Terang yang diharapkan mulai terlihat. Saat ini, asosiasi sepak bola di Inggris sedang menjalankan program empat tahun untuk menjadikan sepak bola sebagai olahraga nomor satu untuk anak perempuan.

Rencana tersebut tidak terlepas dari fakta lebih dari 12 juta orang bermain sepak bola di Inggris pada 2018. Seperempat dari mereka adalah perempuan. Jumlah tersebut hampir menyentuh 10 persen dari tahun sebelumnya.

Sementara itu, di Skotlandia, jumlah perempuan dan anak perempuan yang bermain sepak bola meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Sedangkan, Wales menargetkan 20.000 wanita bermai sepak bola pada 2024. Saat ini, angkanya hanya mencapai 6.000 wanita.

Beralih ke Irlandia, pemangku kepentingan setempat mengumumkan rencana lima tahun untuk menggandakan jumlah gadis yang bermain sepak bola di Irlandia Utara. Dengan program Growing the Game: Maximizing Impact, impian itu diharapkan tercapai.

Namun, perjuangan bukan tanpa batu sandungan. Masalah yang masih menghantui adalah soal jumlah kehadiran penonton di stadion.

Lebih dari 75.000 suporter hadir menyaksikan laga persahabatan tim nasional putri Inggris melawan Jerman pada 9 November 2019. Namun, ketika dibandingkan dengan level klub, terdapat jomplang.

Kehadiran rata-rata penonton di Women Soccer League (WSL) hanya 1.000 suporter. Sementara itu, rata-rata penonton di Premier League mencapai 38.000 penggemar.

Angin segar sempat terasa pada laga derby Manchester antara Manchester City melawan Manchester United yang berlangsung di Etihad. Ketika itu, laga pembuka WSL tersebut menorehkan rekor penonton sebanyak 31.213 penonton.

Para pengamat menilai, rekor tersebut tercipta karena tidak ada laga Premier League di akhir pekan dan anak-anak diizinkan masuk secara gratis. Sedangkan, harga tiket reguler hanya dipatok 7 pounds.

Sejauh ini, masih banyak benang kusut yang perlu diurai untuk membuat wanita bisa setara dengan laki-laki di dunia sepak bola. Pengelolaan kompetisi pun menjadi penting untuk keberlangsungan sepak bola wanita.