Melihat statistik, apa yang dikatakan Rodgers benar adanya. Hanya dua klub di Premier League yang menerima temabakan lebih sedikit dibandingkan Leicester musim ini.

Mempertahankan bola dan kemudian memenangkannya kembali dengan cepat. Menjadi permainan Leicester di bawah Rodgers. Meski begitu Rodgers mengungkap dirinya masih dalam tahap membangun. "Mudah-mudahan kami bisa membangun sebuah struktur cara bermain, yaitu yang pertama harus bertahan dengan baik."

"Suporter mungkin telah melihat tim saya di Swansea, Liverpool, dan Celtic. Mereka akan mengenal betapa intensnya kami mencoba menekan," papar Rodgers.

Bisa dikatakan Rodgers terbilang para pemainnya di Leicester terbuka dengan perubahan yang ditawarkannya. Hal ini tidak lepas dari sosok pemain senior seperti Kasper Schmeichel, Jonny Evans, dan Jamie Vardy. "Mereka telah fantastis sejak saya masuk dan sangat penting dalam hal kepemimpinan di ruang ganti."

Para senior ini membuat tugas Rodgers memoles pemain muda menjadi mudah. Ya, Rodgers memiliki skuat muda di Leicester. Saat menghadapi Manchester United di Old Trafford, Ricardo Pereira, 25 tahun, adalah pemain selain trio senior yang berusia di atas usia 23.

Sisanya, Wilfred Ndidi yang memiliki peran penting di lini tengah, James Maddison playmaker tim, Ben Chilwell dan Harvey Barnes, serta Caglar Soyuncu sang pengganti Harry Maguire, semua di bawah 23 tahun.

Para pemain muda tersebut sangat ambisius. Yang terpenting, mereka semua menerima ide-ide baru dari sang manajer. Bagi Rodgers sendiri yang paling penting, mereka semua ingin belajar. "Syukurlah, kami memiliki pasukan di sini yang terus-menerus ingin brkembang," kata Rodgers kepada Sky Sports. "Mereka adalah pemain yang bisa dilatih dan lapar."

Di atas lapangan, pasukan Rodgers siap menjalankan strategi yang diterapkan Rodgers, apapun itu. Fleksibilitas permainan Leicester bisa dilihat saat melawan Wolverhampton. Dengan formasi dasar 4-3-3, Rodgers mengeksplor semua opsi, entah itu menyerang dengan penyerang sayap, bek di kedua sisi yang membantu serangan, hingga menempatkan Maddison menjadi di sisi kiri, yang kemudian berubah kembali menjadi playmaker di posisi 10.

Jika diperhatikan, secara taktik, Rodgers bisa dikatakan merupakan perkawinan Klopp dan Guardiola. Hal ini memberi Leicester gaya menyerang yang unik. Konsep Rodgers terlihat begitu mudah dipahami. Siapa saja yang menyaksikan Leicester bermain akan langsung melihat sistem yang dimainkan. Ini menjadi bukti kejernihan visi yang diberikan Rodgers kepada para pemainnya.

Leicester memang tidak mendominasi penguasaan bola seperti Man City. Begitu pula Maddison dan Tielemans tidak akan berada sangat maju tanpa suport Wilfried Ndidi di dasar lini tengah.

Dengan kata lain, Rodgers membuat Leicester memiliki identitas dan arah. Dua faktor yang bisa menjadi fondasi ke depannya. Dan pencapaian Leicester musim ini bukanlah sebuah kebetulan.