Formasi Pohon Cemara 4-3-2-1

Ancelotti, 60 tahun, akan selalu dikenang sebagai salah satu pelatih terbaik yang melatih Milan selain Arrigo Sacchi. Dalam delapan tahun melatih Milan, Ancelotti mempersembahkan satu Scudetto dan dua titel Liga Champions. Ancelotti mengenalkan taktik 4-3-2-1 yang kemudian populer dengan istilah taktik pohon cemara atau pohon Natal.

Kehadiran Kaka pada 2003 menjadi katalis dalam taktik tersebut. Ancelotti mengevolusinya dari taktik yang tadinya 4-3-1-2 menjadi 4-3-2-1 untuk mengakali banyaknya stok gelandang yang dimiliki.

Ancelotti mencerna baik filosofi sepak bola Sacchi yang mengubah tatanan sepak bola Italia dan Milan. Sacchi berpengaruh besar dalam karier kepelatihan Ancelotti karena pernah melatihnya di Milan. Sacchi mengedepankan keindahan bermain dengan sepak bola ofensif, dominan, dan penguasaan bola.

Carlo Ancelotti

Dari filosofi sepak bola Sacchi itu Ancelotti memahami satu hal: pentingnya kontrol bola. Bola hanya ada satu, tim yang menguasai bola akan membuat lawan tidak bisa mencetak gol. Itulah kenapa, jika dicermati, Ancelotti selalu memiliki deep-lying playmaker atau gelandang bertahan dengan tipe pengatur ritme bermain di tim-tim yang pernah dilatihnya.

Andrea Pirlo di Milan, Xabi Alonso di Real Madrid dan Bayern Munchen, Marco Verratti di PSG, serta John Obi Mikel di Chelsea. Ancelotti tahu pentingnya penguasaan bola.

Alasan itulah yang menjadi awal mula taktik 4-3-2-1. Dalam buku otobiografi “Preferisco La Coppa”, Ancelotti menuturkan bagaimana proses ia mencari cara memaksimalkan stok gelandang berkelas yang dimiliki Milan, hingga akhirnya menjadi taktik 4-3-2-1.

“Musim penuh pertama saya di Milan, 2002-03, berkaitan dengan foramasi ‘Pohon Cemara’. Itu terjadi karena ada peluang. Jendela transfer mendatangkan dua pemain: Clarence Seedorf dan Rivaldo.”

Ricardo Kaka, Clarence Seedorf, Andriy Shevchenko, dan Cafu

“Tugas saya mencari cara agar keduanya bisa bermain bersama sementara sudah ada Andrea Pirlo dan Rui Costa. Empat pemain ini harus bermain, sesuai filosofi klub - hiburan dan sepak bola indah harus ada.”

“Pirlo benar-benar membantu saya. Suatu hari ia mendekati saya dan mengatakan bahwa dia bisa bermain lebih dalam, persis di depan empat pemain belakang. Saya sangat meragukannya. Dia seorang gelandang serang, ia cenderung berlari dengan bola.”

“Dan sebelumnya, itu bekerja baik. Dia menjadi pemain terbaik dunia dengan peran seperti itu. Saya menempatkan Seedorf ke sayap, dengan Rui Costa dan Rivaldo berada di belakang satu striker. Simsalabim, itulah 4-3-2-1 atau ‘Pohon Natal’.”

Sekedar informasi, Ancelotti juga terbantu dengan peran Carlo Mazzone, eks pelatih Brescia, yang mengonversi peran Pirlo dari gelandang serang menjadi gelandang bertahan. Transformasi peran itu menjadikan Pirlo sebagai maestro lini tengah terbaik Italia.

Taktik itu memenangi dua titel Liga Champions. Kaka memenangi Ballon d’Or 2007 usai membawa Milan meraih titel Liga Champions ketujuh. Ancelotti memiliki keseimbangan yang sempurna dalam formasi 4-3-2-1.

Alessandro Nesta dan Paolo Maldini

Duet bek legendaris Italia, Paolo Maldini dan Alessandro Nesta, jadi karang tangguh di lini belakang. Cafu di posisi bek kanan dan Marek Jankulovski jadi bek kiri – keduanya sudah merepresentasikan tipe full-back modern. Di tengah, Pirlo jadi pengatur serangan dari kedalaman dan ia dilindungi dua gelandang petarung, Massimo Ambrosini dan Gennaro Gattuso.

Di depan ketiganya ada dua pengatur serangan dengan gaya main beda. Kaka mengatur serangan dengan gaya bermain elegan yang dimilikinya, lalu Seedorf dengan kepiawaiannya membaca permainan.

Alhasil, tugas Andriy Shevchenko, Alberto Gilardino, atau John-Dahl Tomasson di lini depan tinggal menahan bola dan menanti pergerakan dari lini kedua. Seimbang ketika bertahan dan kolektif ketika menyerang, sempurna.

Taktik itu tidak selamanya berjalan baik, seperti saat kalah dari Liverpool di ‘malam keajaiban’ Istanbul pada final Liga Champions 2005, tapi taktik pohon Natal Milan kala itu benar-benar enak untuk disaksikan.

Tidak mudah menerapkan formasi itu di salah satu klub Eropa terkini. Butuh pemain ‘langka’ seperti Kaka untuk mengontrol bola lama, mendribelnya melewati satu-dua lawan, mengopernya dengan visi bermain yang bagus, dan naluri mencetak gol yang indah.