Sulley Muntari

Sejatinya, perang terhadap para pelaku pelecehan rasial mulai dilakukan Serie A sejak 1992. Akibat hinaan yang diterima Ruud Gullit hingga Aron Winter, sebelum pertandingan slogan No al Razzimo (katakan tidak pada rasisme) diperkenalkan.

Sayangnya, kampanye itu seolah hanya omong kosong belaka. Mulai dari Paul Ince, hingga bintang kulit berwarna pertama asal Italia, Mario Balotelli, masih sering dilecehkan.

Sudah banyak kasus seperti ini terjadi, lantas, apa yang membuat insiden serupa masih berjalan? Apabila ditilik lebih lanjut, pihak berwenang seolah menutup mata atas insiden yang dialami para pesepak bola tersebut.

Ambil contoh dari kasus Moise Kean yang terjadi di Cagliari. Itu merupakan kota yang terkenal paling sulit menerima perbedaan warna kulit. Dalam satu dekade terakhir, hinaan terhadap pesepak bola dengan kulit berwarna sering terjadi di Sardegna Arena.

Diego Maradona

Mulai dari Sulley Muntari, Blaise Matuidi, hingga kasus Moise Kean, pelecehan warna kulit terjadi di Sardegna Arena. Anehnya, kasus itu seolah dibiarkan.

Tidak ada efek jera yang diberikan oleh operator Serie A untuk para pelaku pelecehan rasial. Ambil contoh di Inggris, mereka melacak pelaku pelecehan rasial dan memberikan hukuman larangan datang ke stadion.

Legenda sepak bola Argentina, Diego Maradona, mengaku sering dilecehkan ketika masih membela Napoli di Serie A. Maradona kerap dihina karena bukan warga negara Italia dan berasal dari Amerika Latin.

Lanjut Baca lagi