Hebatnya, justru dari sini misi White meraih American Dream dimulai. Merangkak dari bawah, dia bahkan mengawali karier sebagai pelayan hotel saat berumur 19 tahun.

Di sela kesibukannya, White masih melakukan pekerjaan lain untuk eks petinju Peter Welch. Gilanya, Welch tidak membayar White sama sekali saat itu.

Meski demikian, White tidak bergeming. Koneksinya di dunia tarung justru semakin besar hingga berteman dengan calon CEO UFC, Lorenzo Fertitta.

White mulai membangun reputasinya. Pertama sebagai pelatih, lalu promotor, kemudian manajer. White melatih banyak orang biasa lewat kelas tinjunya.

Dana White

Di UFC sendiri White tidak langsung meraih jabatan tinggi. Awalnya, dia hanya menjadi manajer untuk Tito Ortiz dan Chuck Liddell. Semua berubah ketika UFC di ambang kebangkrutan.

White pun mengajak Fertitta bersaudara (Lorenzo dan Frank) untuk mengakuisisi UFC. Dari situ, dia mendapat kepercayaan menjadi presiden dari UFC.

Dalam waktu kurang dari 15 tahun, White menyulap UFC yang sempat berada di ambang kebangkrutan menjadi event olahraga sukses. Total keuntungan bersih UFC mencapai 600 juta dolar pada 2015.

Tahun berikutnya White menjual UFC ke WWE dengan harga 4,025 miliar dolar. Saat itu dia memiliki saham sebesar sembulan persen dan mendapat tugas meneruskan kepemimpinannya.

Berkat kerja keras dan keberanian White membangun reputasi, kini UFC memiliki brand yang cukup besar. Tidak hanya itu, terdapat lebih dari 100 sarana latihan milik mereka di seluruh dunia.

Hebatnya, UFC sudah menggelar lebih dari 500 pertarungan langsung. Jangkauan mereka pun luas karena UFC sudah disiarkan di televisi di 175 negara.

American Dream memang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Tidak semua orang memiliki kesempatan membangun mimpi mereka seperti Dana White.