Keputusan Van Dijk menuju Willem II juga membuatnya tak perlu lagi menjadi tukang cuci piring. Van Dijk mengaku kebutuhannya sudah bisa tercukupi dengan upah yang diterimanya saat itu.
"Saya menggunakan gaji pertama untuk mendaftar kursus menyetir mobil. Sebelumnya, ketika masih berusia 15 atau 16 tahun sata bekerja sebagai satu di antara pencuci piring di kota Breda," ujar Van Dijk seperti dilaporkan BBC.
Van Dijk melakukan pekerjaan sebagai pencuci piring ketika tidak sedang berlatih atau bertanding. Biasanya, Van Dijk akan bekerja pada Rabu dan Minggu, mulai sore hingga dini hari.
"Saya bekerja di kota pada Sabtu malam. Waktu itu mungkin saya mendapatkan gaji sekitar 350 euro atau Ro 5,5 juta setiap bulan. Saya senang bisa mendapatkannya," tegas Van Dijk.
Meski mendapatkan gaji pas-pasan, Van Dijk selalu bersyukur dengan apa yang diterimanya. Bahkan, Van Dijk masih bisa mentraktir teman-temannya.
Baca Juga : Virgil van Dijk Disebut Bermimpi Hijrah ke Barcelona
"Sebab, saya dapat pergi ke McDonald's untuk mentraktir teman. Hal itu membuat saya mengerti betapa pentingnya uang. Namun, uang bukanlah segalanya," ungkap Van Dijk.
Di Willem II, kemampuan Van Dijk melesat tajam. Ia menjelma menjadi bek yang kuat dalam hal fisik. Pada akhirnya, Van Dijk menuju FC Groningen.
Kesabaran, usaha, dan doa Van Dijk akhirnya terwujud ketika Celtic mulai meliriknya. Akhirnya, pemain 27 tahun itu membela Celtic selama dua musim sejak 2015.
Kemudian, Virgil van Dijk menuju Inggris bersama Southampton hingga kini menjadi palang pintu Liverpool. Ia menyandang titel sebagai bek termahal di dunia.
Perjalanan karier Virgil van Dijk menjelaskan jika hasil terbaik tidak diperoleh dari cara instan. Sang pemain bersedia menjadi tukang cuci piring demi mengejar mimpi sebagai pemain sepak bola dunia.