Analisa dan Opini

Rudi Garcia dan Diego Simeone merupakan dua sosok pelatih dengan isi kepala yang berbeda. Garcia, yang pernah melatih Lille dan Roma, punya filosofi bermain ofensif dalam taktik 4-2-3-1 atau 4-3-3. Serangan yang dibangun biasanya dimulai dari sisi sayap, dengan mengandalkan kualitas penyerang sayap. Dalam hal ini, Marseille, Florian Thauvin dan Lucas Ocampos.

Peran mereka berdua dibantu oleh pergerakan dua full-backs yang rajin membantu serangan (overlap). Berbeda dari filosofi sepak bola Garcia, Simeone justru menjadikan pertahanan sebagai titik terkuat timnya. Terbukti, di La Liga, Atletico penilik pertahanan terbaik dengan kualitas kiper kelas dunia (Jan Oblak) serta bek-bek berpengalaman, yang dipimpin Diego Godin.

Tidak sama seperti strategi parkir bus Jose Mourinho, Simeone lebih menginginkan timnya untuk bertarung dengan gigih merebutkan bola, melancarkan serangan balik cepat yang dibarengi efektivitas penyelesaian akhir. Variasi berbeda dari permainan itu adalah efisiensi situasi bola mati, serta serangan dengan mengandalkan kualitas individu pemain.

"Tim ini punya karakter dan personalitas yang dibutuhkan untuk menang. Satu-satunya hal yang kami miliki dalam pikiran adalah menang," tegas kapten Atletico, Gabi. Komentar itu ditanggapi oleh bek Marseille, Adil Rami, yang pernah menghadapi Atletico kala membela Valencia. "Saya akan mencoba siap untuk pertarungan nanti," tegas Rami.

Inilah mengapa, kendati bukan final ideal sesuai gambaran seperti Milan kontra Atletico atau Arsenal melawan Milan, final nanti tetap akan berjalan seru. Atletico dengan segala keunggulan dan status favorit, serta Marseille yang ingin meraih titel Liga Europa pertama di depan hadapan rakyat Prancis.