola 90%, 81 percobaan mengoper bola, 73 operan sukses, menciptakan empat peluang, dan memenangi dua tekel bola.
Di Liga Champions 2024-2025, Vitinha memainkan 17 laga dengan memainkan 1.448 menit pertandingan, mencetak dua gol, dan menjelajah area (banyak berlari) dengan jarak 180,22 km, serta akurasi operan bola 93,53 persen.
Tidak heran apresiasi juga datang dari lawan-lawannya yang memuji kualitas bermain Vitinha.