Mencontoh Keberhasilan Spanyol
Singkat cerita, Filanesia terus berjalan dengan kurikulum yang sudah disusun, dengan aplikasinya yang pernah dilakukan Luis Milla di Timnas Indonesia U-23 dan Senior. Ada klub dan kompetisi usia muda dari U-12 hingga U-19.
Indonesia pun banyak potensi bibit-bibit pemain muda dan pelatih berbakat. Pelatih dan pemain Indonesia pun melimpah luas.
Indonesia pun bisa membentuk Timnas U-12 yang dibina terus menerus hingga nantinya masuk ke tahap senior. Pola ini terus berjalan hingga sepak bola Indonesia tidak kehabisan pelatih dan pemain.
Hal ini persis mencontoh keberhasilan timnas Spanyol dalam satu dekade terakhir. Timnas Spanyol generasi emas juara Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010, adalah para pemain yang mayoritas sudah bermain bersama sejak usia 12 tahun. Sebuat saja seperti Xavi Hernandez, Iker Casillas, hingga Carles Puyol. Ditambah para pemain mueda berbakat.
Lalu, pelatih Spanyol tersebar di semua klub sepak bola Eropa. Sebut saja, Pep Guardiola, Julen Lopetegui, Luis Enrique, hingga Luis Milla.
Kembali lagi, uang yang seharusnya dikeluarkan untuk membayar pelatih asing seperti Luis Milla, bisa digunakan membantu pola tersebut berjalan sedemikian rupa.
PSSI tak bisa berjalan sendiri. Perlu adanya dukungan masyarakat, pemerintah, hingga media untuk memenuhi ekspentasi ini semua. Semuanya mulai dari infrastruktur (tanggung jawab dukungan pemerintah), serta jaga eksploitasi (dukungan masyarakat dan media).
Hal paling utama lainnya adalah keikhlasan para stakeholder sepak bola Indonesia untuk menghilangkan segi politik dan keuntungan pribadi, demi membangun ini semua. Sekaligus bagaimanapun kita berterima kasih dan maaf kepada Luis Milla. Sudah saatnya sepak bola Indonesia bangkit dengan para kaum lokal.