Patut dipertanyakan latar belakang Deschamps memilih starting XI. Mengapa dia tak memainkan Benjamin Mendy dan Djibril Sidibe yang bisa menawarkan ancaman menyerang yang lebih besar di posisi full-back. Begitu juga dengan Blaise Matuidi yang bisa melakukan penetrasi dari lini tengah.

Apakah Deschamps akan kembali mengambil keputusan yang patut diipertanyakan ini saat Prancis melawan Peru dan Denmark? Patut dinantikan.

Sebenarnya, masalah yang terjadi pada laga melawan Australia sudah terlihat pada babak kualifikasi. Prancis mencetak 18 gol dalam 10 pertandingan kualifikasi. Mereka hanya mampu membuat dua gol dalam dua laga melawan Belarusia, tim yang berakhir di dasar klasemen. Ini bisa menjadi cermin jika Prancis memang acap kesulitan saat melawan oposisi yang jauh lebih lemah.

Boleh jadi Deschamps berharap formasi ini bisa menuai hasil saat mereka mengalahkan Italia 3-1 baru-baru ini. Saat itu, Deschamps juga memasang Pavard dan Hernandez di posisi full-back. Namun Italia merupakan tim yang bertipe memburu bola. Kontribusi Pavard dan Hernandez pun lebih banyak dalam situasi bertahan. Sedangkan untuk menyerang Prancis mengandalkan serangan balik lewat Mbappe dan Dembele. Situasi ini tak terjadi saat menghadapi Australia yang menunggu bola.

Prancis harus bisa membangun serangan, tak melulu serangan balik frontal yang mengandalkan pelari cepat mereka di lini depan. Mereka harus memperbanyak sumber suplai bola dengan menaruh full-back yang punya kemampuan menyerang.

Apa yang ditampilkan armada Deschamps pada laga pertama seakan memberi sinyal kepada lawan-lawan lain bahwa Prancis belum membentuk tim yang cair. Untuk saat ini Prancis masih bisa lolos lewat kemenangan tipis. Untuk laga lain, bisa saja mereka tak akan seberuntung ini.